Pemangku Kepentingan Industri Hasil Tembakau di Jawa Tengah Bicara Dampak Polemik PP 28 Tahun 2024
Polemik mengenai regulasi industri hasil tembakau (IHT) masih menjadi sorotan akibat Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024).
Penulis:
Matheus Elmerio Manalu
Editor:
Content Writer
“Ketika ekosistem bisnis tembakau ini tidak bisa disubstitusi, jadi seberapa jauh pemerintah melihat surplus konsumen dan surplus produsen, untuk menyediakan substitusinya atau komplemen. Kasus seperti ini, untuk komoditas utama seperti tembakau, yang berdampak adalah anak-anak muda usia di bawah 30 tahun ,” ungkap Malik Cahyadi.
Malik mengungkapkan jika komponen utama ekosistem tembakau tidak bisa mengikuti regulasi, berarti pemerintah deindustrialisasi.
“Jika begitu, yang masuk nantinya adalah negara luar atau FDI, yang bisa mengakibatkan hilirisasi gagal. Sehingga dalam posisi deindustrialisasi, ongkos negara akan sangat besar, jadi pragmatisnya harus impor. Jika begitu, saya khawatir orang-orang muda akan sulit mencari kerja jika deindustrialisasi ini terus berlanjut selama beberapa tahun mendatang,” jelas Malik.
Malik mengajak pemimpin daerah dan jajarannya untuk terus mengantisipasi adanya aturan-aturan eksesif pada industri tembakau yang dampaknya bisa berdampak buruk pada tenaga kerja dan merugikan perekonomian Jawa Tengah.
Baca juga: Petani, Serikat Pekerja hingga Akademisi Khawatir Kemasan Polos Berdampak Buruk bagi Perekonomian
Serikat Pekerja Tembakau Akan Bersurat ke Presiden Minta Deregulasi PP 28/2024 |
![]() |
---|
Dikhawatirkan Ancam Petani Tembakau dan Ekonomi Daerah, Muncul Desakan Deregulasi PP 28/2024 |
![]() |
---|
Bupati Kudus dan Serikat Pekerja Tolak PP 28/2024, Desak Moratorium Cukai Tembakau |
![]() |
---|
Industri Tembakau dalam Tekanan, Gaprindo Minta Tinjau Ulang PP 28/2024 |
![]() |
---|
Pemberlakuan PP 28/2024 Dinilai Perparah Krisis PHK di Industri Media dan Kreatif |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.