Sabtu, 4 Oktober 2025

PPN 12 Persen

PDIP Bantah Salahkan Prabowo soal Kenaikan PPN 12 Persen, Klaim Cuma Minta Kaji Ulang

PDIP tegaskan tidak menyalahkan Presiden Prabowo Subianto soal penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen, tapi minta dikaji ulang lagi.

Penulis: Rifqah
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus saat ditemui awak media di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2024). - PDIP tegaskan tidak menyalahkan Presiden Prabowo Subianto soal penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen, tapi minta dikaji ulang lagi. 

TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus menjelaskan bahwa partainya tidak menyalahkan Presiden Prabowo Subianto soal penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.

Deddy mengatakan, PDIP hanya meminta pemerintah mengkaji ulang hal tersebut, apakah sudah sesuai dengan kondisi ekonomi Indonesia.

Pasalnya, PDIP tak mau ada persoalan baru yang muncul di awal pemerintahan Prabowo karena adanya kenaikan PPN 12 persen tersebut.

"Kita minta mengkaji ulang, apakah tahun depan itu sudah pantas kita berlakukan pada saat kondisi ekonomi kita tidak sedang baik-baik saja. Kita minta itu mengkaji," ujar Deddy dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (23/12/2024).

"Jadi itu bukan bermaksud menyalahkan Pak Prabowo tetapi minta supaya dikaji dengan baik, apakah betul-betul itu menjadi jawaban dan tidak menimbulkan persoalan-persoalan baru," kata Deddy.

Kendati demikian, Deddy mengatakan, jika pemerintah percaya diri penerapan PPN 12 persen itu tidak akan menyengsarakan rakyat, maka diteruskan pun tidak mengapa.

"Tapi kalau pemerintah percaya diri itu tidak akan menyengsarakan rakyat, silakan terus. Kan tugas kita untuk melihat bagaimana kondisi," ungkapnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengaku heran dengan respons kritis PDIP terhadap kenaikan PPN 12 persen

Pasalnya, ketika rancangan beleid itu dibahas di DPR, PDIP adalah fraksi yang mendapatkan jatah kursi ketua panitia kerja (panja) melalui kadernya, Dolfie Othniel Frederic Palit.

"Itulah kenapa saya heran saat ada kader PDIP berbicara di rapat paripurna, tiba-tiba menyampaikan pendapatnya tentang PPN 12 persen," kata Rahayu dalam pesan singkatnya kepada Kompas.com, Sabtu (21/12/2024) malam. 

"Dalam hati, hebat kali memang kawan ini bikin kontennya. Padahal mereka saat itu Ketua Panja RUU yang mengamanatkan kenaikan PPN 12 persen ini," tambahnya.

Baca juga: PDI Perjuangan Kritik PPN 12 Persen, Begini Saran Anggota DPR RI Heri Gunawan

Oleh karena itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini mempertanyakan sikap PDIP yang tiba-tiba mengkritisi kebijakan PPN 12 persen.

"Kalau menolak, ya kenapa tidak waktu mereka Ketua Panjanya?" katanya.

Adapun, PPN 12 persen itu merupakan amanah Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Sistematika UU HPP terdiri dari 9 bab dan 19 pasal. UU ini telah mengubah beberapa ketentuan di UU lainnya, di antaranya UU KUP, UU Pajak Penghasilan, UU PPN, UU Cukai, dan UU Cipta Kerja.

Saat itu, Fraksi yang menyetujui adalah PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, Partai Demokrat, PAN, dan PPP, sedangkan satu fraksi yang menolak adalah PKS.

Dalam paparan Dolfie, PKS menolak RUU HPP karena tidak sepakat rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen. 

"Sementara fraksi PDIP menyetujui karena RUU memperhatikan aspirasi pelaku UMKM dengan tetap berkomitmen bahwa bahan pokok yang dibutuhkan masyarakat, jasa pendidikan, jasa kesehatan, transportasi darat, keuangan, dibebaskan dari pengenaan PPN," ucap Dolfie.

PDIP Disebut Mencla-mencle

Ketua Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Mukhamad Misbakhun berpendapat, ada upaya politik balik arah dari Partai PDIP dengan menolak PPN 12 persen.

Sebab menurutnya, PDIP telah terlibat dalam proses politik pembuatan UU HPP No. 7 Tahun 2021 tanggal 7 Oktober 2021.

Di mana, UU HPP tersebut yang menentukan kenaikan tarif PPN secara bertahap dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022 dan naik lagi menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 nanti. 

"Mereka terlibat dalam proses politik pembuatan UU itu, bahkan kader PDI Perjuangan Dolfie OFP menjadi Ketua Panja RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) saat pertama kali RUU itu diberikan nama, lalu berubah disetujui menjadi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP)," kata Misbakhun dalam keterangannya, Senin.

Jadi, menurut Misbakhun, tidak selayaknya PDIP membuat langkah-langkah politik cuci tangan seakan-akan tidak terlibat dalam proses politik. 

Padahal, kala itu Fraksi Partai Golkar justru sempat tidak dilibatkan pada beberapa pertemuan lobby dalam pembahasan RUU tersebut.

Sebab, dianggap terlalu memberikan banyak pembahasan dan argumentasi yang bersifat kritis atas beberapa isu penting dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

"Sikap politik mencla-mencle PDI Perjuangan seperti ini harus diketahui oleh semua rakyat Indonesia banyak, ketika berkuasa berkata apa."

"Ketika tidak menjadi bagian dari kekuasaan seakan-akan paling depan menyuarakan kepentingan rakyat. Berpolitik lah secara elegan," jelas dia.

"Saya sebagai anggota Panja RUU tersebut adalah saksi sejarah dan saksi hidup sehingga sangat tahu dinamika pembahasan mengenai kenaikan tarif PPN di RUU tersebut," imbuhnya.

PPN 12 Persen Berlaku Mulai 1 Januari 2025

Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah mengumumkan kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menuturkan, terdapat kebijakan PPN 12 persen yang akan dikenakan khusus untuk barang mewah yang sebelumnya dibebaskan PPN. 

Penyesuaian tarif PPN akan dikenakan bagi barang dan jasa yang dikategorikan mewah dan dikonsumsi masyarakat mampu.

Barang-barang tersebut di antaranya, kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan yang berstandar internasional yang berbayar mahal. 

Berikut daftar barang dan jasa yang kena dan bebas PPN 12 persen:

Daftar Barang dan Jasa yang Kena PPN 12 Persen

  • Rumah Sakit kelas VIP atau pelayanan kesehatan premium lainnya
  • Pendidikan standar internasional berbayar mahal atau pelayanan pendidikan premium lainnya
  • Listrik pelanggan rumah tangga dengan daya 3600-6600 VA
  • Buah-buahan premium
  • Ikan premium, seperti salmon dan tuna Udang dan crustacea premium, seperti king crab
  • Daging premium, seperti wagyu atau kobe yang harganya jutaan

Daftar Barang yang Kena PPN 11 Persen mulai 1 Januari 2025

  • Tepung terigu dan gula untuk industri
  • Minyak goreng curah merek Minyakita

Daftar Barang dan Jasa yang Bebas PPN 12 Persen

  • Barang kebutuhan pokok: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging
  • Telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi
  • Jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja
  • Vaksin, buku pelajaran dan kitab suci
  • Air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap)
  • Listrik (kecuali untuk rumah tangga dengan daya >6600 VA)
  • Rusun sederhana, rusunami, RS, dan RSS
  • Jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional
  • Mesin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak
  • Minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG) dan panas bumi
  • Emas batangan dan emas granula
  • Senjata atau alutsista dan alat foto udara

(Tribunnews.com/Rifqah/Fersianus Waku//Rachmat Hidayat/Endrapta Ibrahim)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved