Komisi VI DPR Sepakat Bentuk Panitia Kerja Selidiki Kisruh Pengelolaan Lahan di Batam
Komisi VI DPR RI menyepakati untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) guna menyelidiki dan menginvestigasi berbagai kisruh di BP Batam.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi VI DPR RI menyepakati untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) guna menyelidiki dan menginvestigasi berbagai kisruh dan persoalan pengelolaan lahan di Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Rencana pembentukan Panja tersebut muncul dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VI dengan PT Synergy Tharada yang mengadukan seputar pengambilalihan lahan Pelabuhan Batam Center oleh BP Batam yang menuai polemik karena dinilai banyak kejanggalan.
Dua pekan sebelumnya, Komisi VI juga menerima pengaduan dari pengelola Hotel Purajaya Batam yang telah dirobohkan bangunannya.
Mereka mempertanyakan proses pengambilalihan dan meminta ganti rugi atas perobohan bangunan hotel tersebut.
Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khoeron mengatakan, kasus pengelolaan lahan di Batam ini cukup banyak.
Kali ini yang menimpa PT Synergy Tharada.
"Ada hal yang harus dijelaskan betul oleh pihak BP Batam ada apa dengan mengambil keputusan sepihak apakah ini ada motif-motif yang jadi tujuan personal, tujuan BP Batam, bangsa dan negara atau tujuan lain," papar anggota fraksi Demokrat ini.
Oleh karena itu, menurut Herman, Komisi VI DPR harus segera memanggil secepatnya BP Batam guna menjelaskan sejumlah masalah dalam pengelolaan lahan ini.
Bahkan ia mengusulkan agar DPR membentuk Panja (Panitia Kerja) untuk menyelesaikan berbagai persoalan di Batam.
"Dengan kompleksitas permasalahan BP Batam, kita bisa mengkaji dari sisi institusinya apakah kita bisa pisahkan lagi dari ex-officio walikota dan saya usul ini harus dibentuk Panja. Jadi tidak hanya kasuistik, tapi banyak persoalan yang harus diselesaikan," tandasnya.
Ditambahkan Herman, pembentukan Panja ini sangat penting mumpung masih baru. Nanti seluruh hasilnya dari persoalan di Batam ini akan diserahkan kepada Panja.
"Panja ini harus bisa menyelesaikan kompleksitas masalah di Batam, sebagai etalase bangsa Indonesia, sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu harus dibangun kepastian hukum, kepastian aturan dalam pengelolaan di Batam," paparnya.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Adisatrya Suryo Sulistio menyatakan, dirinya setuju dengan usulan Herman Khoeron untuk membentuk Panja.
"Kami sangat setuju dengan usulan pembentukan Panja. Kita akan bicarakan dengan anggota komisi dan juga pimpinan dewan. Karena Batam ini sangat strategis tidak hanya industri tapi banyak aktivitas strategis lainnya yang perlu kita cermati dan perhatikan secara serius," papar Adi.
Dukungan juga datang dari anggota fraksi Gerindra Kawendra Lukistian. Ia mengatakan, dirinya mendukung pembentukan Panja agar bisa menyelesaikan berbagai persoalan di besar di Batam.
"Keputusan-keputusan hukum yang sudah tetap mengenai berbagai gugatan dan persoalan harus dieksekusi segera," katanya.
Anggota Komisi VI lainnya, Nasril Bahar dari PAN mengatakan, kasus sengkarut lahan di Batam ini salah satunya karena terbitnya PP No 20 tahun 2021, mengenai aturan Otorita Batam di bawah ex offico Pemerintah Kota Batam,
"Ini kita juga mendengar laporan dua Minggu lalu PT Dani Thasa Lestari, (pengelola) hotel bintang lima yang dirobohkan oleh pemerintah Batam. Yang seharusnya mereka sebagai pionir, telah mengelola 30 tahun dan juga PT Synergy Tharada ini kalau memang tidak ada sinkronisasi tentu bisa dibicarakan," paparnya.
Menurut Nasril, semenjak turun PP no 20 tahun 2021 ini, ex offico Batam ini seperti raja kecil. Kita ingin mengetahui apa cita-cita dan tujuan dari pemerintah kota Batam ini. Apakah ingin menghabisi para pengusaha pendahulunya, dan memilih perusahaan baru tanpa prosedural.
"Ini jadi catatan kita juga. Jadi oleh Krena itu, saya melihat dan mendengar ex offico semena-mena. Bahkan menghabisi investor lama, dan mendatangkan investor baru yang itu adalah temannya. Tanpa berunding dengan yang lama, apakah akan berinvestasi lagi atau tidak," tegasnya.
Sartono, anggota Fraksi Demokrat juga menyetujui dibentuk Panja dan menjadi pintu masuk untuk mengevaluasi penggabungan otorita Batam dengan pemerintah kota.
Polemik Perobohan Bangunan Hotel
Terkait polemik penghancuran Hotel Purajaya Beach Resort, Batu Besar, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, Provinsi Kepri, Tribun Batam melansir, pemilik bangunan hotel tersebut belum menerima ganti rugi.
Pemilik Hotel atau Direktur utama Hotel Purajaya Beach Rury Afriansyah melalui penasehat hukumnya Eko Nurisman mengatakan pihaknya tengah melakukan sejumlah upaya demi mendapatkan ganti rugi tersebut.
"Kami sedang berjuang melalui jalur pidana di kepolisian, yang sudah di laporkan ke Ditreskrimum Polda Kepri," kata Eko Nurisman.
Eko menjelaskan pengerobohan bangunan tersebut dilakukan pada Juni 2023 lalu atas perintah dari perusahaan yang mendapat alokasi lahan dari BP Batam.
Eko menceritakan kronologis kejadian hotel Purajaya Beach berdiri diatas Lahan seluas 10 Ha (100.056,752 M2) berdasarkan penetapan lokasi pada tahun 1988 dan surat perjanjian tahun 1993.
Sesuai dengan peraturan di Batam dimana lahan biasa dikuasai sesuai dengan UWTO yang dimiliki, setelah UWTO berakhir maka harus dilakukan perpanjangan kembali.
UWTO adalah Uang Wajib Tahunan Otorita. Secara sederhana, UWTO adalah uang sewa tanah yang dibayarkan kepada Badan Pengusahaan Batam (BP Batam).
Untuk lahan di mana hotel Purajaya Beach bertempat, UWTO sudah berakhir pada tanggal 07 September 2018.
"Kita sudah mendapat surat dari BP Batam, namun saat itu karena kondisi keuangan perusahaan. Dilakukan penundaan pembayaran," katanya.
Pada tahun 2019 mereka kembali mendapat surat untuk pembayaran UWTO, sekaligus diminta untuk memberikan presentasi bisnis ke depan.
"Hal tersebut sudah kita lakukan, dan kita juga sudah menjalankan apa yang diminta oleh pihak BP Batam mengenai presentasi pengembangan bisnis," kata Eko.
Eko mengatakan proses presentasi bisnis dan yang lain sedang berjalan, terjadi pergantian secara besar besar di Tubuh BP Batam.
"Pada tahun 2021 pengelola Hotel Purajaya Beach yakni PT. Dani Tasha Lestari, mendapat surat dan perintah pengosongan lahan, dengan alasan lahan tersebut sudah diserahkan kepada perusahaan lain," kata Eko.
Eko juga mengatakan pihak PT Dani Tasha Lestari sudah berusaha menempuh jalur hukum perdata, namun tidak membuahkan hasil. Dan pada 2023 lalu bangunan tersebut dirobohkan tanpa memberikan ganti rugi kepada pemilik.
Pengerobohan bangunan tersebut sudah dilaporkan ke Ditreskrimum Polda Kepri, Namun sejak dilaporkan kasus tersebut tidak berjalan.
"Awalnya laporan ke polisi masih sebatas laporan informasi, harapan kita laporan ini bisa ditingkatkan menjadi laporan polisi," kata Eko.
Eko juga mengatakan saat ini laporan pengrobohan gedung tersebut sudah dibuka kembali dan sedang ditangani oleh unit dua Ditreskrimum Polda Kepri.
"Kita sudah dua kali dipanggil untuk memberikan kesaksian dan juga menyerahkan bukti-bukti kepemilikan gedung, dan juga bukti pengrusakan dan pengeronohan gedong," kata Eko.
Dia juga berharap kasus pengrobohan gedung hotel Purajaya Beach bisa ditangani secara profesional dan mengungkap siapa pelaku pengrusakan.
Penjelasan BP Batam
Dikutip dari lama Humas BP Batam Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol Ariastuty Sirait secara gamblang menjelaskan bahwa BP Batam sebelumnya telah mengalokasikan lahan kepada PT. Dani Tasha Lestari selaku pengelola Hotel Purajaya di Kawasan tersebut.
Pertama, lahan seluas 10 Ha (100.056,752 M2) berdasarkan penetapan lokasi pada tahun 1988 dan surat perjanjian tahun 1993 telah berakhir pada tanggal 07 September 2018, dimana sampai dengan masa alokasi nya berakhir PT. Dani Tasha Lestari tidak mengajukan permohonan perpanjangan kepada BP Batam.
Terhadap lahan tersebut, ia menerangkan bahwa pihaknya telah melakukan sejumlah langkah persuasif dengan memberikan kesempatan kepada PT. Dani Tasha Lestari selaku pengelola Hotel Purajaya untuk mengajukan permohonan perpanjangan alokasi lahan dengan melampirkan rencana bisnis dan pernyataan kesanggupan membayar Uang Wajib Tahunan sesuai dengan ketentuan.
“Namun sampai dengan jangka waktu yang telah ditentukan PT. Dani Tasha Lestari tidak kunjung melampirkan rencana bisnis dan pernyataan kesanggupan membayar Uang Wajib Tahunan,” terangnya.
Kedua, lahan seluas 20 Ha (202.925,91 M2) berdasarkan penetapan lokasi tahun 1993 dan surat perjanjian tahun 2014, lokasi tersebut telah dibatalkan oleh BP Batam atas keputusan tentang pembatalan pengalokasian dan penggunaan tanah atas bagian-bagian tertentu daripada tanah hak pengelolaan BP Batam.
“Dikarenakan setelah diberikan Surat Peringatan kesatu hingga ketiga, PT. Dani Tasha tidak memanfaatkan dan melakukan pembangunan secara berkelanjutan dan tidak mengurus Fatwa Planologi serta tidak mengurus IMB di atas alokasi lahan tersebut,” terangnya lagi.
“Maka dengan berakhirnya dan dibatalkannya terhadap alokasi lahan tersebut, sepenuhnya lahan tersebut kembali ke dalam penguasaan BP Batam selaku pemegang HPL di pulau Batam, dan BP Batam dapat mengalokasikan lahan tersebut kepada pihak ketiga sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” jelasnya.
Selanjutnya, BP Batam memberikan kesempatan kepada investor yang memiliki komitmen terhadap realisasi investasi dengan melampirkan bisnis plan. Dengan melalui tahapan persyaratan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, BP Batam selanjutnya menerbitkan alokasi tanah kepada PT. Pasifik Estatindo Perkasa.
“Saya kira mari bersama kita komitmen dan mendorong pembangunan Batam lebih maju untuk kesejahteraan masyarakat,” pungkas Ariastuty.
Senada, Kepala Bagian Advokasi dan Pelayanan Hukum BP Batam, Triyanto menyampaikan bahwa terhadap tanah tersebut telah ada perkara TUN yang sudah inkrah berdasarkan putusan MA dan bahkan sudah putusan PK yang dimenangkan BP Batam.
Sementara, dalam perkara perdata, disebutkan Tri sudah dalam putusan kasasi dari MA yang berkekuatan hukum tetap walaupun ada PK tetapi tidak menghalangi eksekusi dalam perkara perdata lainnya yaitu pemasangan plang oleh BP Batam.
Baca juga: Konflik Pulau Rempang Berlanjut, BP Batam & Pemkot Harus Ikut Bertanggung Jawab
“Sekarang masih dalam tahap kasasi tetapi tidak ada perintah pengadilan untuk menunda atau menghentikan pembongkaran,” jelas Tri. (oln/tribunbatam/ian/*)
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Komisi VI DPR
Panitia Kerja (panja)
Badan Pengusahaan (BP) Batam
BP Batam
SDG12-Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab
Nevi Zuairina: Kopdes Merah Putih Jadi Motor Pemerataan Ekonomi Desa |
![]() |
---|
Anggota Komisi VI DPR RI Tekankan Makna Jargon Golkar Suara Rakyat, Suara Golkar Adalah Jiwa Bangsa |
![]() |
---|
Harta Kekayaan Eko Patrio, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Disorot: Joget hingga Parodikan Sound Horeg |
![]() |
---|
Anggota Komisi VI DPR Minta Pemerintah Perbaiki Tata Kelola Gula & Tindak Tegas Mafia Gula Rafinasi |
![]() |
---|
Apresiasi Kinerja, Firnando Ganinduto Dorong Himbara Lebih Proaktif Dukung Program Presiden RI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.