Pimpinan DPR RI Kaji Putusan MK soal Pemilu Nasional dan Daerah Tak Lagi Serentak
Dasco Ahmad merespons soal putusan Mahkamah Konstitusi RI (MK) terhadap perkara nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait dengan pelaksanaan Pemilu Nasional dan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad merespons soal putusan Mahkamah Konstitusi RI (MK) terhadap perkara nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait dengan pelaksanaan Pemilu Nasional dan Daerah.
Dari putusan itu, MK memutuskan kalau Pemilu Nasional seperti Pilpres, Pileg DPR dan DPD RI mendatang tak lagi serentak dengan Pemilu Daerah seperti Pilkada, Pileg DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Terhadap putusan tersebut, kata Dasco, DPR RI masih akan mengkaji lebih jauh terlebih dahulu.
"Kita akan mengkaji dahulu putusan itu. Saya belum bisa jawab karena kita kan belum mengkaji," ucap Dasco saat dihubungi awak media, Jumat (27/6/2025).
Menurut Dasco apabila nantinya hasil kajian dari DPR RI tersebut komprehensif maka akan ditindaklanjuti apa yang menjadi keputusan dari MK tersebut.
Dengan begitu, Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu belum dapat bicara lebih jauh perihal putusan itu.
"Kalau sudah kajiannya komprehensif, ya mungkin semua pertanyaan kita bisa jawab. Ini keputusannya baru kemarin, jadi ya kita belum bisa jawab," tukas dia.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah tidak lagi digelar secara serentak dalam waktu yang bersamaan.
Ke depan, pemilu akan dibagi menjadi dua tahap: pemilu nasional dan pemilu lokal (daerah) dengan jeda maksimal dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan.
Putusan itu dibacakan dalam sidang perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Secara teknis, pemilu nasional akan mencakup pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, dan DPD RI.
Sementara itu, pemilu lokal akan mencakup pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
MK menyatakan bahwa pelaksanaan serentak dalam satu waktu untuk seluruh jenis pemilu menimbulkan banyak persoalan, seperti beban berat penyelenggara pemilu, penurunan kualitas tahapan, serta kerumitan logistik dan teknis.
“Terutama berkaitan dengan kemampuan untuk mempersiapkan kader partai politik dalam kontestasi pemilihan umum,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
MK menilai ketentuan dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu, serta Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada, bertentangan dengan UUD 1945 jika dimaknai sebagai kewajiban melaksanakan seluruh pemilu pada waktu yang sama.
Karena itu, MK memberi penafsiran baru bahwa pemungutan suara dilakukan dalam dua tahap: pertama untuk pemilu nasional, lalu beberapa waktu setelahnya untuk pemilu lokal.
Norma-norma lain terkait teknis pelaksanaan pemilu juga wajib disesuaikan dengan penafsiran baru MK tersebut.
PDIP Minta Hasil PSU Pilkada Papua Dihormati, Soroti Dugaan Intimidasi dan Intervensi |
![]() |
---|
Pemungutan Suara Ulang Digelar di Papua, Doli Kurnia: Ini Hari yang Membahagiakan Bagi Kita Semua |
![]() |
---|
Pertemuan Pj Gubernur Papua dengan Tokoh Agama dan Adat Soroti Stabilitas Jelang PSU |
![]() |
---|
PB IKA PMII Bakal Gelar Rakernas, Menteri Kabinet Prabowo hingga Pimpinan DPR Dijadwalkan Hadir |
![]() |
---|
Awas, Serangan Balik DPR ke MK! |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.