Sorotan Pekan Ini: Tunjangan Rumah Anggota DPR dan Warga Sukabumi Meninggal Karena Cacingan
Sorotan pekan ini terkait rumah dinas untuk Anggota DPR dan warga Sukabumi meninggal karena cacingan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI periode 2024-2029 mendapatkan tunjangan rumah senilai Rp 50 juta setiap bulan.
Seluruh Anggota DPR yang berjumlah 580 orang masing-masing mendapatkan tunjangan tersebut.
Dengan demikian Rp 29 miliar anggaran negara dikeluarkan untuk tunjangan rumah anggota DPR setiap bulan.
Dengan tunjangan ini maka Anggota DPR RI tidak lagi mendapatkan rumah dinas sebagaimana yang didapatkan anggota dewan periode sebelumnya.
Tentu saja dengan tunjangan Rp 50 juta per bulan ini maka pendapatan Anggota DPR meningkat setiap bulannya hampir mencapai Rp 100 juta per bulan.
Akhir-akhir ini besaran pendapatan anggota Dewan ini menjadi sorotan publik.
Penjelasan Pimpinan DPR RI
Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menjelaskan komponen pendapatan anggota dewan serta alasan kebijakan penggantian rumah dinas menjadi tunjangan perumahan.
"Langkah ini diambil sebagai bentuk akuntabilitas sekaligus memastikan masyarakat mendapat informasi yang utuh dan tidak terpotong-potong," kata Adies dalam keterangan tertulisnya, Rabu (20/8/2025).
Ia menerangkan, setiap anggota DPR menerima gaji pokok yang telah tertuang di dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 75 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara Serta Uang Kehormatan Anggota Lembaga Tertinggi Negara.
Di luar itu, terdapat beberapa tunjangan seperti tunjangan keluarga, beras, serta tunjangan jabatan sesuai aturan bagi pejabat negara, sesuai dengan Surat Menteri Keuangan Nomor S-520/MK.02/2015.
Menurut Adies seiring tugas yang menuntut intensitas komunikasi politik dan kerja-kerja representasi, anggota DPR juga memperoleh tunjangan komunikasi intensif.
Lalu ada juga tunjangan untuk mendukung asisten ahli yang membantu penyusunan naskah maupun kajian.
Terkait Tunjangan Perumahan, ia menyebut bukanlah kenaikan baru melainkan pengalihan fasilitas rumah jabatan anggota DPR yang selama ini berada di Kalibata dan Ulujami.
"Dengan mekanisme ini, anggota DPR dapat menyewa rumah atau mengelola tempat tinggalnya secara fleksibel tanpa perlu menambah beban pemeliharaan aset negara," ujar Politikus Fraksi Partai Golkar ini dikutip dari Kompas.TV.
DPR memahami kondisi ekonomi masyarakat saat ini masih penuh tantangan, sehingga pembahasan mengenai gaji dan tunjangan publik figur seperti anggota DPR seringkali menimbulkan sensitivitas.
"Perubahan hanya terjadi pada pola penyediaan fasilitas perumahan yang lebih praktis sekaligus efisien dari sisi anggaran negara," ucapnya.
Dengan penjelasan ini, ia berharap masyarakat dapat melihat secara lebih jernih.
Balita Meninggal di Sukabumi Karena Cacingan
Berita lainnya yang menjadi sorotan pekan ini adalah kasus Raya bocah berusia empat tahun yang meninggal karena penyakit cacingan ekstrem.
Raya bocah asal Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, setelah sembilan hari koma dan dirawat di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi, pada 22 Juli 2025.
Raya meninggal karena penyakit cacingan atau Ascariasis.
Ascariasis merupakan infeksi parasit Ascaris lumbricoides atau cacing gelang yang banyak ditemukan di dalam tanah.
Ascariasis sering terjadi pada anak-anak di wilayah tropis dan subtropis, terutama di kawasan dengan sanitasi buruk dan tidak higienis.

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Bupati Sukabumi Asep Jabar buka suara.
Dedi Mulyadi melayangkan teguran terhadap Asep Japar.
Ia menilai Asep abai terhadap warganya, hingga terjadi kasus seperti Raya.
"Bupati (Sukabumi) kita tegur, kita tegur keras. Ini tidak boleh lagi seperti itu," tegas Dedi dikutip dari TribunJabar.id.
Dedi menekankan kepada Asep dan jajarannya untuk tidak santai-santai dalam bekerja.
"Sukabumi itu kan problemnya banyak, infrastrukturnya buruk, kemudian sembilan ribu rumah yang terkena gempa belum terehabilitasi."
"Ini diperlukan kecekatan Bupati untuk kerja keras, tidak bisa landai lagi," urai dia.
Sementara Asep Jabar mengatakan kedua orang tua Raya mengalami gangguan mental sehingga bocah berusia empat tahun itu mendapat pola asuh yang salah.
"Jadi memang kedua orang tuanya punya kurang terutama dari sumber daya manusia (SDM) juga dari segi mentalnya memang dia agak terganggu," ungkap Asep dikutip dari Tribun Jabar.
"Jadi intinya pola asuh yang salah sehingga anak telantarkan, mungkin anak main dimana saja. Termasuk apa yang cerita di medsos," imbuh dia.
Asep membantah pihaknya kecolongan terkait kasus Raya.
Sebelum Raya meninggal, kata Asep, ada peran upaya pelayanan kesehatan di lingkungan tempat tinggalnya.
Informasi ini diketahui Asep dari nenek Raya.
"Saya langsung ketemu dengan neneknya cerita itu. Bahwa kita tidak diam, bahkan itu masih saudaranya kepala desa, termasuk kepala desanya punya bidan juga di sana. Jadi itu tidak dibiarkan, hadir di sana," jelas Asep.
"Jadi bukan seolah-olah di berita itu bahwa pemerintah itu tidak hadir, dan saya sudah menegaskan kepada seluruh perangkat daerah termasuk kecamatan, desa, dan RT/RW, kita harus betul-betul ke depan melayani masyarakat itu dengan baik karena kita sebagai pelayanan publik," tegasnya.
Sumber: Tribunnews.com/Kompas.TV/Kompas.com/Tribun Jabar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.