Senin, 6 Oktober 2025

Materi Sekolah

Bahasa Sunda: Sejarah, Jenis Huruf, Perkembangan, dan Pengaruh Bahasa Lain terhadap Bahasa Sunda

Bahasa Sunda merupakan bahasa yang diciptakan dan digunakan oleh orang Sunda untuk keperluan komunikasi dalam kehidupan mereka.

Editor: Nuryanti
cagarbudaya.kemendikbud.go.id
Prasasti Ciaruteun merupakan prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara, di Bogor Jawa Barat. Prasasti ditulis dengan Bahasa Sunda Kuno. 

TRIBUNNEWS.COM - Bahasa Sunda merupakan bahasa yang diciptakan dan digunakan oleh orang Sunda untuk keperluan komunikasi dalam kehidupan mereka.

Suku Sunda berbeda dengan Suku Jawa, meski tinggal di pulau yang sama.

Sehingga, bahasa Sunda memiliki bahasanya sendiri.

Huruf dalam bahasa Sunda, yaitu:

1. Bahasa Sunda memiliki tujuh huruf vokal

- Lima huruf vokal murni (a, é, i, o, u)

- Dua huruf vokal netral e (pepet) dan eu

2. Bahasa Sunda memiliki 18 huruf konsonan ( p, b, t, d, k, g, c, j, h, ng, ny, m, n, s, w, l, r, dan y)

Kemudian, konsonan lain yang berasal dari bahasa Indonesia diubah menjadi konsonan utama, yaitu f menjadi p, v jadi p, sy jadi s, sh menjadi s, z jadi j, dan kh menjadi h.

Baca juga: Arteria Dahlan Sedih Pernyataannya soal Bahasa Sunda Dipelintir: Sekitar Saya Orang Sunda Semua

Sejarah Bahasa Sunda dan Perkembangannya

Prasasti Ciaruteun merupakan prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara.
Prasasti Ciaruteun merupakan prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara di Bogor, Jawa Barat. (cagarbudaya.kemendikbud.go.id)

Tidak diketahui kapan bahasa Sunda lahir, namun asal usul bahasa Sunda dapat bukti dari adanya prasasti yang berasal dari abad ke-14.

Prasasti berbahasa Sunda di temukan di Kawali Ciamis dan ditulis pada batu alam dengan menggunakan aksara dan Bahasa Sunda (kuno), dikutip dari PDFSlide.

Diperkirakan prasasti ini ada beberapa buah dan dibuat pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastukancana (1397-1475).

Sebuah teks yang tertulis di prasasti tersebut berbunyi:

"Nihan tapak walar nu siya mulia, tapak inya Prabu Raja Wastu mangadeg di Kuta Kawali, nu mahayuna kadatuan Surawisesa, nu marigi sakuliling dayeuh, nu najur sakala d esa. Ayama nu pandeuri pakena gawe rahayu pakeun heubeul jaya dina buana."

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved