Kasus Korupsi Pengadaan EDC
KPK Ungkap Peran Verifone dalam Pusaran Korupsi Pengadaan Mesin EDC Rp 2,1 Triliun
KPK mengungkap sejumlah dugaan kecurangan supaya PT Bringin Inti Teknologi dan PT Pasifik Cipta Solusi menjadi vendor pemenang pengadaan mesin EDC.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap sejumlah dugaan kecurangan supaya PT Bringin Inti Teknologi dan PT Pasifik Cipta Solusi menjadi vendor pemenang pengadaan mesin EDC (Electronic Data Capture) bank BUMN tahun 2020–2024.
Kedua perusahaan itu membawa dua merek EDC, yakni Verifone dan Sunmi.
Baca juga: BREAKING NEWS: KPK Tetapkan Dirut Allo Bank Tersangka Korupsi Mesin EDC Rp744 M
Demikian terungkap ketika KPK mengumumkan penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC yang ditaksir merugikan negara Rp744.540.374.314 (Rp744 miliar).
Sejauh ini, KPK telah menetapkan lima tersangka atas kasus ini.
Kelima tersangka itu yakni:
- Wakil Direktur Utama bank BUMN tahun 2019–2024, Catur Budi Harto (CBH);
- mantan Direktur Digital dan Teknologi Informasi bank BUMN yang kini menjabat sebagai Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk, Indra Utoyo (IU);
- SEVP Manajemen Aktiva dan pengadaan bank BUMN, Dedi Sunardi (DS).
- Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi tahun 2020–2024, Rudy Suprayudi Kartadidjaja (RSK);
- pemilik sekaligus Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi (PCS), Elvizar (EL).
Baca juga: Sosok Elvizar, Direktur PT Pasifik Cipta Solusi Tersangka Kasus Korupsi Mesin EDC
"Telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan EDC Android tahun 2020–2024 yang dilakukan secara melawan hukum oleh CBH, IU, DS, bersama-sama dengan EL dan RSK yang memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara, yang dihitung dengan metode real cost, sekurang-kurangnya sebesar Rp744.540.374.314 yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (9/7/2025).
Dalam penjelasannya, Asep menyebut bank BUMN menggunakan dua skema saat pengadaan mesin EDC periode 2020–2024. Dua skema yaitu beli putus dan sewa.
Skema beli putus, kata Asep, pada pengadaan EDC Android tahun 2020–2024.
Pada skema beli putus periode 2020–2023, total nilai pengadaan senilai Rp942.794.220.000 (Rp942 miliar), dengan jumlah EDC Android sebanyak 346.838 unit.
Asep menyebut anggaran untuk pengadaan EDC menggunakan anggaran investasi TI milik Direktorat Digital IT dan Operation bank BUMN.
Sementara skema sewa dilakukan dua kali, yakni pengadaan pada 2020 untuk tahun 2021, 2022, 2023, yang menelan total anggaran Rp581.790.000.000 (Rp581 miliar), serta pengadaan FMS (Full Managed Service) EDC tahun 2023 untuk perpanjangan tahun 2024–2026 yang menelan total anggaran Rp634.206.669.744 (Rp634 miliar).
"Total realisasi pembayaran atas Pengadaan FMS EDC (skema sewa) pada tahun 2021–2024 adalah Rp1.258.550.510.487 dengan jumlah kelolaan EDC untuk kebutuhan merchant sebanyak 200.067 unit," kata Asep.
Untuk diketahui, PT Bringin Inti Teknologi merupakan perusahaan pemenang pengadaan EDC Android di bank BUMN, baik beli putus tahun 2020, 2021, 2022, dan 2023 tahap II, maupun FMS atau skema sewa tahun 2020–2024.
PT Bringin Inti Teknologi, yang merupakan entitas anak dana pensiun bank BUMN dimaksud membawa merek Verifone.
Berdasarkan penelusuran, Rudy Suprayudi Kartadidjaja selaku Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi tahun 2020–2024 sebelumnya tercatat menjabat Risk Manager Group Head di bank BUMN tersebut.
Sementara PT Pasifik Cipta Solusi penyedia EDC merek Sunmi dalam pengadaan EDC Android, baik beli putus tahun 2020–2023 tahap II, maupun FMS atau skema sewa tahun 2020–2024. Merek Sunmi merupakan produk dari PT Samafitro.
Lantaran dalam prosesnya diduga diwarnai kecurangan, pengadaan ini berujung memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara.
Dalam penjelasan perbuatan melawan hukum terkait pengadaan FMS EDC Single Acquirer (skema sewa) tahun 2020–2024 terungkap, Elvizar beberapa kali melakukan pertemuan dengan Indra Utoyo dan Catur Budi Harto pada tahun 2019 atau sebelum pengadaan EDC Android.
Dari pertemuan itu, disepakati bahwa Elvizar akan menjadi vendor EDC pada bank BUMN dengan menggandeng PT Bringin Inti Teknologi.
Indra Utoyo lalu memberi arahan kepada Danar Widyantoro selaku Wakadiv Perencanaan Div PPT dan Fajar Ujian selaku Wakadiv Pengembangan Div PPT, agar EDC Android merek Sunmi P1 4G yang dibawa oleh Elvizar dan PT Pasifik Cipta Solusi dan Verifone yang dibawa oleh PT Bringin Inti Teknologi untuk dilakukan POC (Proof of Concept) terlebih dulu agar bisa kompatibel dengan sistem di bank BUMN.
POC merupakan uji kelayakan teknis atau pengujian kompatibilitas suatu alat atau barang terhadap sistem atau software bank BUMN.
Ironinya pada proses POC EDC Android tahun 2019, hanya dua merek EDC Android yang dilakukan POC yaitu Verifone dan Sunmi. Padahal, saat itu ada vendor atau rekanan lain yang membawa merek EDC Android lain, di antaranya Nira, Ingenico, dan Pax.
"Namun karena terlebih dahulu ada arahan dari IU maka didahulukan dua EDC Android (Sunmi dan Verifone) yang dilakukan POC," kata Asep.
Selain itu, lanjut Asep, proses POC tersebut tidak diumumkan secara luas atau terbuka kepada masyarakat umum. Tak sampai disitu, Catur Budi Harto juga mengarahkan Dedi Sunardi bertemu dengan Elvizar dan Rudy Suprayudi Kartadidjaja agar TOR annex 2 diubah dengan memasukkan syarat uji teknis/POC maksimal 1 sampai 2 bulan.
"Untuk mengunci spesifikasi teknis sehingga menguntungkan PT PCS dan BRI IT," kata Asep.
Dugaan perbuatan hukum lainnya yakni, penyusunan HPS menggunakan sumber data atau harga yang bukan bersumber dari principal, tetapi bersumber dari informasi harga vendor yang sudah diploting memenangkan pengadaan yakni PT Bringin Inti Teknologi, PT PCS, dan PT Prima Vista Solusi (PVS).
"Serta bersumber dari harga SPK piloting PT BRI IT dan PT PCS yang telah dikondisikan sebelumnya oleh CBH dan IU," tutur Asep.
Pada 4 November 2020, kata Asep, terdapat putusan hasil pengadaan FMS EDC Single Acquirer tahun 2020. Di mana pengadaan tersebut dimenangkan oleh PT Bringin Inti Teknologi, PT Pasifik Cipta Solusi, dan PT Prima Vista Solusi.
Dalam pelaksanaan pekerjaan FMS atau sewa tahun 2021–2024, PT Bringin Inti Teknologi, Irni Palar (PT Verifone Indonesia) dan PT PCS mensubkontrakkan seluruh pekerjaan FMS kepada perusahaan lain tanpa diperjanjikan terlebih dahulu atau tanpa izin dari bank BUMN.
Atas pekerjaan FMS yang didapatkan oleh PT Bringin Inti Teknologi dengan membawa merek Verifone, Irni Palar selaku pihak PT Verifone Indonesia memberikan fee kepada Rudy Suprayudi Kartadidjaja sebesar Rp5.000 per unit per bulan.
"Sehingga, realisasi pemberian fee atas pekerjaan FMS kepada Rudy Suprayudi Kartadidjaja hingga tahun 2024 adalah Rp10,9 miliar," sebut Asep.
"Rudy Suprayudi Kartadidjaja (PT Bringin Inti Teknologi) menerima sejumlah uang dari Irni Palar (Country Manager PT Verifone Indonesia) dan Teddy Riyanto (Account Manager PT Verifone Indonesia) pada tahun 2020–2024, dengan total penerimaan sebesar Rp 19,72 Miliar," katanya.
Tak hanya Rudy Suprayudi Kartadidjaja, Catur Budi Harto diduga menerima Rp525 juta dari Elvizar dalam bentuk sepeda dan kuda sebanyak dua ekor.
Sedangkan Dedi Sunardi diduga menerima sepeda bermerek Cannondale dari Elvizar senilai Rp60 juta.
Atas dugaan perbuatan rasuah tersebut, kelima tersangka dijerat oleh KPK dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 dan Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Namun, kelima tersangka saat ini belum dilakukan penahanan.
"Dugaan perhitungan kerugian negara dilakukan dengan metode real cost atau biaya yang seharusnya dikeluarkan BRI langsung kepada principal. Bahwa dugaan kerugian negara untuk pengadaan EDC FMS atau skema sewa [2021–2024] adalah Rp503.475.105.185, dan dugaan kerugian negara untuk pengadaan EDC Android atau beli putus [2020–2024] adalah Rp241.065.269.129, sehingga total dugaan kerugian negara untuk pengadaan EDC Android tahun 2020–2024, baik beli putus maupun FMS atau sewa sebesar Rp744.540.374.314," kata Asep.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.