Selly Gantina Desak Kapolres Ngada Dihukum Maksimal, Tidak Hanya PTDH
Legislator PDI Perjuangan Selly Andriany Gantina mendesak AKBP Fajar Widyadharma itu dihukum berat dan maksimal.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapoksi Fraksi PDI Perjuangan Komisi VIII DPR RI Hj. Selly Andriany Gantina, A.Md geram dengan kelakuan bejat Kapolres Ngada Polda NTT AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja yang diduga mencabuli dan merekam tiga anaknya yang masih di bawah umur.
Legislator PDI Perjuangan itupun mendesak AKBP Fajar Widyadharma itu dihukum berat dan maksimal.
Sebab selain mencabuli dan merekam perbuatan bejat, Kapolres juga terindikasi penyalahgunaan narkoba jenis sabu.
"Harus dihukum maksimal. Apalagi dia sebagai Kapolres, seharusnya memberi contoh, bukan merenggut masa depan anaknya sendiri, bener-bener perbuatan biadab," tegas Selly Andriany Gantina dalam siaran persnya, Senin (10/3/2025).
Meskipun saat ini AKBP Fajar Widyadharma sudah dicopot dari jabatannya dan tengah berproses Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) di lingkungan Polri.
Namun Selly menegaskan hal itu tidak memberikan rasa puas bagi hukum di negara ini.
Merujuk dari UU Nomor 12 tahun 2022 tentang TPKS serta UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, Mantan Bupati Cirebon itu mendesak hukuman maksimal wajib diberikan kepada Akpol Lulusan 2004 ini.
Secara teperinci, Selly menuturkan jeratan pasal 13 UU TPSK bisa diberikan kepada Kapolres dengan hukuman 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.
Namun karena pelaku adalah pejabat daerah dan keluarga maka hukumannya bisa diperberat sepertiga atau tambahan 5 tahun.
Serta perekaman yang membuat dirinya bisa dituntut tambahan 4 tahun.
Selain berkaca dari konsumsi narkotika yang ada, maka dirinya melanggara pasal 127 ayat 1 sebagaimana UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
"Artinya bila di junto kan, maka serendahnya dia bisa dikenai hukuman 20 tahun. Tapi karena bejatnya, saya pikir hukuman seumur hidup atau mati lebih pantas," kata Selly.
Terlepas dari kebejatan Kapolres, mengutip mandat Ketua DPR RI Puan Maharani, Selly Gantina juga meminta agar perlindungan terhadap anak dan perempuan menjadi prioritas utama dalam sistem hukum dan kebijakan negara.
Ia juga mengiatkan bahwa kasus ini menjadi pengingat bahwa kejahatan terhadap anak merupakan pelanggaran serius terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan tidak boleh dibiarkan terjadi di institusi mana pun.
Terlebih kejahatan ini masuk dalam lingkup aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberikan perlindungan.
“Proses hukum yang transparan dan akuntabel menjadi kebutuhan mendesak, sehingga keadilan bagi para korban dapat terwujud tanpa hambatan,” tambahnya.
Komitmen hukum demikian, kata Selly, selaras dengan Fraksi PDI Perjuang yang kini dikomandoi Ketua DPR RI Puan Maharani senantiasa menekankan pentingnya menjaga harkat dan martabat perempuan serta anak dalam berbagai kebijakan dan perundang-undangan.
Hal ini sejalan dengan upaya untuk memperkuat perlindungan hukum serta meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya pencegahan kekerasan seksual.
Karenanya agar kejadian tak terulang, sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual harus semakin diperluas, termasuk dalam lingkungan institusi yang memiliki kewenangan dalam penegakan hukum.
Dalam konteks ini, peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak diharapkan semakin diperkuat untuk memastikan bahwa korban mendapatkan pendampingan hukum dan psikososial yang layak.
“Tidak hanya itu, pengawasan yang lebih ketat terhadap institusi penegak hukum juga menjadi langkah yang perlu diperkuat agar kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara tetap terjaga,” tuturnya.
Tentunya, lanjut Selly, kekerasan seksual terhadap anak bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga meninggalkan luka mendalam yang dapat berdampak pada masa depan mereka.
Karenanya, penegakan hukum yang tegas dan berpihak pada korban harus menjadi komitmen bersama. Tidak boleh ada ruang bagi pelaku kekerasan seksual dalam institusi negara maupun di tengah masyarakat.
“Diharapkan kasus ini dapat menjadi momentum untuk memperkuat sistem perlindungan anak di Indonesia, memastikan bahwa setiap anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan bebas dari ancaman kekerasan,” tegasnya.
Selly menekankan bahwa masa depan anak-anak korban kekerasan seksual harus menjadi perhatian utama. Negara tidak hanya harus menegakkan hukum terhadap pelaku, tetapi juga memastikan pemulihan psikologis dan sosial bagi korban.
Dukungan pendidikan, rehabilitasi, serta lingkungan yang aman harus menjadi prioritas agar mereka dapat kembali menjalani kehidupan yang normal tanpa trauma berkepanjangan.
Ia juga menyoroti pentingnya kerja sama antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat dalam memperkuat sistem perlindungan anak.
"Pendidikan tentang bahaya kekerasan seksual harus ditanamkan sejak dini, sementara negara harus hadir secara nyata untuk menjamin setiap anak dapat tumbuh dengan aman dan memiliki masa depan yang cerah," ujarnya.
Kapolres Ngada Sudah Ditahan
Seperti diketahui Kapolres Ngada Nusa Tenggara Timur (NTT), AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, dinonaktifkan imbas kasus hukum yang menjeratnya.
AKBP Fajar kini ditahan sejak ditangkap Divisi Propam Mabes Polri pada Kamis (20/2/2025) karena kasus dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur dan penyalahgunaan narkoba.
Tak hanya kasus dugaan pencabulan, Mantan Kapolres Sumba Timur itu juga tersangkut penyalahgunaan narkoba.
Berdasarkan pemeriksaan atau tes urine oleh Divisi Propam Mabes Polri, AKBP Fajar dinyatakan positif narkoba.
"Berdasarkan pemeriksaan atau tes urin oleh Divisi Propam Mabes Polri, bersangkutan positif gunakan narkoba," ujar Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Henry Novika Chandra saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (4/3/2025).
Henry juga mengatakan bahwa kasus hukum AKBP Fajar saat ini masih didalami oleh Mabes Polri.
"Penangkapan dan pemeriksaan dilakukan langsung oleh Mabes Polri. Kami baru menerima hasil pemeriksaan urin saja," sebut Henry.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.