BMKG Sebut Musim Hujan Bakal Terus Terjadi hingga Oktober 2025, Jadi Berkah untuk Petani Padi
Hingga awal Juni 2025, baru 19 persen zona musim di Indonesia yang telah memasuki musim kemarau, sebagian besar masih musim hujan.
Namun, di sisi lain, peningkatan curah hujan di musim kemarau juga menimbulkan risiko terhadap pertanian hortikultura, yang pada umumnya lebih sensitif terhadap kondisi kelembaban tinggi. Tanaman hortikultura seperti cabai, bawang, dan tomat sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit akibat kelembaban berlebih.
“Kami mendorong petani hortikultura untuk mengantisipasi kondisi ini dengan menyiapkan sistem drainase yang baik dan perlindungan tanaman yang memadai,” ujar Dwikorita.
Selain itu, Dwikorita juga menegaskan pentingnya kesiapsiagaan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan masyarakat, untuk merespons dinamika iklim yang semakin tidak menentu.
“Kita tidak bisa lagi berpaku pada pola iklim lama. Perubahan iklim global menyebabkan anomali-anomali yang harus kita waspadai dan adaptasi harus dilakukan secara cepat dan tepat,” ujarnya.
Dwikorita menekankan bahwa informasi prediktif dan analisis dari BMKG harus menjadi landasan dalam menyusun kebijakan dan strategi adaptasi di berbagai sektor, mulai dari pertanian, pengelolaan sumber daya air, hingga penanggulangan bencana.
Dengan kerangka pemantauan atmosfer yang terus diperbarui secara real time, BMKG memastikan akan terus menyampaikan informasi iklim yang akurat, terukur, dan relevan bagi seluruh lapisan masyarakat. Dwikorita menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa musim kemarau tahun ini bukan hanya tantangan, tetapi juga peluang untuk menguji kemampuan adaptasi nasional terhadap dinamika iklim yang semakin kompleks.
“BMKG akan terus berkomitmen mendampingi masyarakat dan pemangku kepentingan dalam membaca perubahan cuaca dan iklim dengan lebih presisi, agar setiap langkah ke depan bisa lebih bijak dan berbasis data,” pungkasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.