Selasa, 30 September 2025

Program Makan Bergizi Gratis

Daripada Asuransi, DPR Lebih Setuju Pemerintah Maksimalkan BPJS Kesehatan untuk Korban Keracunan MBG

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI mengatakan wacana asuransi penerima manfaat MBG menimbulkan kesan seolah-olah program MBG membahayakan nyawa penerimanya.

Penulis: Rifqah
Editor: Sri Juliati
Tribunnews/Jeprima
PROGRAM MBG - Foto sejumlah siswa menikmati makanan makan bergizi gratis (MBG) di SDN 03 Jati Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu (7/5/2025).Wakil Ketua Komisi IX DPR RI mengatakan wacana asuransi penerima manfaat MBG menimbulkan kesan seolah-olah program MBG membahayakan nyawa penerimanya. 

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris, menanggapi terkait wacana pemberian asuransi kepada penerima manfaat program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Mengetahui adanya wacana asuransi itu, Charles mengaku terkejut karena ia menilai hal tersebut justru menimbulkan kesan seolah-olah program MBG ini membahayakan nyawa penerimanya.

"Saya jujur terkejut ya dan kaget dengan adanya wacana pemberian asuransi untuk penerima manfaat MBG," kata Charles, Selasa (13/5/2025).

"Kok seolah-olah MBG menjadi program yang membahayakan nyawa orang," tambah politikus PDI Perjuangan (PDIP) ini.

Charles lantas menjelaskan, asuransi biasanya diberikan kepada individu yang menghadapi risiko tinggi, seperti kecelakaan atau kondisi yang mengancam nyawa.

"Biasakan asuransi itu kan diberikan kepada pihak yang memang terancam dengan adanya kecelakaan atau ada risiko terhadap nyawa dan seterusnya. Jadi, saya kok agak kaget ya dengan wacana ini," ucap Charles.

Menurut Charles, pemerintah seharusnya memaksimalkan koordinasi dengan BPJS Kesehatan untuk memastikan penanganan korban keracunan MBG itu, ketimbang membuka skema perlindungan baru, seperti wacana asuransi.

"Sebetulnya yang dibutuhkan bukan asuransi. Jadi yang dibutuhkan koordinasi dengan BPJS Kesehatan."

"Sampai mana penerima manfaat MBG itu bisa berobat dan dicover oleh BPJS Kesehatan apabila memang menjadi korban keracunan makanan dari program MBG ini," tegasnya.

Selain itu, Badan Gizi Nasional (GBN) juga harus memastikan bahwa BPJS Kesehatan bisa memberikan perlindungan yang maksimal kepada penerima manfaat MBG.

Dengan demikian, sambung Charles, maka tidak perlu ada wacana asuransi untuk korban keracunan MBG tersebut.

Baca juga: Kasus Keracunan Menu MBG di Bogor Ditetapkan Jadi KLB, BGN: Ratusan Korban Diberikan Asuransi

"Jadi, saya rasa enggak perlu mewacanakan atau membuat program baru, yaitu memberikan asuransi kepada penerima manfaat, tetapi bagaimana kita harus bisa memaksimalkan yang sudah ada, yaitu melalui BPJS Kesehatan," tutur Charles.

Sebelumnya, Deputi Sistem dan Tata Kelola BGN, Tigor Pangaribuan menyampaikan bahwa BGN tengah mengkaji kerja sama dengan perusahaan asuransi, agar pekerja maupun penerima manfaat dalam program MBG mendapatkan perlindungan tambahan. 

Biaya asuransi tersebut rencananya diambil dari anggaran operasional masing-masing satuan pelayanan. 

Namun, penambahan asuransi itu dipastikan tidak akan mengurangi nilai manfaat bahan baku MBG sebesar Rp10.000.

Wacana Asuransi Dinilai Sebagai Bentuk Pemborosan Anggaran

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi NasDem, Irma Suryani Chaniago, menyatakan bahwa wacana asuransi untuk penerima manfaat MBG itu dinilai sebagai bentuk pemborosan anggaran negara.

Padahal, sudah ada BPJS Kesehatan yang bisa dimaksimalkan lagi penanganannya untuk korban keracunan MBG.

Menurut Irma, BPJS Kesehatan itu seharusnya sudah cukup untuk menjamin kebutuhan pengobatan.

“Kan sudah ada BPJS! Koordinasikan saja dengan BPJS Kesehatan, ngapain buang-buang duit anggaran negara lagi?” ujar Irma saat dimintai tanggapan, Senin (12/5/2025).

“Kalau ada makanan basi dan tidak sampai berakibat fatal, ya bawa saja ke puskesmas atau RSUD dengan jaminan BPJS. Kan sekarang pemda juga sudah kerja sama dengan BPJS Kesehatan?” jelasnya.

Irma juga menyoroti efektivitas penggunaan dana negara dan meminta agar BGN memprioritaskan skema perlindungan yang sudah tersedia.

Kendati demikian, jika kejadian yang terjadi tergolong fatal, Irma mengatakan santunan tetap perlu diberikan.

“Kecuali jika, mohon maaf, ada kejadian yang fatal, BGN wajib beri santunan. Tapi kalau asuransi menurut saya berlebihan,” tegasnya.

Untuk perlindungan pekerja dapur MBG, Irma juga mendorong BGN agar memastikan mereka ikut dalam program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

“Mereka wajib jadi peserta BPJS TK yang dua program, yang preminya Rp16.800. Yang di-cover adalah kecelakaan kerja dan tunjangan kematian,” jelasnya.

Kasus Terbaru Keracunan MBG

Keracunan MBG terbaru terjadi di Kota Bogor, bahkan korbannya hingga saat ini terus bertambah.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes), korban keracunan ini menjadi 223 orang.

Kadinkes Kota Bogor Sri Nowo Retno mengatakan, penambahan itu terjadi pada hari kemarin Senin (12/5/2025).

Tercatat ada sembilan orang yang terindikasi keracunan MBG.

“Secara kumulatif total korban yang tercatat sebanyak 223 orang, dengan rincian 45 orang menjalani rawat inap, 49 orang menjalani rawat jalan, dan 129 orang mengalami keluhan ringan,” kata Retno dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/5/2025), dikutip dari TribunnewsBogor.com.

Sebaran 45 korban yang menjalani rawat inap selama KLB ini tersebar di RS Hermina sebanyak 11 orang, RS Islam sembilan orang, Mayapada lima orang, RS Azra empat orang, dan RSUD Kota Bogor empat orang.

Di RS PMI juga ada sebanyak tiga orang, kemudian RS EMC dua orang, RS Graha Medika dua orang, RS Juliana juga dua orang, RS RS Salak dua orang, lalu RS Siloam satu orang.

Korban keracunan ini berasal dari sembilan sekolah, sebagai berikut:

  1. TK Bina Insani: 28 orang
  2. SD Bina Insani: 13 orang
  3. SMP Bina Insani: 96 orang
  4. SMA Bina Insani: 1 orang
  5. SDN Kukupu 3: 8 orang
  6. SDN Kedung Waringin: 7 orang
  7. SMP Bina Greha: 8 orang
  8. SDN Kedung Jaya 1: 16 orang
  9. SDN Kedung Jaya 2: 46 orang

Dinkes Kota Bogor pun melakukan pemeriksaan atas peristiwa tersebut, tetapi belum sepenuhnya selesai.

“Bersamaan dengan hal ini, kami sampaikan hasil pemeriksaan lab belum semua selesai, hal ini dikarenakan sampel sampel yang didapatkan dikirim secara bertahap,” ujarnya.

Sebelumnya, diketahui bahwa berdasarkan hasil uji laboratorium sampel makanan MBG, diduga penyebab keracunan 213 orang di Kota Bogor sudah keluar.

Dua menu makanan ternyata mengandung bakteri.

Wali Kota Bogor, Dedie Rachim mengatakan, bakteri yang terkandung dalam dua makanan itu bakteri Coli dan Salmonella.

“Dari hasil pemeriksaan Lab kurang lebih hampir 4 hari terakhir hasilnya menunjukan beberapa bahan itu mengandung Bakteri Coli dan Salmonella,” kata Dedie Rachim kepada TribunnewsBogor.com di Rumah Dinas Wali Kota Bogor, Senin (12/5/2025).

Adapun, bakteri E. Coli dan Salmonella ini didapat dari dua jenis makanan yang disajikan, hingga akhirnya menyebabkan 213 siswa mengalami gejala keracunan mulai dari muntah-muntah sampai diare.

Dua bakteri itu didapati pada makanan telur ceplok saus barbeque dan tumis tahu tauge.

Telur itu dimasak pada malam hari dan didistribusikan kepada siswa pada siang hari.

Makanan ini dimasak di dapur Sekolah Bosowa Bina Insani Kota Bogor, yang juga melayani 13 sekolah lainnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com dengan judul Korban Keracunan MBG di Kota Bogor Masih Terus Bertambah, Kini Total Ada 223 Orang

(Tribunnews.com/Rifqah/Fersianus Waku/Igman Ibrahim) (TribunnewsBogor.com/Rahmat Hidayat)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved