Rawat Barang Bukti Korupsi Ternyata Mahal, Satu Mobil Mewah Habiskan Rp 7 Juta Per Bulan
Kepala Badan Pemulihan Aset Kejagung Amir Yanto mengungkapkan tingginya biaya perawatan barang bukti dari kasus tindak pidana korupsi.
Penulis:
Igman Ibrahim
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Badan Pemulihan Aset Kejaksaan Agung (Kejagung), Amir Yanto, mengungkapkan tingginya biaya perawatan barang bukti dari kasus tindak pidana korupsi.
Salah satunya adalah untuk pemeliharaan kendaraan mewah yang membutuhkan anggaran cukup besar setiap bulannya.
“Untuk mobil mewah, pengelolaan kita serahkan kepada pihak swasta, namun demikian juga biaya cukup mahal, yaitu untuk mobil mewah rata-rata sebulan satu mobil sebesar 7 juta rupiah,” ujar Amir kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Ia menjelaskan, selain kendaraan mewah, Kejagung juga harus menanggung biaya pemeliharaan untuk benda sitaan lain seperti tas branded dan alat berat.
"Kemudian untuk tas mewah, seperti tempatan di tempat penyimpanan di ruangan tertentu, di Kejaksaan, dan juga 55 unit alat berat kami titipkan kepada Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung,” jelasnya.
Baca juga: KPK Tetap Usut Kasus PMT Kemenkes Meski Sudah Dihentikan Polri-Kejagung, Ini Kata Pengamat
Amir menambahkan, pengelolaan benda sitaan dilakukan agar aset tetap terjaga nilainya sebelum masuk tahap pelelangan.
Hal itu dianggap penting karena banyak barang sitaan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, namun berisiko turun harga jika tidak dirawat dengan baik.
61 Persen Barang Rampasan Tak Laku Lelang
Amir Yanto, mengungkapkan kendala yang dihadapi dalam proses eksekusi dan pelelangan barang rampasan negara dari perkara tindak pidana korupsi.
Menurutnya, banyak aset yang gagal terjual karena nilai limit lelang ditetapkan terlalu tinggi.
Baca juga: Eksekusi Silfester Matutina Tertunda Sejak 2019, Kejagung Ungkap Faktor Penghambat
“Nilai limit lelang berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan penilai relatif tinggi oleh KJPP, maka sebagai perbandingan tahun 2024 barang-barang dilelang sebesar 61 persen lebih itu tidak terjual karena tidak ada peminat nilainya terlalu tinggi,” ujar Amir Yanto.
Selain masalah harga, Amir menambahkan ada pula hambatan lain dalam eksekusi aset rampasan, yakni jaminan kebendaan berupa hak tanggungan.
“Ini apabila dalam hak tanggungan ada royal, oleh karena itu tanpa seizin dari pihak dari pemegang tanggungan maka tidak bisa dicari, sehingga menghambat lelang. Belum ada aturan yang memberi penyelesaian masalah tersebut,” jelasnya.
Ia juga menyoroti aset dalam bentuk saham dan reksadana yang sulit dilelang karena tidak lagi memiliki nilai pasar.
“Kemudian saham dan reksadana yang tidak marketable, suspend dan delisting,” ucapnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.