Ijazah Jokowi
Jokowi Ngaku Sedih dan Kasihan, Sesalkan Kasus Ijazah Palsu Sampai ke Ranah Hukum
Jokowi menjelaskan kedatangannya ke Bareskrim untuk memenuhi panggilan klarifikasi polemik dugaan ijazah palsu, ia merasa isu ini sudah keterlaluan
TRIBUNNEWS.COM - Presiden RI ke-7, Joko Widodo (Jokowi) merasa sedih dan kasihan polemik dugaan ijazah palsu berlanjut sampai ke ranah hukum.
Pernyataan ini disampaikan Jokowi seusai diperiksa di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Kepada awak media, Jokowi sebenarnya tidak ingin masalah ini berlarut dan sampai ke ranah hukum.
Namun, pihaknya menyesalkan tuduhan ijazah palsu ini sudah sangat keterlaluan.
"Saya itu sebetulnya ya, sebetulnya sedih. Kalau proses hukum mengenai ijazah ini maju lagi ke tahapan berikutnya."
"Saya kasihan, tapi ya ini kan sudah keterlaluan. Jadi, ya kita tunggu proses hukum selanjutnya. Ya saya rasa itu saja," kata Jokowi kepada awak media, dilansir Youtube Kompas Tv.
Dalam momen yang sama, Jokowi menjelaskan kedatangannya ke Bareskrim untuk memenuhi panggilan klarifikasi serta pengambilan ijazah aslinya.
Diketahui, ijazah asli Jokowi sebelumnya telah diserahkan ke Bareskrim oleh adik iparnya guna pemerikaan dokumen pada Jumat (9/5/2025).
Kini, ijazah tersebut telah kembali di tangan Jokowi.
Namun, Jokowi enggan menunjukannya ke publik meskipun ijazah telah ada dalam genggamannya.
Jokowi mengatakan, akan menunjukan ijazah aslinya kepada hakim di pengadilan.
Baca juga: Ini Penampakan Ijazah Jokowi, Warnanya Mulai Pudar dan Ada Logo Kampus UGM Yogyakarta
"Ya ini kan supaya semuanya jelas dan gamblang."
"(Saya tunjukan ke) lembaga yang paling kompeten untuk di mana saya menunjukkan ijazah saya itu ya di pengadilan nanti," lanjut Jokowi.
22 Pertanyaan soal Skripsi hingga KKN
Kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan, mengungkap Jokowi ditanyai 22 pertanyaan oleh penyidik Bareskrim.
Dari 22 poin pertanyaan itu, kata Yakup, sebenarnya terdapat delapan pertanyaan besar terkait ijazah Jokowi ini.
"Jadi pertanyaannya itu sebenarnya ada delapan pertanyaan besar, kemudian ada sub-subnya lagi."
"Kita hitung tadi per poin, saya hitung sekitar 22 poin, tapi pertanyaannya sebenarnya ada delapan pertanyaan besar," ujar Yakup.
Topik pertanyaan tersebut, kata Yakup, tak jauh dari masalah ijazah Jokowi.
Seperti di antaranya soal bagaimana sejarah masa kuliah Jokowi di Universitas Gadjah Mada (UGM), terkait masa Kuliah Kerja Nyata (KKN), hingga proses skripsi Jokowi.
"Itu tentang sejarah bapak pas kuliah, ketika Pak Jokowi KKN kemudian skripsinya Pak Jokowi seperti apa."
"Jadi detail mengenai itu ditanyakan tadi," terang Yakup.
Yakup mengatakan Jokowi hadir di Bareskrim sebagai terlapor, bukan sebagai pelapor.
"Jadi hari ini Pak Jokowi hadir sebagai pihak yang diadukan atau pihak yang dilaporkan. Jadi ini sedikit berbeda dengan di Polda terakhir (kasus di Polda Metro Jaya)."
"Di Polda Pak Jokowi hadir sebagai pelapor atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik atau fitnah. Disini Pak Jokowi diadukan sebagai terlapor," jelas Yakup.
Jokowi Orang ke 27 yang Diperiksa
Sampai saat ini Bareskrim Polri telah memeriksa 26 saksi lain dalam rangka penyelidikan tudingan ijazah palsu Jokowi atas aduan tersebut disampaikan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA).
Sehingga, Jokowi adalah orang ke-27 yang dimintai klarifikasi oleh Bareskrim Polri.
"(Kami) telah melakukan interview terhadap saksi sejumlah 26 orang," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro kepada wartawan, Rabu (7/5/2025).
Puluhan saksi itu berasal dari sejumlah elemen, yakni dari pihak pengadu sebanyak 4 orang, staf Universitas Gadjah Mada (UGM) sebanyak 3 orang, alumni Fakultas Kehutanan UGM sebanyak 8 orang dan Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebanyak satu orang.
Selain itu, Bareskrim juga sudah meminta klarifikasi dari pihak percetakan Perdana sebanyak satu orang, staf SMA Negeri 6 Surakarta sebanyak 3 orang, alumni SMA Negeri 6 Surakarta sebanyak 4 orang.
"(Kemudian) Ditjen Pauddikdasmen Kementerian Diknas RI sebanyak satu orang, Ditjen Dikti sebanyak satu orang, KPU Pusat sebanyak satu orang dan KPU DKI Jakarta sebanyak satu orang," ungkap Djuhandani.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Faryyanida Putwiliani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.