Tambang Nikel di Raja Ampat
IUP PT Gag Nikel Tak Dicabut, Greenpeace Sebut Penambangan di Pulau Kecil Langgar Aturan
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik buka suara terkait sikap pemerintah yang akan mengawasi secara ketat operasional PT Gag Nikel.
TRIBUNNEWS.COM - Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik buka suara terkait sikap pemerintah yang akan mengawasi secara ketat operasional PT Gag Nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah telah mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat dan PT Gag Nikel menjadi satu-satunya perusahaan yang IUP-nya tidak dicabut oleh pemerintah.
Terkait hal itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memastikan pemerintah akan mengawasi secara ketat operasional PT Gag Nikel di Pulau Gag.
Namun, Iqbal mengatakan bahwa pengawasan secara ketat saja tidak cukup karena melakukan penambangan di pulau kecil adalah tindakan yang melanggar aturan.
"Itu melanggar aturan, maka saya juga beberapa kali menyampaikan, ada tidak pernyataan dari pemerintah eksekutif-legislatif yang benar-benar berani menyatakan bahwa PT Gag tidak menyalahi aturan karena telah menambang di pulau-pulau kecil?"
"Kalau kita mau berdebat aturan sampai sedetail apa pun sudah jelas bahwa pulau-pulau kecil, bahkan Pulau Gag ini itu disebut sebagai micro island, sangat kecil sekali, dia kurang dari 100 km⊃2; atau 10.000 hektar sehingga dia tidak bisa ditambang."
"Jelas Permen-nya, Peraturan Menteri KKP-nya secara jelas bilang bahwa penambangan mineral dan batubara di pulau-pulau kecil itu TB, tidak boleh artinya, jadi ada yang boleh dengan syarat dan tidak boleh," terang Iqbal dalam acara ROSI di Kompas TV, Kamis (12/6/2025).
Ia menegaskan bahwa berdasarkan aturan tak boleh ada penambangan mineral dan batubara di pulau-pulau kecil, bahkan hal ini sudah dipertegas oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"MK bilang bahwa kegiatan pertambangan itu adalah abnormally dangerous activity, kegiatan yang sangat-sangat berbahaya sekali sehingga tidak boleh dilakukan di pulau-pulau kecil."
"Pemerintahan saat ini kan punya sejarah dengan keputusan Mahkamah Konstitusi, kenapa dulu sangat yakin sekali dengan keputusan Mahkamah Konstitusi, tapi sekarang tidak yakin sekali dengan keputusan Mahkamah Konstitusi sehingga ragu-ragu mencabut (IUP) PT Gag di Pulau Gag," ungkap Iqbal.
Evaluasi Seluruh Izin Pertambangan
Iqbal menyatakan bahwa pihaknya menyayangkan IUP dari PT Gag Nikel, anak perusahaan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. atau Antam itu tak dicabut.
Padahal, lokasi pertambangannya sama-sama berada di pulau kecil sehingga seharusnya tak ada diskriminasi dalam meletakkan hukum.
Baca juga: PBNU Bantah Terima Aliran Dana dari PT Gag Nikel Raja Ampat
"Diskriminasi berlanjut kepada kawan-kawan kita, saudara-saudara kita di Pulau Wawonii saudara-saudara kita di Pulau Kabaena, saudara-saudara kita di Weda."
"Saat ini karena dengan tingginya hilirisasi, industri hilisasi nikel di sana, di dalam tubuh mereka itu sudah terdapat logam berat, ada arsenik, ada merkuri itu sudah ada bukti nyatanya," tutur Iqbal.
Oleh sebab itu, Iqbal menilai pencabutan empat IUP di Raja Ampat masih belum cukup sehingga pihaknya meminta pemerintah untuk mengevaluasi seluruh izin pertambangan yang sudah mereka terbitkan.
"Ini menjadi momentum pemerintah, empat penutupan tadi tidak cukup sehingga kami meminta pemerintah untuk mengevaluasi seluruh izin-izin yang sudah mereka terbitkan," tegasnya.
Permintaan Anggota DPR
Sebagaimana diketahui, empat IUP yang telah dicabut terdiri atas PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Meski begitu, desakan agar pemerintah mencabut seluruh izin tambang di Raja Ampat kian menguat.
Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan menegaskan, pemerintah seharusnya tidak tebang pilih dalam menindak perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah sensitif lingkungan.
"Baiknya tetap dicabut juga," ujar Daniel saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (10/6/2025), soal tak IUP PT Gag Nikel tak dicabut.
Daniel menyambut baik pencabutan empat IUP tersebut dan menyampaikan apresiasi kepada Presiden Prabowo Subianto atas langkah progresif yang telah diambil.
"Alhamdulillah suara rakyat didengar secara jernih oleh presiden. Geopark Raja Ampat adalah harta nyata Indonesia yang harus lestari dan diwariskan dari generasi ke generasi secara baik," tegas politikus PKB itu.
Namun, ia mengingatkan agar kepentingan ekonomi jangka pendek tidak mengorbankan keberlanjutan lingkungan dan warisan alam nasional.
"Jangan karena kepentingan keuntungan jangka pendek kita kehilangan harta yang berharga ini. Terlalu besar nilainya untuk Indonesia dan dunia bila Geopark ini musnah," ujarnya.
Pemerintah beralasan PT Gag Nikel tidak termasuk dalam kawasan Geopark Raja Ampat sehingga izinnya tidak dicabut.
Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa Pulau Gag secara administratif dan geografis berada di luar Geopark dan lebih dekat ke wilayah Maluku Utara.
“Dan dia (Pulau Gag) bukan merupakan bagian dari kawasan dari Geopark,” jelas Bahlil dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/6/2025).
“Pulau Gag ke sini ini (Piaynemo) kurang lebih sekitar 42 kilometer. Dan dia (Pulau Gag) lebih dekat ke Maluku Utara,” sambungnya.
Meski begitu, Daniel menilai pendekatan perlindungan lingkungan tidak seharusnya hanya didasarkan pada batas administrasi.
Menurutnya, seluruh aktivitas pertambangan yang berpotensi merusak ekosistem harus dikaji ulang secara menyeluruh.
Ia mengingatkan pemerintah agar tetap konsisten dan tidak memilih-milih dalam menegakkan kebijakan lingkungan, terutama di kawasan seperti Raja Ampat yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi dan nilai konservasi global.
Desakan dari parlemen ini menjadi sinyal bahwa kebijakan tata kelola pertambangan akan terus menjadi sorotan, terutama dalam konteks keberlanjutan dan keadilan ekologis.
DPR berharap pemerintah tidak hanya mendengar suara rakyat, tetapi juga bertindak tegas untuk menjaga masa depan lingkungan Indonesia.
(Tribunnews.com/Deni/Fersianus)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.