Perdagangan Bayi
Komisi III DPR Desak Polri Usut Tuntas Kasus Perdagangan Bayi ke Singapura
DPR minta Polri tangkap aktor intelektual di balik sindikat perdagangan bayi ke Singapura.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Gilang Dhielafararez mendesak Polri mengusut tuntas soal kasus perdagangan bayi ke Singapura.
Politikus muda kelahiran tahun 1989 ini meminta kasus ini tidak hanya berhenti pada pelaku lapangan dalam pengungkapan, tetapi juga menangkap aktor intelektual di balik sindikat kejahatan tersebut.
"Kita butuh penyelidikan menyeluruh yang berani menyentuh akar jejaring, bukan hanya dahan dan rantingnya. Tumpas tuntas dengan menangkap aktor intelektualnya," ujar Gilang kepada wartawan, Jumat (18/7/2025).
Menurutnya, kasus yang diungkap Polda Jawa Barat itu bukan sekadar pelanggaran hukum biasa.
Dia menilai penjualan bayi ke Singapura ini bentuk kejahatan terorganisir yang menunjukkan celah serius dalam sistem birokrasi dan hukum Indonesia.
“Kami berharap semua pihak yang terlibat bisa terungkap,” tambah dia.
Baca juga: Kasus Perdagangan Bayi ke Singapura Terbongkar: Orang Tua Melapor karena Bayaran Kurang
Legislator PDIP itu pun meminta agar pemerintah segera menjalankan skema kerja sama internasional dalam pengusutan kasus ini.
Salah satunya dengan menggandeng otoritas Singapura dan Interpol, untuk menelusuri pihak-pihak di luar negeri yang diduga menjadi pembeli bayi-bayi tersebut.
"Kolaborasi lintas negara menjadi kunci dalam membongkar rantai perdagangan manusia yang bersifat transnasional," kata ayah dua anak itu.
Suami dari Stephanie Ade Irawan itu juga menyoroti aspek pelanggaran administratif pencatatan data kependudukan dalam kasus perdagangan bayi tersebut.
Menurut dia, keberadaan kartu keluarga (KK) dan paspor resmi para bayi yang diperjualbelikan menunjukkan adanya kebocoran dalam sistem birokrasi negara.
Baca juga: 3 Fakta Kasus Penjualan Bayi ke Singapura: Orangtua Anak Lapor Karena Hanya Dibayar Rp600 Ribu
“Jika seorang bayi bisa dimasukkan ke dalam Kartu Keluarga palsu dan memperoleh paspor resmi, maka sudah saatnya kita akui ada kebocoran fatal dalam birokrasi negara,” ucap Gilang.
“Kita tidak sedang bicara soal kelalaian prosedural, melainkan kejahatan sistemik terhadap anak-anak yang bahkan belum sempat memiliki pilihan atas nasibnya sendiri. Negara tidak boleh menoleransi hal ini dalam bentuk apa pun,” tandas lulusan SI Universitas Trisakti itu.
Polda Jawa Barat berhasil membongkar sindikat perdagangan bayi ke Singapura.
Lima bayi berhasil diamankan yang kini berada di Panti Asuhan Bayi Sehat, Kota Bandung, Jawa Barat.
Dari sindikat ini, belasan pelaku berhasil diringkus dan kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Baca juga: Update Kasus Penjualan Bayi di Jabar setelah Penetapan 16 Tersangka
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, mengatakan, para tersangka ini memiliki peran yang berbeda-beda.
"Bayi-bayi yang baru lahir, oleh tersangka diserahkan ke penampung tersangka M, tersangka Y, tersangka W, dan tersangka J dengan harga Rp10 juta hingga Rp16 juta dengan perincian pembagian sesuai harga disepakati antara tersangka A dengan ibu bayi."
"Kemudian sisanya dibagi antara tersangka A dan tersangka M atau tersangka YT," ujar Hendra dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Kamis (17/7/2025).
Dilansir TribunJabar.id, bayi-bayi malang tersebut juga diasuh dan dirawat oleh tersangka YN.
YN yang bertugas sebagai pengasuh ini digaji oleh tersangka berinisial L sebesar Rp2,5 juta dan diberi uang Rp1 juta untuk biaya keperluan bayi.
"Bayi-bayi ini kemudian diadopsi secara ilegal di Singapura."
"Setelah bayi berusia dua hingga tiga bulan, atau sesuai permintaan tersangka L, bayi-bayi itu dikirim ke Jakarta."
"Proses pemindahan bayi dilakukan oleh tersangka YN. Penyerahan bayi tergantung arahan tersangka L," jelas Hendra.
Baca juga: Uang Rp10 Juta Jadi Awal Terbongkarnya Kasus Perdagangan Bayi di Jawa Barat
Hendra menuturkan, dari fakta yang didapat polisi, bayi yang hendak diperdagangkan juga dibawa ke Pontianak, Kalimantan Barat.
"Selama bayi-bayi ada di Pontianak, mereka diasuh oleh beberapa pengasuh yang ada di bawah kendali tersangka AHA.
"Para pengasuh mendapat bayaran Rp2,5 juta per anak," ucapnya.
Tersangka AHA ini juga berperan sebagai orang yang membuat dokumen palsu.
"Peran tersangka AHA ialah mencarikan orang tua kandung palsu untuk bayi dengan cara memasukkan identitas bayi ke dalam KK orang yang mau menjadi orangtua palsu. Dan, mendapat imbalan Rp5 juta hingga Rp6 juta," jelasny
Diketahui, polisi telah menetapkan 16 orang jadi tersangka.
Dari 16 orang tersebut, tiga orang masuk daftar pencarian orang (DPO).
Ketiganya yakni Lie Siu Luan alias Lily S alias Popo alias Ai (69) yang berperan sebagai agen di Indonesia.
Selain itu, ada tersangka bernama Wiwit, seorang perantara dan Yuyun Yuningsih alias Mama Yuyun (46) berperan perekrut bayi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.