Minggu, 5 Oktober 2025

Pagar Laut 30 Km di Tangerang

Titiek Soeharto Heran Siapa yang Bangun Pagar Laut Sepanjang 30 Km di Tangerang, Yakin Bukan Nelayan

Titiek Soeharto heran dengan pihak yang membangun pagar laut di Tangerang, Banten, yakin tidak dibangun oleh nelayan karena pasti dananya besar.

Penulis: Rifqah
Tribunnews.com Fersianus Waku/Dok. KKP
Kolase foto Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto dan potret pagar laut di Tangerang, Banten - Titiek Soeharto heran dengan pihak yang membangun pagar laut di Tangerang, Banten, yakin tidak dibangun oleh nelayan karena pasti dananya besar. 

TRIBUNNEWS.COM - Pagar laut sepanjang 30,16 Km yang berada di Tangerang, Banten, membuat Ketua Komisi IV DPR, Titiek Soeharto, heran.

Dia merasa bingung terhadap pihak pembangun pagar laut yang panjangnya mencapai separuh panjang Jalan Tol Jagorawi tersebut.

Karena menurutnya, pembangunan pagar laut sepanjang itu pasti sulit dilakukan.

"Siapa sih yang bikin 30 km? Loh, itu sama dengan separuh Jagorawi kan dan itu pagarnya adanya di laut, bukan di darat. Kan susah bikinnya ya," ujar Titiek di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (21/1/2025).

Titiek pun meyakini, pagar laut misterius tersebut tidak dibangun oleh nelayan.

Sebab, anggaran pembuatan pagar laut itu diperkirakan memasuki angka miliaran.

Menurut Titiek, hal itu tidak masuk akal dan tidak mungkin pembangunannya juga dilakukan dalam waktu singkat tanpa pendanaan besar.

"Kok tiba-tiba si nelayan itu punya duit segitu gitu ya. Ini kan sangat mengada-ada, kalau orang Jawa bilang 'ngono yo ngono ning yo ojo ngono'. Kalau anak-anak bilang enggak gitu-gitu amat kali," kata Titiek.

"Mosok tiba-tiba ada gitu ya 30,16 KM kan enggak bisa dibikin 1-2 hari. Jadi ini supaya segera oleh pemerintah mengetahui siapa yang bikin ini," ujar Titiek.

"Ini biayanya mahal, sudah dihitung-hitung ada yang hitung katanya 12 koma berapa miliar gitu ya," ucapnya menambahkan.

Mengenai hal ini, Titiek mengatakan pihaknya akan segera memanggil Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono, terkait polemik pagar laut tersebut.

Baca juga: Titik Soeharto Heran soal Pagar Laut Tangerang: Sudah Satu Bulan Ramai, Masa Nggak Dapat Pelakunya

"Kami akan ketemu dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, rencananya sih besok (Rabu, 22 Januari 2025). Kalau mereka tidak ada sidang kabinet, jadi besok," ucapnya.

Titiek pun meminta pemerintah segera menangani kasus ini, apalagi sudah berjalan lebih dari satu bulan.

Dia menilai, keberadaan pagar tersebut menimbulkan tanda tanya besar, baik dari sisi pembuatannya maupun pembiayaannya.

"Komisi IV mendesak pemerintah untuk segera mengetahui dan mengumumkan itu sebenarnya pagarnya punya siapa, siapa yang bikin, siapa yang suruh, siapa yang membiayai?" ungkapnya.

"Jadi kami mendesak supaya pemerintah segera cari tahu. Ini sudah, kasus ini sudah 1 bulan lebih ramainya, masa enggak dapat-dapat gitu (pelakunya)," tegasnya.

Selain itu, Titiek juga akan mengecek perihal adanya hak guna bangunan (HGB) di atas laut. 

Karena sebelumnya, Menteri Agraria Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, membenarkan terdapat sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) yang terbit di kawasan pagar laut Tangerang itu.

Hal tersebut juga sesuai temuan-temuan masyarakat yang diperoleh melalui aplikasi BHUMI ATR/BPN dan hasilnya diunggah di media sosial.

"Kami mengakui atau kami membenarkan ada sertifikat yang berseliweran di kawasan pagar laut sebagaimana yang muncul di banyak medsos," ujar Nusron dalam keterangan pers, Senin (20/1/2025), dikutip dari kanal Youtube Kompas TV. 

Nusron mengungkapkan, jumlahnya terdapat 263 bidang dalam bentuk SHGB, dengan rinciannya atas nama PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, atas nama PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang, dan atas nama perorangan sebanyak 9 bidang. 

Selain SHGB, terdapat pula SHM yang terbit di kawasan pagar laut Tangerang dengan jumlah 17 bidang. 

"Jadi berita yang muncul di media tentang adanya sertifikat tersebut setelah kami cek, benar adanya, lokasinya pun benar adanya, sesuai dengan aplikasi BHUMI, yaitu di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang," kata Nusron.

KKP Akan Bongkar Pagar Laut di Tangerang Rabu Besok

Sebelumnya, Menteri KP, Sakti Wahyu Trenggono, menemui Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada Senin.

Dalam pertemuan tersebut, Trenggono mengungkapkan Prabowo meminta peristiwa pemasangan pagar laut misterius di Tangerang, Banten, diselidiki sampai tuntas.

"Tadi arahan bapak presiden satu, selidiki sampai tuntas secara hukum supaya kita harus benar koridor hukumnya."

"Apabila tidak ada itu harus menjadi milik negara, nah itu kasusnya seperti itu," kata Trenggono usai bertemu Prabowo, Senin.

Prabowo, kata Trenggono, juga mengarahkan KKP bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mencabut pagar laut tersebut.

Pasalnya, jika hanya KKP saja yang melakukan pembongkaran, dikhawatirkan akan ada yang menggugat.

Atas arahan Prabowo tersebut, Trenggono menyampaikan akan segera melakukan pembongkaran pada Rabu (22/1/2025) besok, setelah pihaknya mengumpulkan bukti-bukti.

Trenggono juga mengatakan, KKP akan bekerja sama dengan TNI Angkatan Laut (AL), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Polri, hingga Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP), untuk melakukan pembongkaran tersebut.

"Sesuai arahan Bapak Presiden gitu pokoknya sesuai koridor hukum dan kemudian saya sampaikan di sini, Rabu kita akan bersama-sama dengan seluruh pihak dan pada saat itu kita bongkar," ucap dia.

"Kita sudah putuskan nanti hari Rabu, kita akan berkumpul. Jadi tidak hanya TNI Angkatan Laut, tapi juga Bakamla kita ikutkan, Baharkam kita," tutur dia.

Adapun, pencabutan itu dilakukan karena pagar laut di wilayah tersebut tidak memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL), sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. 

Maka, dengan begitu, sertifikat tanah yang diterbitkan oleh Kementerian ATR/BPN secara otomatis tidak berlaku alias ilegal.

Menurut Trenggono, sertifikat ini hanya berlaku untuk bidang tanah yang sudah menjadi daratan. 

"Ilegal, sudah pasti karena sudah dinyatakan yang ada di bawah air itu sudah hilang dengan sendirinya, tidak bisa. Jadi kalau itu tiba-tiba ada, kan aneh juga, kan begitu," jelas Trenggono.

(Tribunnews.com/Rifqah/Igman Ibrahim/Fersianus Waku)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved