Senin, 29 September 2025

Pimpin Diplomasi Indonesia–Jepang di Osaka, Moeldoko Bicara Jalur Budaya Sebagai Jalan Perjuangan

Moeldoko, menjadi pembicara dalam acara diplomasi di Jepang bertajuk Sakuranesia “Friend-Ship” Japan–Indonesia Cultural Dialogue.

Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
Handout/IST
Moeldoko menjadi pembicara dalam acara bertajuk Sakuranesia “Friend-Ship” Japan–Indonesia Cultural Dialogue di Paviliun Indonesia, Expo 2025 Osaka–Kansai, Jepang. Selain Moeldoko hadir juga Iehiro Tokugawa, pewaris generasi ke-19 dari keluarga Tokugawa, salah satu klan paling berpengaruh dalam sejarah Jepang. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Staf Kantor Kepresidenan Moeldoko, menjadi pembicara dalam acara diplomasi di Jepang bertajuk Sakuranesia “Friend-Ship” Japan–Indonesia Cultural Dialogue.

Adapun acara tersebut sebagai panggung dialog lintas budaya yang menyoroti pentingnya perdamaian, keamanan manusia, dan martabat dalam konteks dunia yang semakin kompleks secara geopolitik.

Moeldoko menegaskan bahwa diplomasi budaya adalah salah satu bentuk resolusi konflik yang paling bermartabat dan berkelanjutan.

“Sebagai aktor formal, saya sudah selesai. Tetapi sebagai prajurit, saya adalah prajurit yang tidak pernah mati: old soldier never die. Kini saya memilih jalur budaya sebagai arena perjuangan,” ujar Moeldoko dalam diskusi panel panel utama yang bertema “Peace, Human Security & Dignity, Jumat (1/8/2025).

Sementara itu, narasumber lainnya, Iehiro Tokugawa, pewaris generasi ke-19 dari keluarga Tokugawa, salah satu klan paling berpengaruh dalam sejarah Jepang, menekankan pentingnya menjaga warisan moral dan budaya leluhur sebagai kekuatan lembut (soft power) untuk memelihara stabilitas global.

Dalam acara tersebut, Wakil Walikota Nanto, Muneto Saito, mempersembahkan sebuah hokora—kuil kecil dengan ukiran khas daerah Inami—kepada perwakilan Indonesia.

Hokora ini akan ditempatkan di Kuil Shin’yū di Indonesia sebagai simbol persahabatan abadi antara kedua negara.

"Momen ini menjadi penegasan penting bahwa kerja sama budaya tidak hanya berhenti pada dialog, tetapi juga diwujudkan melalui simbol konkret yang membawa makna spiritual dan historis," kata Muneto Saito.

Semangat kolaborasi diwujudkan dalam pertunjukan seni lintas negara. Kota Nanto menampilkan dua kelompok seni unggulannya, yakni Kiyari Dance Group, dengan 31 penari yang menampilkan tarian tradisional Jepang, dan Sukiyaki Steel Orchestra, grup musik yang memadukan instrumen baja dengan irama modern.

Kedua kelompok ini tampil bersama Duta Melati, grup seniman muda dari Indonesia, dalam pertunjukan bertajuk Kyōen (kebersamaan suara). 

Kolaborasi ini menyampaikan pesan universal bahwa seni adalah bahasa yang mampu melampaui batas bahasa, bangsa, dan ideologi.

Moeldoko mengatakan pentingnya membangun "negara berperasaan”, sebuah negara yang menjamin rasa damai, rasa aman, dan martabat warganya.

“Politik kasih sayang bukanlah slogan. Ia tumbuh diam-diam dalam keputusan-keputusan kecil yang adil. Di sekolah yang menerima anak miskin. Di puskesmas yang tidak memandang status. Di jalan desa yang tetap diperbaiki meski tak viral,” kata Moeldoko.

Dia menekankan pidatonya dengan ajakan simbolis kepada Tokugawa.

"Mari kita bermain di bawah Pohon Kuri, Tokugawa-san. Dan kita bersama mewujudkan negara berperasaan: negara yang hadir bagi yang lemah, adil bagi yang berbeda, dan setia pada rasa kemanusiaan," tandasnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan