Senin, 29 September 2025

Royalti Musik

Penyanyi Cafe Ikut Gugat UU Hak Cipta, Mengaku Hanya Dapat Rp 300 Ribu Karena Dipotong Bayar Royalti

Tak hanya Ariel NOAH bersama sejumlah musisi top yang mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tribunnews.com/ Mario Christian Sumampow
GUGAT UU HAK CIPTA - Kuasa Hukum perkara Nomor 37/PUU-XXIII/2025 untuk pengujian Undang-Undang Hak Cipta, David Surya saat diwawancari di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (7/8/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ternyata tidak hanya Ariel NOAH bersama sejumlah musisi top yang mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Saat ini, tercatat ada dua permohonan.

Pertama, permohonan Ariel dkk yang teregister dalam nomor perkara 28/PUU-XXIII/2025.

Kedua, permohonan lainnya diregister dalam Nomor 37/PUU-XXIII/2025.

Meski sama-sama menguji UU Hak Cipta, terdapat fokus tujuan yang berbeda antara para pemohon.

Baca juga: 10 Lagu Nasional yang Bisa Kena Biaya Royalti karena Bukan Domain Publik, Indonesia Raya Ada?

Kuasa hukum pemohon nomor 37, David Surya menekankan ihwal persoalan royalti yang jadi salah satu alasan pengajuan permohonan, tidak hanya jadi masalah bagi artis-artis papan atas saja.

Royalti adalah pembayaran yang diberikan kepada pemilik hak atas kekayaan intelektual, seperti hak cipta, paten, atau merek dagang, sebagai imbalan atas penggunaan aset tersebut. Biasanya, royalti dibayarkan dalam bentuk persentase dari pendapatan atau berdasarkan jumlah penggunaan. 

Ia menegaskan, ada pula pelaku pertunjukan yang setiap harinya tampil dari cafe ke cafe dengan membawakan lagu ciptaan orang lain.

Baca juga: Menteri Ekonomi Kreatif Sebut Pemilik Kafe Tetap Harus Bayar Royalti Jika Putar Lagu Musisi

Bayaran mereka pun jauh berbeda jika dibandingkan dengan penyanyi yang sudah berselancar puluhan tahun di belantika musik Indonesia.

“Jadi jangan diartikan bahwa artis atau pelaku pertunjukan itu selalu harus yang top papan atas, yang harus menghasilkan ratusan juta atau miliaran,” kata David saat diwawancarai setelah sidang. 

“Jadi kita justru mau membuka mata masyarakat bahwa banyak orang yang memiliki profesi pelaku pertunjukan dan mengandalkan hidupnya penghasilan dari menyanyikan lagu-lagu ciptaan orang lain,” sambungnya.

Persoalan royalti ini pun jadi kekhawatiran bagi para 'penyanyi kecil'.

Pasalnya, honor yang mereka terima masih harus dipotong dengan alasan untuk pembayaran royalti. 

Seperti saksi yang pernah David hadirkan di persidangan sebelumnya, dibayar Rp 500 ribu untuk penampilannya.

Namun, harus menerima kenyataan jumlah nominal itu ia tak bisa diterima seluruhnya.

“Jadi bahkan kemarin kita bawa saksi fakta, artis yang memang hanya berpenghasilan 300 ribu saja,” jelasnya.

Tak bisa dipungkiri, David menyebut, saat ini masih ada beberapa pihak yang sangat menerapkan hak eksklusif atas lagu ciptaannya.

Padahal hal itu dirasa David berbanding terbalik dengan semangat masyarakat Indonesia yang menerapkan gotong royong sebagaimana sebelumnya disampaikan hakim konstitusi Arief Hidayat dalam sidang.

“Karena memang segelintir pencipta ini terus menerus mengemukakan bahwa pentingnya hak eksklusif, pentingnya hak ekonomi. Maka saya ingin mengutip apa yang disampaikan oleh Prof Arief Hidayat kemarin, bahwa jiwa masyarakat Indonesia adalah jiwa gotong royong bukan individualis kapitalis,” tuturnya.

Berangkat dari situ, David mengklaim, tercipta ihwal segala ciptaan tetap memiliki fungsi sosial dan ketersediaan yang cukup untuk digunakan oleh orang lain tanpa perlu ada otorisasi dari penciptanya.

David bersama rekannya menjadi pengacara pro bono dalam perkara ini. 

Alasannya, untuk membela penuh para penyanyi kecil yang takut untuk tampil akibat persoalan royalti.

Sebagai informasi, perkara nomor 28 dimohonkan oleh 28 musisi, di antaranya Armand Maulana, Nazriel "Ariel" Irham, Bernadya, Bunga Citra Lestari, dan Rossa. Mereka tergabung dalam Gerakan Satu Visi.

Permohonan uji materi tersebut salah satunya dipicu oleh perkara yang menimpa Agnez Mo, yang digugat oleh pencipta lagu "Bilang Saja", Ari Bias. Ia dinilai menggunakan lagu tersebut tanpa izin langsung dan tanpa membayar royalti.

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan gugatan dan menghukum Agnez Mo membayar ganti rugi Rp1,5 miliar. Selain itu, ia juga dilaporkan ke polisi atas dugaan pelanggaran pidana dalam Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta.

Sementara itu, perkara nomor 37 dimohonkan oleh lima pelaku pertunjukan dari grup musik T’Koes Band dan Saartje Sylvia, yang dikenal sebagai Lady Rocker pertama Indonesia. 

Para pemohon menilai sejumlah pasal dalam UU Hak Cipta tidak memberikan kepastian hukum, sehingga mereka meminta Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan Pasal 113 ayat (2) huruf f dan menafsirkan ulang sejumlah pasal lainnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan