Kwik Kian Gie Meninggal Dunia
Andreas Hugo Pareira Kenang Kwik Kian Gie Melalui Tulisan ‘Seandainya Aku Konglomerat’ di Kompas
Andreas Hugo Pareira kenang Kwik Kian Gie lewat tulisan “Seandainya Aku Konglomerat” yang tajam kritik Orde Baru.
TRIBUNNEWS.COM - Politisi senior PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira, mengenang sosok ekonom kritis Kwik Kian Gie (KKG) lewat secuplik memori yang melekat kuat dalam benaknya sejak era 1980-an.
Dalam pernyataannya, Andreas menyoroti peran penting Kwik sebagai intelektual yang berani bersuara di tengah kesunyian kritik pada masa Orde Baru.
"Saya mulai mengenal Pak KKG melalui tulisan-tulisan opini beliau di harian Kompas pada tahun 1980-an ketika kami masih di bangku kuliah. Ketika itu tidak banyak ekonom yang berani secara terbuka mengkritik pemerintah Soeharto. KKG dengan bahasanya yang lugas mengkritik dan mengajarkan kepada bangsa ini membangun negara dengan dedikasi dan integritas," ujar Andreas dalam keterangannya pada Selasa (29/7/2025)
Salah satu tulisan Kwik Kian Gie yang paling berkesan bagi Andreas adalah opini berjudul “Seandainya Aku Konglomerat” yang dimuat di Kompas.
Menurutnya, artikel tersebut bukan hanya kritis, tetapi juga tajam dan menyentuh inti persoalan ekonomi-politik Indonesia kala itu—bahkan masih relevan hingga hari ini.
"Tulisan itu sangat berkesan karena kritis dan tajam, menusuk masuk pada persoalan ekonomi politik Indonesia pada masa itu dan nampaknya masih berlangsung sampai saat ini," imbuhnya.
Selain dikenal sebagai ekonom berani, Andreas juga mengapresiasi kontribusi Kwik dalam bidang pendidikan.
Ia menyebut pendirian Institut Prasetya Mulya dan Institut Ilmu Bisnis Indonesia sebagai warisan berharga dari pemikiran dan perjuangan Kwik di luar dunia politik.
"Di masa reformasi, KKG dengan caranya mengkritik ekonomi Orde Baru yang mulai runtuh di akhir dekade 90-an. Dalam salah satu seminar, KKG mengungkapkan: 'Ekonomi Indonesia tidak akan runtuh seandainya Soeharto pada masa itu melaksanakan semua apa yang dipidatokannya'," kenang Andreas.
Menutup pesan duka dan refleksi, Andreas menyampaikan salam perpisahan dengan penuh hormat.
"Nampaknya, peringatan dari KKG masih tetap aktual untuk mengenang KKG dan merefleksikan situasi Indonesia saat ini. Selamat jalan Pak Kwik. Beristirahatlah dalam damai," tambahnya.
Profil Kwik Kian Gie
Dikutip dari laman kwikkiangie.com, Kwik Kian Gie merupakan sosok kelahiran 11 Januari 1935 di Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Ia merupakan lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI). Lalu, dia melanjutkan studi di Nederlandsche Economiche Hogeschool, Roterdam, Belanda selama tujuh tahun dari 1956-1963.
Lalu, pada 1963-1964, dia bekerja sebagai asisten atase kebudayaan dan penerangan pada Kedutaan Besar (Kedubes) RI di Den Haag, Belanda.
Setahun berselang, Kwik ditunjuk menjadi Direktur Nederlands-Indonesische Goederen Associatie, namun bubar sebelum berdiri.
Kemudian, pada 1970, Kwik menjabat sebagai Direktur NV Handelsonderneming "IPILO Amsterdam".
Setelah lama di Belanda, dia memutuskan untuk kembali ke Tanah Air meski sempat menganggur selama setahun.
Namun, pada 1971, ia memutuskan terjun ke dunia bisnis bersama dengan pebulutangkis era tahun 1955-1967, Ferdinand Alexander Sonneville, dan mantan anggota tim Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN, Indra Hattari.
Kwik dan kedua rekannya itu mendirikan lembaga keuangan non-bank pertama di Indonesia bernama PT Indonesian Financing and Investment Company. Namun, perusahaan tersebut didirikan tanpa izin karena pemerintah era Soeharto belum memiliki peraturan terkait organisasi usaha seperti yang didirikan Kwik dkk.
Lalu, Kwik kembali mendirikan beberapa perusahaan bersama keedua rekannya itu seperti PT Altron Panorama Electronic, PT Jasa Dharma Utama, PT Cengkhi Zanzibar, dan PT ABN Amro Finance.
Jauh sebelum terjun di dunia bisnis, Kwik ternyata sempat mendirikan sekolah, yaitu SMA Erlangga di Surabaya, Jawa Timur. Bahkan, ia juga sempat menempuh pendidikan di sekolah yang didirikannya dan duduk di kelas XII.
Kwik tampaknya memang ingin mengembangkan pendidikan ekonomi di Indonesia yang dibuktikan dengan mendirikan sekolah Magister Administrasi Bisnis (MBA) pertama di Indonesia, yaitu Institut Manajemen Prasetiya Mulya (kini Universitas Prasetiya Mulya) pada 1982 di Cilandak, Jakarta Selatan.
Pendirian sekolah itu dilakukannya dengan pakar ekonomi Jusuf Panglyakim atau Jusuf Pangestu.
Tak sampai di situ, Kwik juga mendirikan Institut Bisnis dan Informatika Indonesia (IBII) pada 1987, bersama dengan pendiri PT Konimex, Djoenaedi Joesoef, dan mantan pemilik Bank Umum Nasional (BUN), Kaharudin Ongko.
Selain di dunia bisnis dan pendidikan, Kwik juga sempat terjun ke dunia politik dengan bergabung ke Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 1987.
Pada tahun yang sama, dia mewakili PDI sebagai anggota Badan Pekerja MPR. Lalu, ketika PDI berubah nama menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri, Kwik merangkap jabatan sebagai Ketua DPP dan Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan.
Kariernya di dunia politik terus menanjak ketika dirinya menjadi Wakil Ketua MPR pada Oktober 1999.
Namun, jabatannya tersebut hanya diembannya lama karena di bulan yang sama, ia ditunjuk oleh Gus Dur menjadi Menko Ekuin.
Lalu, dia pun ditunjuk oleh Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri sebagai Kepala Bappenas pada 2001-2004.
Selepas Megawati lengser, Kwik sempat diwacanakan untuk menjadi capres independen pada Pemilu 2004. Namun, hal tersebut tak terealisasi karena undang-undang saat itu tidak memperbolehkannya.
Kwik Kian Gie Meninggal Dunia
Kwik Kian Gie Berpulang, Keluarga Siapkan Kremasi Tertutup |
---|
Wapres Gibran Melayat ke Rumah Duka Sentosa Tempat Kwik Kian Gie Disemayamkan |
---|
Kwik Kian Gie Wafat, Mahfud MD: Patah Tumbuh, Hilang Berganti |
---|
Jimly Melayat ke Rumah Duka, Kenang Kwik Kian Gie Sebagai Ekonom Kritis di Era Orde Baru |
---|
PDIP Kenang Sosok Kwik Kian Gie: Pikiran-pikiran Pak Kwik Selalu Bernas dan Kritis |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.