Senin, 29 September 2025

Gelar Pahlawan Nasional

Aktivis 98 Tolak Soeharto Jadi Pahlawan: Sejarah Tak Boleh Dibelokkan

Aktivis reformasi tahun 1998 memberi pernyataan sikap atas wacana pemberian gelar pahlawan bagi Presiden ke-2 Soeharto.

TRIBUNNEWS/HO
TOLAK GELAR PAHLAWAN - Sejumlah aktivis dari berbagai pergerakan mahasiswa tahun 1998 menggelar diskusi mengenang peristiwa Reformasi dengan tema "Refleksi 27 Tahun Reformasi: Soeharto Pahlawan atau Penjahat HAM?" di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (24/5/2025). Dalam diskusi tersebut para aktivis dan tamu undangan yang hadir sepakat menolak wacana pemberian gelar pahlawan terhadap Soeharto yang dianggap bertentangan dengan amanat reformasi yang jauh dari nilai-nilai dari yang diperjuangkan saat lahirnya reformasi di tahun 1998. Hadir dalam diskusi tersebut sejumlah tokoh Reformasi 98 diantaranya Ray Rangkuti, Mustar Bona Ventura, Ubedillah Badrun, Bela Ulung Hapsara, Anis Hidayah, Jimmy Fajar, dan Hengki Kurniawan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah kelompok aktivis reformasi tahun 1998 memberi pernyataan sikap atas wacana pemberian gelar pahlawan bagi Presiden ke-2, Soeharto.

Mereka menolak keras pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto, serta menuntut negara menjaga integritas dalam proses pemberian gelar pahlawan. 

Pernyataan sikap ini disampaikan para aktivis 98 saat berkumpul di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta pada Sabtu (24/5/2025). Kelompok aktivis ini terdiri dari Repdem, Pena 98, Barikade 98, FK ’98, Gerak 98, dan Perhimpunan Aktivis 98

"Mendesak Pemerintah untuk menjaga integritas proses pemberian gelar. Mengajak publik untuk terus mengedukasi generasi muda tentang sejarah kelam Orde Baru," kata aktivis 98 dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Wanto Sugito di lokasi. 

Baca juga: Aktivis 98 Nilai Ada Upaya Rezim Prabowo Ubah Citra Soeharto Lewat Pemberian Gelar Pahlawan

Ketua Umum Repdem ini menegaskan bahwa Soeharto adalah simbol kekuasaan represif dan pelanggar hak asasi manusia.

“Soeharto bukan pahlawan. Ia adalah simbol kekuasaan represif dan pelanggaran hak asasi manusia,” kata Wanto.

Wanto kemudian menjabarkan berbagai peristiwa kelam selama kekuasaan Soeharto, antara lain pembantaian massal pasca tahun 1965 yang menewaskan ratusan ribu jiwa.

Kemudian, tragedi Tanjung Priok tahun 1984 dan Talangsari tahun 1989, pembunuhan aktivis buruh Marsinah di tahun 1993, penggusuran paksa warga Kedung Ombo, penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997–1998. 

Lalu penembakan mahasiswa dalam Peristiwa Trisakti dan Semanggi, terjadinya pembungkaman pers dan pelarangan partai oposisi, kasus Kudatuli  pada 27 Juli 1996), operasi Petrus tahun 1982–1985 yang diduga menewaskan lebih dari 10.000 orang.

Wanto menyebut upaya pemberian gelar pahlawan sebagai bentuk penghinaan terhadap para korban dan pengkhianatan terhadap semangat reformasi.

"Sejarah tak boleh dibelokkan. Luka rakyat tak boleh dikubur diam-diam. Hanya satu kata, lawan!" katanya.

Baca juga: Pajang Ratusan Replika Tengkorak Manusia, Aktivis 98 Tolak Gelar Pahlawan Nasional Soeharto

Sebagai informasi, nama Soeharto diusulkan sebagai calon Pahlawan Nasional 2025 oleh Kementerian Sosial (Kemensos) bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) pada Maret 2025.

Menteri Sosial, Saifullah Yusuf mengatakan, usulan itu dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat daerah hingga pusat.

"Jadi syaratnya dipenuhi melalui mekanisme. Ada tanda tangan Bupati, Gubernur, itu baru ke kita. Jadi memang proses dari bawah," kata Gus Ipul, dikutip dari laman Kemensos.

Selain Soeharto, ada sembilan nama lain yang juga diusulkan dalam daftar calon Pahlawan Nasional. Mereka diantaranya KH Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan KH Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan