Reshuffle Kabinet
Reshuffle Kabinet Dinilai Jadi Manuver Politik Presiden Prabowo di Tengah Badai
Pengamat nilai reshuffle kabinet merah putih menjelang satu tahun kepemimpinan Presiden Prabowo Subiano merupakan suatu keniscayaan.
Penulis:
Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik dan Keamanan sekaligus Dosen Universitas Paramadina, Febry Triantama menilai reshuffle kabinet merah putih menjelang satu tahun kepemimpinan Presiden Prabowo Subiano merupakan suatu keniscayaan.
Jika menilik ke belakang, kata Febry Triantama, Presiden Jokowi maupun Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga melakukan reshuffle dalam rentang waktu serupa, menjadikan tahun pertama sebagai momentum untuk ‘mengoreksi arah’ sekaligus menguji soliditas kabinet.
“Reshuffle kali ini tidak bisa hanya dibaca sebagai mekanisme evaluasi kinerja rutin,” kata Febry Triantama kepada Tribunnews, Selasa (9/9/2025).
Febry Triantama juga menyebut, pada awal Agustus yang lalu istana baru membantah adanya wacana reshuffle kabinet dalam waktu dekat.
Namun, dinamika politik dan keamanan nasional, mulai dari gelombang demonstrasi menolak isu tunjangan DPR, keresahan publik akibat kondisi ekonomi, hingga kerusuhan di sejumlah daerah, dapat diduga menjadi faktor penting yang mendorong rotasi di kabinet terjadi.
Hal ini terlihat dari dari pos-pos menteri yang di reshuffle di antaranta adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan.
Baca juga: Hardjuno Kritik Reshuffle Kabinet Prabowo: Jangan Sekadar Kosmetik, Rakyat Butuh Perubahan Nyata
Dia pun menyoroti soal posisi Menkeu menjadi sorotan utama. Isu yang beredar menyebut Sri Mulyani telah dua kali mengajukan pengunduran diri, namun ditolak presiden karena dikhawatirkan menimbulkan kepanikan pasar, terlebih setelah kerusuhan sosial yang meluas.
“Meski pada akhirnya posisi Menteri Keuangan tetap berganti, jeda waktu satu minggu setelah kondisi Jakarta dan daerah lain mulai kondusif cukup memberi waktu kepada pemerintah agar memastikan pasar tetap tenang dan terkendali,” paparnya.
Menariknya, posisi Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan yang sebelumnya dijabat Jenderal (Purn) Budi Gunawan belum mendapatkan penggantinya hari ini.
Padahal tentunya posisi ini amat strategis dalam Kabinet Merah Putih.
Kosongnya posisi Menko Polkam mungkin saja karena Presiden Prabowo Subianto memerlukan waktu yang lebih lama untuk melakukan konsolidasi politik, terutama dengan PDI Perjuangan (PDIP).
“Meski bukan kader dan telah dibantah sebagai representasi PDIP di kabinet, Budi Gunawan selama ini dikenal dekat dengan PDIP, sehingga pergantian di pos ini bukan tidak mungkin memiliki sensitivitas politik yang lebih tinggi dibanding pos menteri lain yang di reshuffle,” jelasnya.
Reshuffle yang dilakukan oleh Presiden Prabowo ini mengandung pesan simbolik. Dimana, pemerintah ingin menunjukkan ketangkasan dalam merespons dinamika politik, ekonomi, dan keamanan.
Namun di sisi lain, publik kini menanti bukti nyata bahwa wajah baru kabinet mampu mengurai keresahan sosial-ekonomi yang dirasakan.
“Tanpa itu, reshuffle bisa terbaca sebatas manuver politik yang lebih reaktif daripada solutif,” tandasnya.
Baca juga: Beda Tradisi Jokowi dan Prabowo Saat Reshuffle Kabinet: Jokowi Pilih Rabu Pon, Prabowo Senin Pon
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.