Komisi II DPR Sebut Negara Lemah dalam Penegakan Hukum Terhadap Penerbitan HGU/HGB Bermasalah
Menurutnya, banyak kasus penguasaan lahan yang sejak awal sudah melibatkan praktik manipulatif oleh oknum pejabat.
Penulis:
Reza Deni
Editor:
Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI, Ateng Sutisna mendukung langkah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang bersinergi dengan Polri dalam menangani dan menyelesaikan konflik agraria.
Menurut Ateng, hal tersebut penting sebagai upaya penegakan hukum terhadap praktik pendudukan lahan secara ilegal yang kian marak.
Baca juga: Mbah Tupon Digugat Mafia Tanah Rp1 Miliar, Bupati Bantul Dibuat Heran: Berani-beraninya
Namun, Ateng menegaskan bahwa kasus premanisme justru kerap muncul dari praktik penguasaan lahan melalui skema Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang dilakukan secara tidak sah.
“Premanisme pendudukan lahan secara ilegal memang harus dilawan, tapi harus diingat bahwa penguasaan lahan melalui HGU/HGB yang dilakukan secara ilegal adalah premanisme yang sesungguhnya. Ironisnya, negara justru tersandera di dalamnya," kata Ateng kepada wartawan, Jumat (20/6/2025).
Ateng menyoroti lemahnya posisi negara dalam melakukan penegakan hukum terhadap penerbitan HGU/HGB yang bermasalah.
Menurutnya, banyak kasus penguasaan lahan yang sejak awal sudah melibatkan praktik manipulatif oleh oknum pejabat.
“Negara sebagai penerbit justru kerap kehilangan kekuatan untuk menertibkan proses yang telah menyimpang karena adanya keterlibatan pihak internalnya sendiri,” tambah dia.
Lebih lanjut, Legislator PKS itu mencontohkan kasus-kasus seperti penerbitan HGB di atas perairan, kawasan lindung, dan wilayah konservasi.
Dia lalu menyebut hal itu sebagai bentuk nyata dari premanisme modern, yang tidak hanya dilakukan dengan intimidasi dan suap, tetapi juga melalui praktik korupsi yang terselubung dan tertutup.
“Ketika kasus seperti ini mencuat ke publik, yang muncul justru upaya pembelaan dan penyangkalan, bukan pengakuan dan penindakan. Ini menunjukkan ketidaksiapan negara untuk bertindak tegas,” ujarnya.
Baca juga: Siap Lawan Mafia Tanah, Mbah Tupon Kini Dibela 11 Pengacara
Menurutnya, negara sering kali kesulitan ketika harus berhadapan dengan aktor kuat yang berada di balik premanisme berskala besar.
“Saat kasus makin terang benderang, negara justru terlihat maju kena, mundur pun kena. Ini menunjukkan betapa dalamnya cengkeraman kekuatan korporasi dalam urusan agraria kita,” ucap dia.
Dia berharap kolaborasi BPN dan Polri tidak berhenti pada penanganan masyarakat kecil saja.
“Saya sangat berharap keberanian negara juga tampak dalam menghadapi para pelaku premanisme dari kalangan korporasi besar dan individu yang berkuasa. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” pungkasnya. (*)
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Klarifikasi Nusron Wahid usai Sebut Tanah Terlantar Diambil Negara: Ada Kata yang Maksudnya Guyon |
![]() |
---|
Menteri Nusron Minta Maaf ke Publik soal Pernyataan 'Tanah Nganggur Bisa Diambil Alih Negara' |
![]() |
---|
Sambut Keluhan Masyarakat Teluk Bayur, Advokat Rakyat Ajukan RDP ke Komisi III DPR |
![]() |
---|
Berjuang Lawan Mafia Tanah, Nirina Zubir Kencangkan Ikat Pinggang, Kini Kurangi Agenda Traveling |
![]() |
---|
Ashanty Tak Mau Sia-sia, Tetap Lawan Mafia Tanah dan Perjuangkan Warisan Peninggalan sang Ayah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.