Tambang Nikel di Raja Ampat
Tambang Nikel Raja Ampat, Jurnalis NatGeo Indonesia Cemaskan Sakralnya Hubungan Manusia dan Alam
Jurnalis National Geographic Indonesia Didi Kasim menyoroti polemik pertambangan nikel di wilayah Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
TRIBUNNEWS.COM - Jurnalis National Geographic Indonesia, Didi Kasim menyoroti polemik pertambangan nikel di wilayah Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Ada beberapa hal yang Didi khawatirkan akan hilang akibat aktivitas tambang nikel dan degradasi lingkungan.
Salah satunya adalah hilangnya kesakralan hubungan antara manusia dan alam di Raja Ampat.
Hal ini dia sampaikan dalam tayangan Sapa Indonesia Malam yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Senin (9/6/2025).
"Di balik pesona wisata dan promosi global yang terjadi, kecepatan pembangunan itu seperti meninggalkan masyarakat-masyarakat leluhur yang menjunjung tinggi kekayaan leluhur dan penjagaan tradisi-tradisi setempat gitu," papar Didi.
"Ada keindahan yang terancam, tapi perubahan akibat lanskap pembangunan itu juga mengakibatkan perubahan dalam tata kelola pariwisata yang memang sudah ditasbihkan daerah tersebut menjadi kawasan pariwisata," lanjutnya.
Didi mengaku, dirinya takut hubungan sakral antara manusia dan alam di Raja Ampat akan hilang.
"Saya belajar dari suku-suku di Papua adalah bagaimana sakralnya hubungan antara manusia dan alam gitu ya," jelas Didi.
"Jadi, yang saya takutkan menghilang adalah hubungan kesakralan antara manusia dan alam yang selama ini menjadi pegangan teguh untuk kita menyebarluaskan, mewartakan tentang kisah ini ke pulau-pulau lain di seluruh Nusantara ini," tambahnya.
Raja Ampat Menghadapi Persoalan Lingkungan yang Semakin Berat
Didi Kasim pun menilai, adanya aktivitas tambang akan menambah keriuhan di wilayah Raja Ampat.
Baca juga: Soal Tambang Nikel Raja Ampat, Mahasiswa Papua Sindir Bahlil: Kenapa Tak ke Pulau yang Dirusak?
Hal tersebut pun menambah berat beban masalah lingkungan yang dihadapi kawasan yang ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark pada 24 Mei 2023 tersebut.
Sebab, Raja Ampat sudah harus menghadapi ancaman lingkungan lain seperti pemanasan global yang mengakibatkan coral bleaching atau pemutihan karang.
"Kita takutkan itu terjadi adalah ketika aktivitas itu membuat Kepulauan Raja Ampat menjadi riuh gitu dengan lalu lalang dan sebagainya, sehingga tanpa itu pun sekarang Raja Ampat juga menghadapi persoalan lingkungan yang tidak juga ringan gitu," papar Didi.
"Jadi kayak beberapa tahun terakhir, kejadian coral bleaching terjadi di Raja Ampat karena pemanasan global," tambahnya.
Didi menyebut, keriuhan di Raja Ampat akibat pertambangan nikel juga mengganggu aktivitas satwa di kawasan tersebut.
Aktivitas pertambangan, menurut Didi, dapat mengganggu navigasi satwa yang bermigrasi melewati Raja Ampat.
"Beberapa kali kita menemukan satwa-satwa laut yang terdampar, dan Raja Ampat ini kan juga menjadi jalur migrasi bagi banyak satwa-satwa laut dunia," jelasnya.
"Jadi banyak kemampuan bernavigasi satwa-satwa laut itu menggunakan sonar. Aktivitas pertambangan, perkapalan, dan tercemarnya perairan juga mengakibatkan kemampuan satwa-satwa air mengalami degradasi kemampuan untuk menjelajah lautan dan salah satu ketakutan yang paling kita alami adalah ketakutan akan kehilangan lebih banyak spesies endemik juga," tandasnya.
Ada 5 Perusahaan Tambang yang Kantongi Izin
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan ada 5 perusahaan tambang yang telah mengantongi izin untuk beroperasi di wilayah Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Kelima perusahaan tersebut beroperasi di 5 pulau yang tersebar di wilayah perairan Raja Ampat.
Dalam keterangan resmi Kementerian ESDM, Minggu (8/6/2025), lima pulau yang menjadi lokasi pertambangan tersebut adalah Pulau Gag, Pulau Manuran, Pulau Batang Pele, Pulau Kawe, dan Pulau Waigeo.
Berikut daftar 5 perusahaan tambang yang telah memperoleh izin, baik dari pemerintah pusat maupun daerah:
- Izin dari Pemerintah Pusat
1. PT Gag Nikel
2. PT Anugerah Surya Pratama (ASP)
- Izin dari Pemerintah Daerah
1. PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)
2. PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)
3. PT Nurham
Kementerian ESDM menyatakan bahwa seluruh izin yang diberikan telah melalui proses evaluasi sesuai regulasi yang berlaku. Meski demikian, aktivitas pertambangan di wilayah konservasi seperti Raja Ampat kerap memicu sorotan, terutama terkait dampaknya terhadap lingkungan dan kelestarian kawasan.
(Tribunnews.com/Rizki A.) (Kompas.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.