Korupsi KTP Elektronik
Apa itu Affidavit, Dokumen Tambahan yang Diminta Singapura terkait Ekstradisi Paulus Tannos?
KPK mengungkap dokumen tambahan yang diminta otoritas Singapura sebagai syarat ekstradisi buronan kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dokumen tambahan yang diminta otoritas Singapura sebagai syarat ekstradisi buronan kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin.
Dokumen yang diminta pihak Singapura adalah affidavit.
Baca juga: KPK Ungkap Perkembangan Terkini Proses Ekstradisi Paulus Tannos di Singapura: Masuk Tahap Penuntutan
Affidavit adalah surat pernyataan tertulis yang dibuat di bawah sumpah.
Affidavit dapat digunakan sebagai dokumen keimigrasian, alat bukti surat, atau dalam proses pembuktian.
"Dokumennya affidavit tambahan," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi, Rabu (16/4/2025).
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas sebelumnya mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia sedang melengkapi dokumen tambahan yang dimintakan oleh Pemerintah Singapura.
Supratman saat konferensi pers di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Selasa (15/4/2025), mengatakan dokumen tambahan tersebut diurus oleh Direktorat Otoritas Pusat dan Hukum Internasional (OPHI) pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
"Saat ini, direktur OPHI di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum itu sementara ada dokumen yang lagi diminta oleh otoritas Singapura dan insyaallah sebelum 30 April ini dokumen tersebut akan segera dikirim," kata Supratman.
Baca juga: Paulus Tannos Tak Kunjung Diekstradisi dari Singapura, KPK Beberkan Syaratnya dan Sudah Dipenuhi
Menurut Supratman, Direktorat OPHI juga berkomunikasi dengan KPK untuk sesegera mungkin menyiapkan dokumen dimaksud.
Sementara itu, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Widodo mengatakan bahwa dokumen tambahan tersebut merupakan permintaan dari Kamar Jaksa Agung (AGC) Singapura.
Dokumen tersebut, jelas dia, terkait dengan bukti-bukti yang berhubungan dengan perkara Paulus Tannos di Indonesia.
"Semua dokumen sudah masuk, sudah lengkap, tapi kan ada beberapa hal perlu mungkin penekanan dari beberapa alat bukti, ya, terkait dengan affidavitnya dan lain sebagainya," ujar Widodo.
Widodo menjelaskan sidang kelayakan ekstradisi Paulus Tannos akan digelar pada bulan Juni 2025.
Ia pun meyakini Pemerintah Singapura akan membantu proses ekstradisi, mengingat adanya perjanjian hukum timbal balik (MLA) yang dijalin dengan Indonesia.
"Kita berharap, kalau dari pihak mereka tidak ada perlawanan dan bisa menerima, segera. Langsung penetapan (ekstradisi), cepat. Jadi, karena ini kan sudah menyangkut yurisdiksi kewenangan hukum nasional Singapura, kita tidak bisa campur tangan. Kita hanya menunggu hasil putusannya," tutur Widodo.
Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, merupakan buronan KPK di kasus korupsi megaproyek pengadaan e-KTP yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun.
Perusahaan itu disebut menerima Rp 145,8 miliar.
Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka sejak 2019 silam. Dia kemudian menjadi buronan KPK sejak 19 Oktober 2021.
Dalam pengejaran KPK, Paulus Tannos ternyata sempat berganti nama menjadi Thian Po Tjhin dan berganti kewarganegaraan untuk mengelabui penyidik.
Tannos tercatat memiliki paspor Guinea Bissau, sebuah negara di Afrika Barat.
Pelarian dari Paulus Tannos pun berakhir di awal tahun ini.
Tannos ditangkap di Singapura oleh lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), bersama otoritas keamanan Singapura pada 17 Januari 2025.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.