Alasan Esemka Putus Hubungan dengan Proton
Pertimbangan bisnis membuat kerjasama Esemka dan Proton untuk memproduksi mobil terhenti di tengah perjalanan.
Editor:
Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertimbangan bisnis membuat kerjasama Esemka dan Proton untuk memproduksi mobil terhenti di tengah perjalanan.
Hal ini diungkap Hosea Sanjaya, Managing Director PT Adiperkasa Citra Esemka Hero, prinsipal Esemka saat dihubungi, Kamis (22/9).
Lalu pertimbangan apa saja yang dimaksud hingga kerjasama ini rontok?
“Macam-macam latar belakang. Tentunya pertimbangan bisnis, jangan sampai membebani kita,” bukanya sedikit berteka-teki.
Namun disinggung soal pernyataannya awal tahun ini, Hosea pun buka suara.
Saat itu, sinyal lanjut atau tidaknya kerjasama Esemka-Proton sebenarnya sudah diungkap olehnya.
Di mana Proton harus mengikuti aturan main di Indonesia jika ingin berbisnis di Indonesia bersama Esemka.
Meliputi model, pengembangan serta pemasaran harus mengikuti apa yang direncanakan Esemka. Saat itu, masih memicu pertanyaan, akankah dengan ‘keharusan’ Proton tersebut, kerjasama ini akan berjalan.
Kini, pertanyaan tersebut terjawab di mana Proton tidak mampu memenuhi keinginan Esemka.
“Kalau model enggak cocok memang jangan dipaksakan. Sebab cost-nya terlalu besar. Model yang ada enggak bisa didorong (dijual) begitu aja,” terang Hosea. “Kita konsekuen di kendaraan pedesaan,” lanjutnya.
Lalu apakah sesederhana itu, hanya bicara model? Tentu tidak. Sebab di balik model yang akan dibuat, Proton, menurut Hosea harus efisien supaya tidak menjadi beban untuk Esemka.
Proton tidak cukup hanya menampung order dari dari Esemka lalu mereka mengumpulkan sumber daya dari luar untuk membuat pengembangan. Sebab itu tidak efisien dan akan membuat beban Esemka meningkat.
“Perusahaan enggak bisa efisien, tidak membuat forecast, otomatis ke depan enggak bisa berjalan sebagaimana mestinya,” paparnya. “Kemampuan itu terbatas (merancang bangun), kita jadi beban,” terangnya.
Meski begitu Hosea mengakui jika Proton merupakan pabrikan yang punya fasilitas lengkap. “Dia punya fasilitas rancang bangun, kita akui industrinya sudah maju. Sudah 30 tahunan dan kita tetap lihat (akui) kemampuan mereka”.
“Tetapi membuat produk itu kan ada dua. Pertama kreatif dalam rancang bangun dan produksi. Kalau produksi, kemampuannya sama saja dengan kita. Tapi rancang bangun terbatas. Mereka bisa enggak membangun dengan pembiayaan yang besar. Kalau pemerintah di sana (Malaysia) enggak support, enggak berkembang,” terang Hosea.