Rabu, 1 Oktober 2025

Tanggapi Desakan Reformasi Polri, Penasehat Ahli Kapolri: Yang Seperti Hoegeng Hampir Tidak Ada

Penasehat ahli Kapolri Irjen (Purn) Aryanto Sutadi memberikan tanggapan mengenai desakan masyarakat untuk reformasi di tubuh Polri.

Capture YouTube Kompas TV
DESAKAN REFORMASI POLRI - Dalam foto: Penasihat ahli Kapolri, Irjen Pol Purn Aryanto Sutadi. Terkait desakan reformasi Polri dari masyarakat, Aryanto Sutadi menyebut, dibutuhkan sosok-sosok aparat kepolisian yang berintegritas tinggi dan tahu betul apa kelemahan di tubuh Polri. 

TRIBUNNEWS.COM - Penasehat ahli Kapolri Irjen (Purn) Aryanto Sutadi memberikan tanggapan mengenai desakan masyarakat untuk reformasi di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Desakan reformasi Polri kian menguat memasuki September 2025, setelah munculnya dugaan kekerasan aparat saat menangani massa demonstrasi pada akhir Agustus 2025 di Jakarta dan beberapa kota lain.

Apalagi, muncul penangkapan paksa, korban luka, maupun korban jiwa

Selain itu, desakan reformasi Polri semakin tajam seiring dengan tragedi tewasnya pengemudi ojek online (ojol), Affan Kurniawan (21) yang dilindas kendaraan taktis Brimob di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025) lalu.

Terbaru, Gerakan Nurani Bangsa (GNB) juga mengusulkan pembentukan komisi reformasi Polri kepada Presiden RI Prabowo Subianto.

GNB adalah kelompok yang terdiri dari tokoh-tokoh lintas agama dan bangsa seperti Pendeta Gomar Gultom (mantan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia/PGI), Lukman Hakim Saifuddin (mantan Menteri Agama RI), dan Nasaruddin Umar (Menteri Agama RI saat ini).

Prabowo, disebutkan oleh Pendeta Gomar Gultom, akan membentuk komisi reformasi Polri

"Tadi juga disampaikan oleh Gerakan Nurani Bangsa perlunya evaluasi dan reformasi kepolisian, yang disambut juga oleh Pak Presiden, (yang) akan segera membentuk tim atau komisi reformasi kepolisian."

"Saya kira ini juga atas tuntutan dari masyarakat yang cukup banyak," kata Pendeta Gomar Gultom seusai pertemuan dengan Prabowo di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Kamis (11/9/2025) malam, dilansir Kompas.com.

Butuh Sosok Integritas Tinggi dan Tahu Betul Kelemahan di Tubuh Polri

Terkait desakan reformasi Polri dari masyarakat, Aryanto Sutadi menyebut, dibutuhkan sosok-sosok aparat kepolisian yang berintegritas tinggi dan tahu betul apa kelemahan di tubuh Polri.

Aryanto juga mengakui bahwa kepolisian selalu menuai sorotan dan kritik tajam lantaran dinilai telah mengecewakan masyarakat.

Sehingga, reformasi Polri benar-benar dibutuhkan.

"Selama ini kan kita sudah mendengar-lah polisi dikritik terus gitu, terus perilakunya begitu mengecewakan masyarakat dan sebagainya," kata Aryanto, dikutip dari tayangan yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Senin (15/9/2025).

"Sudah dikasih contoh-contoh yang fatal bagaimana kalau polisi itu dirusak oleh para petinggi yang kurang bagus," tambahnya.

"Maka, kalau saya ditanya siapa yang paling cocok mengubah polisi supaya bisa jadi bagus, dibutuhkan seorang sosok yang, satu berintegritas tinggi dan masih mendambakan polisi itu baik. Dan yang kedua, yang tahu penyakitnya polisi dan bagaimana cara menyembuhkannya, tahu apa kelemahan-kelemahan polisi dan bagaimana cara mengatasinya," jelasnya.

"Kalau hanya dilihat orang di luar ya cuman integritas tinggi, tapi dia enggak ngerti pola seluk-beluknya polisi. Ya percuma aja nanti reformasinya di mana, bagaimana enggak ngerti gitu," tegas Aryanto.

Hampir Tidak Ada Sosok Seperti Hoegeng Lagi

Aryanto pun mengambil contoh sosok legendaris dalam sejarah kepolisian di Indonesia, yakni Hoegeng Iman Santoso, Kepala Staf Angkatan Kepolisian periode 1968-1971.

Hoegeng dinilai Aryanto sebagai sosok polisi terbaik dan tepat untuk menjadi panutan.

Namun, selama berkarier, Aryanto mengaku, hampir tidak ada pimpinan polisi yang seperti Hoegeng.

"Saya 50 tahun jadi polisi ya, dan sudah melihat para jenderal polisi, pimpinan polisi. Rasanya yang seperti Pak Hoegeng itu hampir tidak ada," ujar Aryanto.

"Ya, saya kira ini sosok yang paling bagus ya. Pembelajaran yang paling bagus untuk bangsa ini dan juga untuk polisi," imbuhnya.

"Sulit untuk yang sama dengan dia," lanjutnya.

Aryanto pun menilai, meski sosok seperti Hoegeng sulit ditemui, masyarakat tetap harus optimis untuk mencari sosok yang jujur dan berintegritas tinggi 

"Saya yang merasa diri saya tidak pernah korupsi, tidak macam-macam, saya enggak bisa menyamai Pak Hoegeng itu," papar Aryanto.

"Dan ke situlah polisi ingin menuju, sudah ada dalam rangka mengembangkan seperti Pak Hoegeng, itu ada Hoegeng Award," sambungnya.

"Tetapi terus terang, untuk mencari orang sejujur beliau dan integritasnya sangat tinggi kayak gitu sangat sulit di dalam zaman modern sekarang ini. Tapi paling tidak harus tetap optimis," tandasnya.

Sosok Hoegeng Iman Santoso

Jenderal Pol (Purn) Hoegeng Iman Santoso lahir pada 14 Oktober 1921 di Pekalongan, Jawa Tengah.

Ia merupakan putra sulung dari pasangan Soekarjo Kario Hatmodjo (jaksa di Pekalongan) dan Oemi Kalsoem. 

Hoegeng Iman Santoso meniti karier di era pasca-kemerdekaan dan puncaknya, ia diangkat sebagai Kapolri ke-5 pada 5 Mei 1968, menggantikan Soetjipto Joedodihardjo, dan menjabat hingga 1971. 

Selama masa kepemimpinannya, Hoegeng fokus pada pembenahan struktural Polri, termasuk pemberantasan korupsi, gratifikasi, dan praktik ilegal di internal kepolisian.

Ia dikenal sebagai polisi yang sangat jujur dan sederhana, sering menolak suap meskipun hidupnya pas-pasan.

Bahkan, Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah berkata, "Hanya ada tiga polisi yang tidak bisa disuap: patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng."

Konon hal itu diungkapkan Gus Dur dalam sebuah diskusi bertajuk "Dekonstruksi dan Revitalisasi Keindonesiaan" di Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Kamis, 31 Agustus 2006.

Sementara, Presiden RI ke-8 Prabowo Subianto menganugerahkan Bintang Republik Indonesia Utama kepada Jenderal Pol (Purn) Hoegeng Iman Santoso dalam acara pemberian tanda kehormatan di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/8/2025).

Hoegeng Iman Santoso wafat pada 14 Juli 2004 di usia 82 tahun, meninggalkan warisan sebagai teladan integritas bagi Polri.

(Tribunnews.com/Rizki A.)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved