Ini yang Bisa Dilakukan untuk Cegah Penyiksaan Terhadap Perempuan Papua
Memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional yang jatuh pada 26 Juni, ini rekomendasi untuk cegah penyiksaan terhadap perempuan Papua.
Baca Juga: Minimnya Layanan Kesehatan dan Pemulihan Bagi Perempuan Korban Kekerasan di Papua
“Karena pada situasi-situasi untuk mendapatkan keterangan atau pengakuan atau untuk kepentingan orang ketiga, maka penerapan penyiksaan dilakukan,” ungkap Theresia Iswarini.
Sebelumnya, Elvira Rumkabu mengungkapkan bahwa sejak tahun 1963 sampai 2010 penyiksaan terhadap perempuan terus terjadi.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pemerkosaan menjadi salah satu metode yang kerap digunakan sebagai salah satu bentuk penyiksaan terhadap perempuan Papua.
Elvira Rumkabu, sebagai perwakilan akademisi dari Universitas Cenderawasih mengatakan bahwa perempuan Papua berisiko mengalami multiple abuse atau kekerasan ganda.
Kekerasan ganda tersebut terjadi baik di ranah domestik maupun di ranah konflik.
Kedua ranah tersebut pun menurut Elvira bisa daling terkait menyebabkan kekerasan pada perempuan Papua.
Untuk itulah menurut Elvira, upaya mengurangi kasus penyiksaan dan kekerasan pada perempuan Papua tidak terlepas dari konteks konflik juga.
“Pertama perlu percepatan untuk membagun regulasi besar, seperti kebijakan anti penyiksaan di POLRI, di TNI juga perlu diperhatikan. Juga perlu dikuatkan di lembaga-lembaga pengawasan baik internal maupun eksternal,” ujar Elvira.
Baca Juga: Hari Anti Penyiksaan Internasional, Komnas Perempuan Soroti Penyiksaan Terhadap Perempuan Papua
Selain itu, Elvira juga menambahkan perlu adanya reformasi kultural, terutama reformasi kultur anti kekerasan di instansi pemerintahan.
Komnas Perempuan juga menambahkan bahwa reformasi di berbagai sisi penting dilakukan.
“Kita perlu melakukan berbagai upaya-upaya, termasuk upaya reformasi mulai dari budaya, sosial, struktur. Struktur ini dalam konteks APH-nya, lalu juga kebijakan-kebijakannya.Itu baru di ranah pencegahan,” ungkap Theresia Iswarini.
Sementara untuk di ranah penanganan, komisioner Komnas Perempuan ini mengatakan bahwa pemerintah perlu menyediakan anggaran yang cukup untuk penanganan kekerasan terhadap perempuan.
“Dalam politik anggaran kita, anggaran untuk perempuan itu kecil sekali. Mungkin tidak sampai 5%,” tambahnya.
Selain itu, pemberian fasilitas juga penting untuk lembaga-lembaga pelayanan berbasis komunitas, mengingat lembaga-lembaga ini jauh lebih aktif dan lebih dekat dengan korban.