Idul Adha 2025
Daftar Daerah yang Alami Defisit Daging Kurban, Ini Penyebabnya
Ini daftar dan penyebab sejumlah daerah di Indonesia mengalami defisit daging kurban.
Penulis:
Rina Ayu Panca Rini
Editor:
Anita K Wardhani
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA -- Peneliti sekaligus Direktur Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Haryo Mojopahit mengungkapkan, daftar dan penyebab sejumlah daerah di Indonesia mengalami defisit daging kurban.
Selain menunaikan ibadah, di momen Idul Adha ini diharapkan ada upaya memeratakan peningkatan gizi bagi masyarakat yang membutuhkan.
Baca juga: Menjual Daging Kurban Hukumnya Apa? Ini Kesepakatan Mayoritas Ulama
Haryo menyebut, di pulau Jawa penyebab utama defisit daging adalah kemiskinan yang tinggi dimana para penduduk tak mampu berkurban.
Sementara di daerah luar pulau Jawa, defisit daging kurban dikarenakan kondisi geografi, yakni terisolasi dan tertinggal sehingga sulit untuk diakses.
"Hasil penelitian kami kawasan seperti Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Kudus, Jepara dan Demak di Jawa Tengah mengalami defisit daging kurban hingga 2.623 Ton pada 2024," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/6/2025).
Kemudian, pulau Madura, Jawa Timur menyentuh angka defisit sebanyak 2.484 Ton.
Jombang, Nganjuk, Madiun, Ngawi, Bojonegoro, Mojokerto, dan Kediri di Jawa Timur, menyentuh angka defisit sebanyak 1.849 Ton.
Baca juga: Kandungan Nutrisi Daging Kurban dan Batasan Berapa Banyak Boleh Dikonsumsi
Masyarakat pada daerah-daerah yang telah disebutkan, seperti Kabupaten Ngawi, rerata penduduknya mengkonsumsi daging hanya 0,01 kg/kapita/tahun.
Lalu Kabupaten Pandeglang sebanyak 0,06 kg/kapita/tahun dan Kabupaten Magelang sebanyak 0,18 kg/kapita/tahun.
Di luar Pulau Jawa sendiri, daerah yang memiliki akses terbatas untuk menerima distribusi daging kurban seperti Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat dengan rerata konsumsi daging sebanyak 0,08 kg/kapita/tahun.
Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah sebanyak 0,16 kg/kapita/tahun; hingga Kabupaten Halmahera Utara dan Kabupaten Seram Bagian Barat, di Maluku yang masing-masing hanya menyentuh angka 0,01 kg/kapita/tahun dan 0,11 kg/kapita/tahun.
Berbeda dengan pusat kota seperti DKI Jakarta, daerag ini mengalami surplus daging mencapai angka 9.905 Ton pada 2024 lalu.
Begitu pula dengan daerah-daerah di Jawa Barat seperti Bandung, Cimahi, Sumedang yang mencapai 6.355 Ton serta Sleman dan Bantul di DI Yogyakarta yang mencapai 4.957 Ton.
Angka-angka yang telah disebutkan mencerminkan kesenjangan konsumsi daging di Indonesia.
"Penting untuk melakukan intervensi gizi dengan mendistribusikan daging kurban secara rata hingga pelosok Indonesia," jelas dia.
Tantangan Distribusi
Untuk daerah-daerah Jawa, ia menyarankan untuk menyempurnakan proses identifikasi penerima daging atau mustahik di daerah terpencil.
Lalu daerah di luar Jawa, diperlukan kemampuan untuk membuka akses keterpencilan suatu daerah tersebut.

"Penelitian ini membawa catatan tersendiri bagi panitia kurban karena secara umum masih terdesentralisasi di ribuan panitia kurban lokal yang temporer. Sehingga data mengenai mustahik tak terpusat dan tak mengalami pembaharuan setiap tahunnya. Serta distribusi yang masih berbasis di masjid, musala, pesantren hingga lembaga pendidikan dan perusahaan," ujar dia.
Umumnya, masyarakat Indonesia menyembelih hewan ternak seperti kambing, sapi, dan domba, yang kemudian dibagikan kepada para duafa.
Dompet Dhuafa setiap tahun menggelar Tebar Hewan Kurban (THK) sebagai upaya pemerataan konsumsi daging kurban bagi mereka yang membutuhkan, seperti mendistribusikannya ke daerah pelosok atau 3T.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.