Minggu, 5 Oktober 2025

Revisi UU Penyiaran

Saat Anggota Komisi I DPR Diberondong Pertanyaan Para Tokoh Pers Terkait Revisi UU Penyiaran

Jurnalis senior Wina Armada Sukardi menilai DPR mempunyai niat untuk mengesahkan RUU penyiaran tersebut sebelum masa jabatan mereka berakhir

Penulis: Gita Irawan
twibbonize.com/kolase Tribunnews
Ilustrasi Kebebasan Pers. Para sesepuh atau tokoh pers berkumpul dalam acara Diskusi Publik IJTI bertema Menyoal Revisi UU Penyiaran yang Berpotensi Mengancam Kemerdekaan Pers di Hall Dewan Pers Jakarta Pusat pada Rabu (15/5/2024). Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyatakan pihaknya bersama seluruh konstituen menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran yang tengah ramai diperbincangkan. 

Ia mengatakan masih ada dua masa sidang.

"Masih ada cukup waktu kok. Masih ada dua masa sidang lagi. Kita bisa kebut, kita bisa undang semuanya. Dalam rangka itu, nanti kita minta pertama, pembahasannya dilakukan secara terbuka," jawab dia.

"Kedua, semua insan dan semua stakeholder terkait bisa proaktif baik itu memberikan masukan, pandangan," sambung dia.

Terkait asal usul draf RUU Penyiaran, Dave menjawab mendapatkannya dari Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Ia juga menyatakan draf tersebut belum dibahas secara detail di Komisi I.

"Jadi seperti tadi saya sampaikan bahwa ini pembahasan baru mulai berlangsung. Jadi nanti begitu pembahasan pasti kita akan undang semua pihak terkait termasuk juga Dewan Pers dan juga dari KPI untuk kita pastikan tidak ada yang tabrakan antara UU ini," kata dia.

"Makanya kita menunggu Baleg menyelesaikan untuk dikirim ke Paripurna, disahkan di Paripurna, lalu ditugaskan ke Komisi I untuk kita mulai bahas," sambung dia.

Soal apa yang ada dibenak anggota Komisi I DPR perihal pasal-pasal yang dinilai mengekang kebebasan pers dan perhatian mereka terhadap kemerdekaan pers, Dave menjelaskan pembahasan mengenai UU tersebut di DPR dimulai tahun 2012.

Tujuannya, kata dia, adalah untuk menyongsong era digitalisasi.

Baca juga: Dewan Pers: RUU Penyiaran Secara Frontal Mengekang Kemerdekaan Pers

Karena pada waktu UU Penyiaran disahkan tahun 2002, lanjut dia, tidak terpikir akan ada digitalisasi sedrastis hari ini.

Mengingat begitu cepatnya perkembangan internet dan dunia penyiaran, kata dia, sehingga dinilai perlu ada penyesuaian-penyesuaian. 

Menurutnya, perkembangan dunia informasi yang ada saat ini tanpa adanya penyaringan, akan berdampak pada generasi penerus.

"Begitu mudahnya derasnya informasi itu bergulir sehingga tidak ada penyaringan atau apapun. Jadi siaran-siaran terestrial, segala macam hal harus patuh di aturan KPI dan juga disensor, kadang-kadang orang berenang saja sampai sudah harus disensor," jawab dia.

"Lalu ketika nonton di Youtube atau lainnya, nyaris tidak ada sensor. Anak umur berapa saja bisa menonton macam-macam. Apakah itu paham-paham ideologi barat tentang LGBTQ segala macam itu bebas disaksikan oleh anak-anak kita sendiri. Itu salah satu semangat utama melakukan revisi," sambung dia.

Terkait dengan kemerdekaan pers, ia kembali menyatakan bahwa draf tersebut belum final dan pembahasan masih berlangsung di DPR.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved