Selasa, 30 September 2025

Permohonan PK Alex Denni Dikabulkan Mahkamah Agung, Ini Perjalanan Kasusnya

MA mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh Alex Denni, Deputi Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi periode 2021-2023.

HO/Tribunnews
PERJALANAN KASUS - Alex Denni menjelaskan perjalanan kasus yang dialaminya kepada wartawan di Jakarta Selatan, Jumat (16/5/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Alex Denni, Deputi Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) periode 2021-2023.

Hal itu berdasarkan informasi dari laman resmi Mahkamah Agung Republik Indonesia, perkara PK dengan nomor perkara 1091 PK/Pid.Sus/2025 yang telah diputus pada 23 April 2025 lalu.  

Bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim adalah Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto dengan dua Hakim Anggota yakni Hakim Agung Agustinus Purnomo Hadi dan Hakim Agung Jupriyadi. 

“Amar putusan: PK=Kabul, Batal JJ, Adili Kembali, Bebas/Vrijspraak,” demikian keterangan yang tertera di laman resmi informasi perkara MA seperti dikutip Jumat (16/5/2025).

Menanggapi putusan MA, Alex Denni bersyukur Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali (PK) atas perkara yang menjerat dirinya. 

PK itu membatalkan vonis 1 tahun penjara yang sempat dijatuhkan padanya.

"Harapan saya tentu apa yang saya alami, apa yang keluarga saya alami, tidak lagi dialami oleh keluarga lain," kata Alex Denni kepada wartawan di Jakarta Selatan, Jumat (16/5/2025).

Pada 11 Juli 2024 lalu, Alex mengisahkan ketika dia tiba-tiba ditangkap di bandara sepulang dari bepergian ke luar negeri. 

Saat itu, Alex disebut-sebut masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) karena mangkir selama 11 tahun dari eksekusi putusan Mahkamah Agung

Dia mengatakan tidak pernah menerima relaas pemberitahuan putusan kasasi maupun salinan putusan kasasi. 

Alex telah menjalani hukumannya di Lapas Sukamiskin sejak pertengahan 2024 lalu. 

Namun ia sejatinya telah menjadi korban kriminalisasi selama hampir 20 tahun.  

Pada 2007 silam, Alex Denni bersama rekannya Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah di PT TI diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri Bandung atas tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan jasa konsultan analisis jabatan atau Proyek DJM (Distinct Job Manual) yang dilaksanakan pada 2003-2004. 

Kejanggalan dimulai ketika pemeriksaan perkara dilakukan secara terpisah pada tingkat banding. 

Oleh Pengadilan Tinggi Bandung, kedua rekan Alex dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan dari segala tuntutan dengan dasar bahwa proses pengadaan berjalan secara sah tanpa penyalahgunaan kewenangan. 

Namun, putusan Pengadilan Tinggi Bandung terhadap Alex Denni berbeda. 

Alex Denni justru dinyatakan bersalah dan menguatkan putusan tingkat pertama. 

Putusan kasasi Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung untuk masing-masing terdakwa.

Anehnya, perkara kasasi Alex Denni baru diputus pada 2013, lima tahun setelah putusan kasasi untuk Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah.

Kejanggalan lain yang dirasakannya, lanjut Alex, adalah terkait salinan putusan yang tak pernah diunggah di situs MA.

Mulai dari pengadilan tingkat pertama, banding, hingga kasasi.

Alex pun sempat ingin menyudahi perjuangannya dalam mencari keadilan.

Setelah ditangkap dan dijebloskan ke Lapas Sukamiskin, Alex memilih untuk diam.
 
"Jadi dari kejadian-kejadian itu saya tadinya merasa tidak ada gunanya mengadukan PK. Karena saya hampir putus asa dan melihat tidak ada harapan untuk menemukan keadilan dalam sistem peradilan kita ini," ucapnya.

Hingga akhirnya, Alex bertemu dengan Ketua PBHI Julius Ibrani.

Saat itu, Alex mendapatkan pencerahan dari Julius untuk tetap memperjuangkan keadilan.

Alex bercerita, Julius memintanya mengajukan PK dalam rangka perbaikan sistem peradilan di Indonesia. Karena alasan itu, Alex berubah pikiran.

Setelah itu, Alex Denni mengajukan PK dan diputus tidak bersalah pada 23 April 2025.

Alex berharap, dikabulkannya putusan PK ini bisa menjadi momentum bagi perbaikan sistem  peradilan dan tata kelola hukum di negeri ini.

"Jangan sampai muncul lagi korban-korban dari  peradilan sesat yang akan merugikan masyarakat."

Penjelasan Julius

Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia  (PBHI) Julius Ibrani mengatakan, pada intinya, amar putusan tersebut menjelaskan bahwa Majelis Hakim mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh Alex Denni.

Ini sekaligus membatalkan putusan Mahkamah Agung Nomor 163 K/Pid.Sus/2013 tanggal 26 Juni 2013 jo Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Bandung Nomor  166/Pid/2008/PT.BDG tanggal 20 Juni 2008 jo. Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung Nomor 1460/PID/B/2006/PN.Bdg tanggal 29 Oktober  2007. 

Selain itu, Majelis Hakim di Tingkat PK juga mengadili kembali perkara tersebut dengan  putusan bebas.

Artinya, kata Julius, Alex Denni dinyatakan tidak terbukti bersalah sehingga Majelis Hakim membebaskannya dari dakwaan.

"Berdasarkan informasi di laman Mahkamah Agung, status  perkara sudah diputus dan saat ini sedang dalam proses minutasi," ujar Julius dalam  keterangannya kepada media massa di Jakarta, Jumat, (16/5). 

Menurut Julius, dikabulkannya permohonan PK yang diajukan Alex Denni oleh Mahkamah Agung membuktikan bahwa selama ini rekayasa hukum pada perkara Alex Denni nyata  adanya.

Hal ini ditandai banyaknya kejanggalan yang terjadi dalam perkara Alex Denni, baik  secara prosedural maupun substansial. 

Secara prosedural, Julius mencontohkan, kejanggalan terletak pada putusan dan relaas yang  tidak pernah disampaikan maupun komposisi majelis hakim yang melibatkan hakim militer.  

Sementara secara substantif, kejanggalan terlihat pada penerapan pasal 55 KUHP terkait  penyertaan namun hanya terhadap satu orang saja yang notabene bukan penyelenggara negara. 

"Putusan PK ini menandakan bahwa perjuangan telah membuahkan hasil. Alex Denni  hanyalah satu dari jutaan korban peradilan sesat. Putusan ini sekaligus menandakan bahwa  masih ada harapan bagi tegaknya keadilan di Indonesia meski kadang kala harus melibatkan  partisipasi dan atensi publik," ujar Julius. 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan