Pakar Tekankan RUU Perampasan Aset Harus Dibahas Ketat dan Hati-Hati, Agar Tak Ada Kriminalisasi
Prof. Pujiyono Suwadi menekankan pentingnya pembahasan RUU Perampasan Aset dilakukan secara hati-hati
Penulis:
Fahmi Ramadhan
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), Prof. Pujiyono Suwadi menekankan pentingnya pembahasan RUU Perampasan Aset dilakukan secara hati-hati lantaran berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang jika tidak disertai pembatasan jelas.\
Prof. Pujiyono Suwadi yang merupakan Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) RI ini menerangkan, rancangan versi April 2023 mengatur mekanisme non-conviction based asset forfeiture yang memungkinkan aset dirampas tanpa putusan pidana.
Model ini dianggap efektif namun di lain sisi juga membuka peluang kriminalisasi jika tanpa adanya kontrol yang ketat.
“Kalau tidak ada batasan, aset orang bisa langsung disita hanya berdasarkan dugaan. Padahal tujuan kita mengembalikan kerugian negara, bukan menakut-nakuti masyarakat,” kata Pujiyono dalam diskusi publik Iwakum bertajuk "Tarik Ulur Nasib RUU Perampasan Aset" di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (19/9/2025) sore.
Lebih jauh dijelaskan Pujiyono, dalam hal ini negara memang punya kepentingan mengejar aset hasil korupsi yang selama ini sulit dijangkau.
Namun, menurut dia, partisipasi publik harus dijamin agar aturan tidak menimbulkan masalah baru seperti yang pernah terjadi pada kasus “cek kosong” di era Orde Lama.
Senada, Kepala Divisi Hukum dan Investigasi Indonesian Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah juga mengingatkan lima poin krusial yang perlu diperhatikan dalam draf RUU.
Lima poin itu yakni kejelasan subjek yang dikenai, hukum acara yang jelas, batas nilai aset yang dirampas, pembatasan pada tindak pidana tertentu, serta mekanisme check and balance kewenangan kejaksaan.
Menurut Wana, dengan adanya RUU Perampasan Aset ini jangan sampai dijadikan alat kriminalisasi terhadap seseorang dan terkesan menyimpang dari tujuan sebenarnya yakni mengembalikan keuangan negara.
“Fokusnya harus pada tindak pidana ekonomi terorganisir, seperti korupsi, narkotika, atau terorisme, bukan diarahkan sembarangan,” kata Wana.
Kemudian, Selain itu ICW kata Wana juga berharap DPR dapat segera menerbitkan susunan draf dari RUU tersebut.
Baca juga: ICW Sebut RUU Perampasan Aset Krusial untuk Kembalikan Uang Negara dari Koruptor
Pasalnya dia mengaku khawatir adanya pembahasan RUU ini hanya untuk meredam kemarahan masyarakat atas berbagai isu yang terjadi belakangan.
Sebab dalam pelaksanaanya, menurut Wana, DPR seperti meniadakan partisipasi publik untuk ikut serta membahas aturan yang sejatinya penting untuk segera dijadikan undang-undang ini.
Ia pun berharap bahwa pembahasan RUU harus tuntas dalam kurun 3 bulan sesuai target DPR namun harus disertai dengan substansi yang matang agar tidak menjadi alat abuse of power.
“Yang dikejar harus aset hasil kejahatan, bukan hak masyarakat yang sah,” pungkasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.