Wawancara Eksklusif
VIDEO WAWANCARA EKSKLUSIF Menteri Teuku Riefky: Kondangan di Kampung Tak Perlu Bayar Royalti
"Tidak adil jika warung kopi atau pesta pernikahan di kampung dikenakan royalti,” ujar Riefky dalam wawancara eksklusif
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Ekonomi Kreatif (Menekraf), Teuku Riefky Harsya menegaskan pentingnya ekosistem musik yang adil dan transparan dalam urusan royalti.
Menurutnya, tidak semua pemutaran musik layak ditarik bayaran, apalagi untuk acara sederhana di kampung.
"Tidak adil jika warung kopi atau pesta pernikahan di kampung dikenakan royalti,” ujar Riefky dalam wawancara eksklusif bersama Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra, di program Ngobrol Bareng Cak Febby (Ngocak Febby), di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Selasa (30/9/2025).
"Kalau acaranya di hotel, itu wajar. Tapi kalau kondangan di kampung, masa dikenakan?” tegas Riefky.
Baca juga: Menteri Ekraf Teuku Riefky: Ekonomi Kreatif akan Jadi Mesin Baru Ekonomi RI
Royalti Harus Transparan dan Real Time
Ia menegaskan ada tiga aspek penting dalam ekosistem royalti musik yang perlu dibenahi: lokasi pemutaran musik, sistem penghitungan royalti, dan distribusi kepada pencipta lagu.
“Ketika musik diputar, hasilnya harus sampai ke pencipta dan musisi. Dengan begitu, kualitas hidup mereka terjaga, dan mereka bisa terus berkarya,” jelasnya.
Ia menilai, sistem royalti harus dibuat akuntabel, kredibel, dan real time.

Dengan begitu, setiap rupiah yang ditarik benar-benar sampai ke tangan para pencipta lagu, bukan berhenti di tengah jalan.
Saat ini, Pemerintah sedang berkoordinasi dengan Kementerian Hukum, yang tengah menyiapkan revisi Undang-Undang Hak Cipta, sementara DPR juga aktif mengundang pelaku industri untuk memberi masukan.
Anggaran Kemenekraf Hanya Rp 500 Miliar
Sebagai kementerian baru di era Presiden Prabowo Subianto, Kemenekraf mengelola 17 subsector kreatif, mulai dari musik, film, kuliner, fashion, animasi, hingga aplikasi digital.
Meski hanya memiliki anggaran Rp 500 miliar, kementerian ini harus mengurus ekosistem raksasa yang menaungi 26 juta pelaku kreatif.
Padahal, saat masih berbentuk Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) tujuh tahun lalu, alokasi anggarannya bisa mencapai Rp 1,1 triliun.
“Sekarang sekitar Rp500 miliar. Tapi sekitar 70–60 persen itu untuk operasional. Mungkin hanya 30 persen yang benar-benar bisa dipakai untuk program,” jelas Riefky.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.