Efisiensi Anggaran Pemerintah
Efisiensi Anggaran Berujung Kegaduhan di Masyarakat, Mahfud Ingin Presiden Prabowo Beri Penjelasan
Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD menanggapi soal adanya kebijakan efisiensi anggaran dari Presiden Prabowo Subianto.
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Politik Hukum dan HAM (Polhukam) Mahfud MD ikut menanggapi soal adanya kebijakan efisiensi anggaran dari Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Mahfud, efisiensi anggaran ini telah berdampak pada kegaduhan yang terjadi di tengah masyarakat.
Selain itu banyak juga karyawan di berbagai instansi pemerintah dilanda kecemasan akibat efisiensi anggaran.
Mereka takut efisiensi anggaran ini bisa berimbas pada keputusan pemberhentian kerja atau PHK.
"Ya biar diselesaikan lah, saya juga merasa mempertanyakan hal yang sama. Kegaduhan terjadi dimana-mana, kecemasan terjadi di berbagai instansi pemerintah," kata Mahfud dilansir Kompas TV, Kamis (13/2/2025).
Lebih lanjut Mahfud juga mempertanyakan logika penggunaan anggaran dalam efisiensi anggaran ini.
Diketahui salah satu tujuan efisiensi anggaran ini adalah untuk pembiayaan beberapa program prioritas pemerintah seperti makan bergizi gratis.
Namun Mahfud kemudian menyinggung, pembiayaan makan bergizi gratis ini bisa saja berdampak pada PHK karyawan di berbagai instansi.
"Logika-logika anggaran untuk keperluan lain itu juga menjadi pertanyaan. Karena kalau untuk ngasih makan bergizi gratis, tetapi di sisi lain ada PHK atau pengurangan kegiatan karena untuk makan bergizi gratis. Itu kan perlu dipikirkan," terang Mahfud.
Meski demikian Mahfud tetap merasa bahwa kebijakan efisiensi anggaran yang diambil Presiden Prabowo ini tidak salah.
Namun menurut Mahfud, Prabowo tetap harus bisa menjelaskan terkait detail efisiensi anggaran ini.
Baca juga: Efisiensi Anggaran Kemenperin Rp 883 Miliar atau 35,05 Persen dari Total Pagu
Agar Prabowo juga bisa menjawab kegelisahan yang muncul di tengah masyarakat setelah kebijakan efisiensi anggaran diputus.
"Menurut saya tidak ada yang boleh mengatakan ini salah. Yang dilakukan Pak Prabowo ini mungkin benar, tapi harus dijelaskan kepada rakyat."
"Agar kegelisahan-kegelisahan dan target kapan ini akan stabil situasi ini, menjadi tugas presiden untuk menjelaskannya," pungkasnya.
Pengamat Soroti Kebijakan Efisiensi Anggaran Presiden Prabowo
Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan Presiden Prabowo Subianto terhadap sejumlah kementerian dan lembaga (K/L) merupakan langkah yang tepat atau sebaliknya?
Sejumlah pengamat mengkritik langkah ini karena dinilai akan membawa efek domino kepada ekonomi masyarakat.
Namun, ada juga yang berpendapat sebaliknya, seraya menyatakan langkah yang dilakukan pemerintah ini sudah tepat.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Iwan Setiawan, misalnya, menilai hal ini sebagai langkah positif di tengah keterbatasan APBN.
"Saya melihatnya adalah sesuatu yang positif di tengah anggaran negara yang lagi defisit dan terbatas," ucap Iwan lewat keterangan, Rabu (12/2/2025).
Baca juga: Pengangkatan Staf Khusus Menteri di Tengah Efisiensi Anggaran Jadi Sorotan, Ini Respons MenPAN-RB
Ia berpendapat, penghematan anggaran dapat mengurangi beban utang negara dan juga menghilangkan kebiasaan pemborosan anggaran hanya untuk kegiatan yang kurang penting yang sifatnya seremoni.
“Prabowo sebagai presiden terpilih memiliki program prioritas dan unggulan yang harus dilaksanakan sebagai pertanggungjawaban janji politik pada saat kampanye kemarin,” katanya.
Iwan juga menyoroti perkataan Prabowo yang menyebut ada pihak-pihak yang ingin melawan kebijakan efisiensi anggaran adalah ‘raja kecil’.
Menurut Iwan, yang disebut Prabowo sebagai raja kecil adalah oknum ASN bahkan pejabat yang selama ini kerap menyelewengkan anggaran untuk kegiatan yang tidak jelas.
“Kalau kita memperhatikan penjelasan Presiden, yang dimaksud sebagai raja kecil itu adalah pihak atau oknum birokrat bahkan pejabat yang selama ini sudah nyaman dan punya mainan/project tertentu dari yang diefisiensi itu,” jelas Iwan.
Baca juga: Legislator PDIP Harap Efisiensi Anggaran Pemerintahan Prabowo Tak Mengurangi Proses Penegakan Hukum
“Selain itu juga mungkin perjalanan dinas luar negeri dan studi-studi banding bahkan FGD yang harusnya tidak perlu yang dijadikan agenda rutin, juga akan mendatangkan keuntungan bagi mereka. Itu yang dimaksud Presiden,” tambah dia.
Oleh karena itu, Iwan mengapresiasi langkah berani Prabowo dalam mengambil kebijakan efisiensi anggaran. Sebab efisiensi ini dapat membantu menekan inflasi secara efektif.
Menurutnya, penghematan anggaran ini menjadi momentum yang tepat untuk melakukan seleksi dan membersihkan oknum-oknum raja kecil itu.
Namun, perlu juga diperhatikan dan dipertimbangkan agar penghematan tidak berdampak negatif pada sektor-sektor tertentu, seperti perhotelan, infrastruktur, dan ekonomi daerah.
“Efisiensi anggaran merupakan bentuk political will yang cukup berani dari seorang kepala negara. Efisiensi anggaran ini juga dapat dengan efektif membantu menekan inflasi. Pemerintah dapat mengalokasikan anggaran untuk sektor-sektor yang memiliki dampak inflasi rendah, seperti pendidikan dan kesehatan,” ucap Iwan.
Baca juga: Sektor Penting Kemendiktisaintek Terkena Efisiensi Anggaran, Total Rp 14,3 Triliun, Ini Daftarnya
Bisa timbulkan masalah baru?
Pendapat berbeda datang dari Direktur Eksekutif Ramangsa Institute Maizal Alfian.
Ia memberikan pandangannya sebagai akademisi dan pengamat kebijakan publik terkait Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang dikeluarkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Inpres tersebut menekankan efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2025.
Alfian menyatakan bahwa efisiensi anggaran adalah langkah penting untuk mengurangi pemborosan dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya.
Baca juga: OIKN Kena Efisiensi Rp 1,15 Triliun, Anggaran Perjalanan Dinas Hingga ATK Dihapus
Namun, ia menekankan bahwa penerapan efisiensi harus dilakukan dengan pendekatan yang adaptif dan berkelanjutan.
"Efisiensi anggaran seharusnya tidak hanya berfokus pada pemotongan biaya secara drastis, tetapi juga mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kualitas layanan publik dan kesejahteraan masyarakat," kata Alfian dari keterangannya pada Rabu (12/2/2025).
Sekretaris Jenderal IKA Ubhara Jaya, ini menyoroti beberapa lembaga, instansi, dan badan yang mungkin salah mengartikan instruksi efisiensi anggaran dengan melakukan pengurangan pegawai atau pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Tindakan seperti ini dapat menciptakan masalah baru, seperti meningkatnya angka pengangguran dan bertambahnya jumlah keluarga miskin di berbagai daerah," ujar Alfian.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Malvyandie Haryadi)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.