Senin, 29 September 2025

Komisi II DPR Sebut Negara Lemah dalam Penegakan Hukum Terhadap Penerbitan HGU/HGB Bermasalah

Menurutnya, banyak kasus penguasaan lahan yang sejak awal sudah melibatkan praktik manipulatif oleh oknum pejabat. 

Penulis: Reza Deni
HANDOUT
MAFIA TANAH - Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Ateng Sutisna. Ateng Sutisna mendukung langkah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang bersinergi dengan Polri dalam menangani dan menyelesaikan konflik agraria.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI, Ateng Sutisna mendukung langkah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang bersinergi dengan Polri dalam menangani dan menyelesaikan konflik agraria. 

Menurut Ateng, hal tersebut penting sebagai upaya penegakan hukum terhadap praktik pendudukan lahan secara ilegal yang kian marak.

Baca juga: Mbah Tupon Digugat Mafia Tanah Rp1 Miliar, Bupati Bantul Dibuat Heran: Berani-beraninya

Namun, Ateng menegaskan bahwa kasus premanisme justru kerap muncul dari praktik penguasaan lahan melalui skema Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang dilakukan secara tidak sah.

“Premanisme pendudukan lahan secara ilegal memang harus dilawan, tapi harus diingat bahwa penguasaan lahan melalui HGU/HGB yang dilakukan secara ilegal adalah premanisme yang sesungguhnya. Ironisnya, negara justru tersandera di dalamnya," kata Ateng kepada wartawan, Jumat (20/6/2025).

Ateng menyoroti lemahnya posisi negara dalam melakukan penegakan hukum terhadap penerbitan HGU/HGB yang bermasalah.

Menurutnya, banyak kasus penguasaan lahan yang sejak awal sudah melibatkan praktik manipulatif oleh oknum pejabat. 

“Negara sebagai penerbit justru kerap kehilangan kekuatan untuk menertibkan proses yang telah menyimpang karena adanya keterlibatan pihak internalnya sendiri,” tambah dia.

Lebih lanjut, Legislator PKS itu mencontohkan kasus-kasus seperti penerbitan HGB di atas perairan, kawasan lindung, dan wilayah konservasi. 

Dia lalu menyebut hal itu sebagai bentuk nyata dari premanisme modern, yang tidak hanya dilakukan dengan intimidasi dan suap, tetapi juga melalui praktik korupsi yang terselubung dan tertutup. 

“Ketika kasus seperti ini mencuat ke publik, yang muncul justru upaya pembelaan dan penyangkalan, bukan pengakuan dan penindakan. Ini menunjukkan ketidaksiapan negara untuk bertindak tegas,” ujarnya.

Baca juga: Siap Lawan Mafia Tanah, Mbah Tupon Kini Dibela 11 Pengacara

Menurutnya, negara sering kali kesulitan ketika harus berhadapan dengan aktor kuat yang berada di balik premanisme berskala besar. 

“Saat kasus makin terang benderang, negara justru terlihat maju kena, mundur pun kena. Ini menunjukkan betapa dalamnya cengkeraman kekuatan korporasi dalam urusan agraria kita,” ucap dia.

Dia berharap kolaborasi BPN dan Polri tidak berhenti pada penanganan masyarakat kecil saja. 

“Saya sangat berharap keberanian negara juga tampak dalam menghadapi para pelaku premanisme dari kalangan korporasi besar dan individu yang berkuasa. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” pungkasnya. (*)

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan