Senin, 29 September 2025

Revisi KUHAP

Usulan Revisi KUHAP: Anggota TNI Pelaku Kekerasan Seksual Diadili di Peradilan Umum

Vonis ringan bagi pelaku kekerasan seksual dari unsur TNI jadi sorotan. LBH APIK desak revisi KUHAP agar pelaku diadili di peradilan umum

Penulis: Fersianus Waku
Tribunnews.com/Fersianus Waku
REVISI KUHAP - Anggota Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta, Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, dan beberapa lembaga lain terkait mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/7/2025). Pihak DPR mengundang mereka untuk mendapat masukan perihal revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Jakarta mengusulkan agar anggota TNI aktif yang melakukan kekerasan seksual diadili melalui peradilan umum. Usulan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI, Senin (14/7/2025), sebagai masukan terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

"Memang kasus-kasus kekerasan berbasis gender yang di mana pelakunya adalah prajurit TNI itu diproses di peradilan militer. Usulan kami adalah usulan perubahan terkait mengenai kewenangan mengadili prajurit militer," ujar Koordinator Pelayanan Hukum LBH APIK Jakarta, Tuani S Marpaung.

LBH APIK mengusulkan agar revisi KUHAP mengatur secara eksplisit mekanisme koneksitas peradilan, yakni pemisahan antara tindak pidana umum dan pelanggaran disiplin militer.

Tuani menekankan, jika prajurit TNI melakukan kekerasan seksual atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), proses hukum seharusnya tidak diserahkan kepada peradilan militer, melainkan diproses secara terbuka melalui peradilan umum.

"Namun, ketika anggota aktif prajurit TNI melakukan KDRT, kemudian kekerasan seksual, itu harus diproses di peradilan umum," ujarnya.

Baca juga: Letjen Novi Helmy Kembali Aktif di TNI Usai Pimpin Bulog, Pengamat: Ada Celah Prosedural UU TNI

Menurut Tuani, dalam sejumlah kasus yang didampingi LBH APIK, anggota TNI kerap dijerat dengan pasal-pasal KUHP lama, bukan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Akibatnya, vonis yang dijatuhkan tergolong ringan dan jauh dari rasa keadilan.

"Dan kami melihat juga putusan-putusan itu sangat rendah. Perkosaan itu putusannya 9 bulan 10 bulan, itu adalah perkosaan," tegasnya.

LBH APIK juga menilai peradilan militer masih minim pemahaman terhadap regulasi perlindungan korban kekerasan seksual yang lebih progresif, seperti UU TPKS dan Peraturan Mahkamah Agung terkait pembuktian.

"Mereka tidak mengenal itu. Jadi memang itu usulan kami supaya ditambahkan terkait koneksitas terkait peradilan militer dan peradilan umum itu harus dipisahkan," tambah Tuani.

Dorongan Revisi KUHAP: Uji Keberpihakan Hukum pada Korban

Usulan ini menjadi bagian dari agenda reformasi sistem hukum pidana nasional, terutama dalam upaya memastikan keadilan bagi korban kekerasan seksual, tanpa terkendala hierarki institusi militer.

Komisi III DPR RI saat ini masih melanjutkan pembahasan RUU KUHAP, termasuk isu-isu koneksitas yang selama ini menjadi polemik dalam perkara yang melibatkan aparat TNI aktif.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan