Minggu, 5 Oktober 2025

Program Makan Bergizi Gratis

BPOM Beberkan Penyebab Keracunan MBG: Mayoritas SPPG Baru Beroperasi Sebulan

BPOM menyebut kasus keracunan MBG bisa terjadi karena penyebabnya mayoritas SPPG baru beroperasi selama sebulan.

Tribun Jabar/Gani Kurniawan
DAPUR MBG - Petugas menyiapkan paket makanan bergizi yang akan didistribuskan ke salah satu sekolah pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Baleendah Rancamanyar, Jalan Bojongsayang, Desa Rancamanyar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (29/9/2025). Dapur SPPG yang melibatkan 47 orang relawan ini beroperasi sejak 25 Agustus 2025 dengan mendistribusikan MBG kelima sekolah, yakni SDN Rancamanyar 2,3 dan 6, SDIT Az-Zahra Rancamanyar, dan SMPN 3 Baleendah. Serta Posyandu B3 yang melayani ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. BPOM menyebut kasus keracunan MBG bisa terjadi karena penyebabnya mayoritas SPPG baru beroperasi selama sebulan. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

TRIBUNNEWS.COM - Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, membeberkan penyebab terjadinya keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang masif terjadi di berbagai wilayah.

Adapun penyebabnya yakni dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang berdiri baru beroperasi sebulan.

Dalam pemaparannya, total SPPG yang baru beroperasi sebulan dan berkaitan dengan keracunan MBG sejumlah 18 dapur.

"18 dari 19 SPPG yang bermasalah tadi ternyata itulah semua yang masih menimbulkan masalah sekarang ini. Sehingga kita lihat mulai dari bulan Juli-September awal ini, itu meningkat (kasus keracunan) karena masalahnya di SPPG tersebut," katanya dalam rapat bersama Komisi IX DPR di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/10/2025).

Berdasarkan slide yang diperlihatkan, ada lima hal yang menyebabkan terjadinya keracunan dan berasal dari makanan yang dibuat dan didistribusikan oleh SPPG bermasalah tersebut.

Pertama terkait bangunan atau fasilitas yang tersedia di mana tidak memenuhi standar yang diberlakukan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) dan tak sesuai pedoman yang tertuang dalam Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB).

Baca juga: Sesumbar Satu Anak Satu Sopir Tak Pantas Dapat MBG, Wali Murid SD Elite di Serang Minta Maaf

Selain itu, adapula masalah dalam pengendalian hama, tak memadainya fasilitas pendingin bahan makanan, serta tempat pencucian dan pengeringan ompreng yang tidak memadai.

Kedua, berkaitan dengan kehigienisan dan sanitasi di mana hasil temuannya yakni pembersihan bangunan dan peralatan tidak optimal.

Ketiga, soal pengendalian faktor kritis yang mana pemilihan hingga penyimpanan bahan baku makanan tidak sesuai standar.

Lalu, tidak tercapainya suhu dan waktu pemasakan, tak ada pemantauan tahap kritis seperti suhu lemari pendingin dan suhu internal produk.

Keempat, tentang pihak yang melakukan pemasakan makanan dan distribusi di mana mereka belum memiliki pengetahuan cukup soal keamanan pangan.

Selanjutnya, mereka juga tidak konsisten dalam memakai pengamanan diri saat memasak seperti memakai masker, sarung tangan, atau hair net.

Terakhir, keracunan terjadi karena adanya keterlambatan distribusi MBG di mana pengiriman makanan dilakukan lebih dari empat jam setelah memasak.

Kemudian, masalah berlanjut ketika ternyata MBG disalurkan tidak berdasarkan waktu pemasakan sehingga tercampur dengan makanan dari sekolah lain.

Dengan temuan ini, Ikrar mengatakan telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan BGN untuk melakukan perbaikan terkait program MBG tersebut.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved