Senin, 6 Oktober 2025

Revisi UU Pemilu, Pakar Soroti KPU-Bawaslu Masih Diisi Anggota ‘Warisan’ Partai

Feri Amsari menilai anggota KPU dan Bawaslu merupakan orang-orang yang terafiliasi dengan kelompok yang merupakan partai politik (parpol)

Tribunnews.com/ Rizki Sandi Saputra
WARISAN PARPOL - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari saat ditemui awak media di Kawasan Kalibata, Jakarta, Selasa (26/11/2024). Feri sebut penyelenggara pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hingga saat ini masih jauh dari kata independen karena anggotanya merupakan orang-orang yang terafiliasi dengan kelompok yang merupakan partai politik 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari mengatakan ihwal penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hingga saat ini masih jauh dari kata independen.

Hal ini mengingat para anggotanya merupakan orang-orang yang terafiliasi dengan kelompok yang merupakan partai politik (parpol).

Sorotan Feri atas hal tersebut ia harapkan dapat dibawa ke dalam pembahasan reivisi Undang-Undang Pemilu (UU Pemilu) guna memasitikan independensi penyelenggara pemilu. 

“Penyelenggara pemilu kita itu adalah warisan, kalau tidak ormas tertentu, organisasi sayap partai tertentu,” kata Feri di Rumah Belajar ICW, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (28/4/2025).

“Jadi akhirnya penyelenggara pemilu kita tidak pernah betul-betul independen dan baik,” ia menambahkan. 

Selain soal penyelenggara, Feri juga menyoroti dasar penentuan sistem pemilu di Indonesia. 

Baca juga: KPK Panggil Inspektur KPU dalam Kasus Suap Buronan Harun Masiku

Ia menjelaskan, pada dasarnya sistem pemilu adalah mekanisme konversi suara menjadi kursi di parlemen, dengan berbagai pola yang dapat diterapkan.

Namun, Feri mempertanyakan landasan yang digunakan dalam menetapkan sistem tersebut, termasuk dalam hal penghitungan suara, penentuan daerah pemilihan (dapil), dan metode konversi suara. Ia menekankan pentingnya kejelasan dasar hukum dalam semua tahapan itu.

“Nah ini, penentuan dari mulai sistem penghitungan, gambar dapil, dan segala macam itu atas dasar apa? Apakah berbasis Undang-Undang Dasar atau jumlah partai mayoritas di parlemen?” ujarnya.

Feri juga mempertanyakan sejauh mana putusan Mahkamah Konstitusi (MK) selama ini dijadikan rujukan oleh pembentuk undang-undang dalam menentukan sistem pemilu. Ia mengingatkan bahwa pengabaian terhadap prinsip-prinsip konstitusional dalam merancang sistem pemilu dapat merusak kualitas demokrasi.

“Apakah selama ini putusan MK benar-benar menjadi dasar atau hanya diabaikan demi kepentingan politik sesaat,” pungkasnya. (Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow) 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved