Kasus Suap di Kementerian Tenaga Kerja
Usut Aliran Dana Pemerasan TKA, KPK Dalami Pembelian Aset yang Dilakukan Tersangka dan Keluarga
KPK terus mendalami aliran dana dalam kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi terkait pengurusan RPTKA Kemnaker.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami aliran dana dalam kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga orang saksi untuk menelusuri penggunaan uang haram tersebut, termasuk untuk pembelian aset yang dilakukan para tersangka dan keluarganya.
Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Ketiga saksi yang hadir adalah Siti Fahriyani Zahriyah yang berprofesi sebagai guru, serta Gioatika Pramodawardani dan Berry Trimadya dari pihak swasta.
"Penyidik mendalami terkait penerimaan uang dari para agen TKA, penggunaan rekening untuk menampung uang, serta asal usul atau pembelian aset oleh tersangka dan keluarganya," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis.
Baca juga: KPK Telusuri Asal-usul Harley Davidson Sitaan dari Eks Stafsus Menaker Ida Fauziyah
Fokus penyidikan pada pembelian aset keluarga ini sejalan dengan temuan KPK bahwa uang hasil pemerasan yang terkumpul digunakan untuk kepentingan pribadi para tersangka, termasuk dialihkan dalam bentuk properti dan barang berharga lainnya yang diatasnamakan anggota keluarga untuk menyamarkan asal-usulnya.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka.
Mereka adalah Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker tahun 2020–2023 Suhartono.
Baca juga: KPK Tahan Seluruh Tersangka Kasus Pemerasan Izin Kerja Tenaga Asing di Kemnaker, Total 8 Orang
Kemudian Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2019–2024 yang kemudian diangkat menjadi Dirjen Binapenta dan PKK tahun 2024–2025 Haryanto; Direktur PPTKA tahun 2017–2019 Wisnu Pramono.
Selanjutnya Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan PPTKA tahun 2020–Juli 2024 yang diangkat menjadi Direktur PPTKA 2024–2025 Devi Anggraeni; Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta dan PKK tahun 2019–2021 sekaligus PPK PPTKA tahun 2019–2024 dan Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing Direktorat PPTKA tahun 2021–2025 Gatot Widiartono.
Lalu Staf pada Direktorat PPTKA pada Ditjen Binapenta dan PKK tahun 2019–2024 Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Para tersangka diduga secara sistematis melakukan pemerasan terhadap perusahaan yang mengurus izin TKA.
Modus Pemerasan
Berdasarkan konstruksi perkara, para pejabat Kemnaker, yaitu Suhartono (SH), Haryanto (HY), Wisnu Pramono (WP), dan Devi Angraeni (DA), diduga memerintahkan stafnya untuk mempersulit atau memperlambat proses pengajuan RPTKA bagi pemohon yang tidak memberikan sejumlah uang.
Modusnya antara lain dengan tidak memberitahukan kekurangan berkas, tidak memberikan jadwal wawancara, hingga mengulur-ulur waktu penerbitan. Hal ini memaksa pemohon untuk membayar sejumlah uang agar RPTKA segera terbit dan terhindar dari denda Rp1 juta per hari bagi TKA yang izinnya terhambat.
Selama periode 2019–2024, para tersangka diduga berhasil mengumpulkan uang pemerasan sedikitnya Rp53,7 miliar.
Uang tersebut kemudian dibagi-bagikan di antara mereka, dengan rincian penerimaan terbesar oleh Haryanto (Rp18 miliar) dan Putri Citra Wahyoe (Rp13,9 miliar).
Selain dinikmati oleh delapan tersangka, uang tersebut juga dibagikan secara rutin setiap dua minggu kepada sekitar 85 pegawai di lingkungan Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) dengan total mencapai Rp8,94 miliar.
Hingga kini, seluruh tersangka telah ditahan.
KPK juga telah menerima pengembalian uang dari berbagai pihak terkait perkara ini dengan total mencapai Rp8,61 miliar yang disetorkan ke rekening penampungan KPK.
Penyidik masih terus melakukan penelusuran untuk mengungkap keterlibatan pihak lain dan praktik korupsi yang diduga telah berlangsung bahkan sebelum tahun 2019.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.