Revisi UU TNI
SBY: Prajurit TNI Aktif Harus Mundur jika Akan Menjabat di Instansi Sipil
Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengatakan bahwa prajurit TNI aktif harus mundur jika akan berdinas di instansi sipil.
TRIBUNNEWS.COM - Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut anggota TNI aktif harus mundur jika akan berdinas di dalam instansi sipil di luar ketentuan.
Pandangan SBY ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR Fraksi Demokrat Anton Sukartono Suratto.
"Sikap Pak SBY dan Fraksi Partai Demokrat tetap sama, bahwa sesuai dengan ketentuan di dalam UU TNI, bagi prajurit TNI aktif yang berdinas di instansi sipil di luar ketentuan yang diatur dalam UU TNI, maka harus mengundurkan diri atau pensiun dini dari dinas keprajuritan," ujar Anton, Senin (17/3/2025).
Anton menegaskan bahwa Partai Demokrat tetap konsisten mendukung reformasi TNI dengan penekanan pada prinsip pemisahan antara politik dan militer.
Dia memahami bahwa, dalam beberapa posisi tertentu, kehadiran prajurit aktif diperlukan demi optimalisasi tugas negara yang memang membutuhkan keahlian serta pengalaman TNI.
Meski demikian, Anton menekankan jabatan yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif tetap perlu dibatasi, mengutip Kompas.com.
Dia mengatakan kriteria jabatan yang dimaksudkan harus sesuai dengan permintaan dan kebutuhan lembaga terkait, seperti berkaitan langsung dengan aspek pertahanan negara.
"Dan tidak melibatkan prajurit TNI aktif dalam posisi yang dapat mencederai semangat reformasi, netralitas, profesionalisme TNI, dan supremasi sipil," lanjut Anton.
Dirinya berharap pembahasan RUU TNI bisa menghasilkan sebuah regulasi yang seimbang, menjaga profesionalisme TNI sekaligus mendukung sistem demokrasi yang sehat di Indonesia
16 Lembaga yang Kini Bisa Diduduki TNI Aktif, Hasil Revisi UU TNI
Baca juga: Bamsoet Sesalkan Aksi Koalisi Sipil Geruduk Ruang Rapat Panja Revisi UU TNI
Kini terdapat 16 lembaga yang bisa diduduki oleh anggota TNI aktif.
Hal itu merupakan hasil kesepakatan DPR RI dengan Pemerintah, termaktub dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Lembaga tersebut termasuk yang mengurus kasus narkotika di Indonesia.
Diketahui revisi UU TNI mengubah aturan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga, mengingat kebutuhan penempatan prajurit TNI di kementerian/lembaga yang semakin meningkat.
Lantas apa saja lembaga tersebut? Berikut daftarnya.
- Politik dan Keamanan Negara
- Sekretaris Militer Presiden
- Pertahanan Negara
- Intelijen Negara
- Sandi Negara
- Lembaga Ketahanan Nasional
- Dewan Pertahanan Nasional
- Search and Rescue (SAR) Nasional
- Narkotika Nasional
- Mahkamah Agung
- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
- Kejaksaan Agung
- Keamanan Laut
- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
- Kelautan dan Perikanan
- Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).
Digelar di Hotel Mewah
Rapat revisi UU TNI ini digelar di hotel mewah Fairmont Hotel, Senayan, Jakarta, selama dua hari.
Sontak hal ini pun menjadi sorotan terutama dilakukan saat menggaungnya efisiensi anggaran pemerintah.
Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, memberikan tanggapan singkat mengenai pemilihan hotel sebagai lokasi rapat
Ia mengaku tidak mengetahui alasan pasti dan menyarankan publik untuk bertanya langsung kepada Sekjen DPR.
"Itu tanyakan ke Sekjen DPR RI, saya enggak tahu. Tanya ke Sekjen kenapa di sini, kenapa tidak di MPR atau di tempat lain, itu bukan urusan saya," ujar TB Hasanuddin, dilansir dari Kompas TV.
Digeruduk Masyarakat Sipil
Rapat RUU TNI tersebut rupanya digeruduk serta diinterupsi oleh unsur masyarakat sipil yang mengatasnamakan Koalisi Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan.
Suasana rapat pun sempat terhenti lantaran terjadi keos antara massa dan petugas keamanan.
Massa yang hadir, membentangkan spanduk penolakan RUU TNI, mereka langsung membuka pintu ruang rapat, meneriakkan seruan lantang soal penolakan RUU TNI.
Rapat pun sempat terhenti sejenak. Pihak pengamanan pun bergerak cepat dan memaksa mereka keluar.
"Teman-teman, hari ini kami mendapatkan informasi bahwa proses revisi undang-undang TNI dilakukan secara tertutup di Hotel Fairmont, yang mana kita tahu hotel ini sangat mewah dan kami justru mendapatkannya dari teman-teman jurnalis."
"Proses ini tidak hanya kemudian diinformasikan kepada masyarakat, tetapi juga seolah-olah ditutupi yang kemudian kami mempertanyakan apa alasan proses pembahasan RUU TNI dilakukan secara tertutup," kata perwakilan sipil tersebut.
Mereka juga mengirimkan surat terbuka untuk memberikan masukan kepada Komisi I DPR untuk menunda proses pembahasan RUU TNI.
"Secara substansi, kami pandang dan kami nilai sangat kemudian mengaktivasi kembali dwifungsi militer. Oleh karena itu, kedatangan kami di sini menuntut agar proses ini dihentikan selain bertolak belakang dengan kebijakan negara mengenai efisiensi juga," kata dia.
"Terkait dengan pasal dan substansinya itu jauh dari upaya semangat menghapus dwi fungsi militer dan jauh dari semangat reformasi sektor keamanan di Indonesia," kata dia.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Faryyanida Putwiliani/Reza Deni/Fransiskus) (Kompas.com/Adhyasta Dirgantara)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.