RUU Daerah Khusus Jakarta
Kata Cak Imin dan PKS soal RUU DKJ Gubernur Dipilih Presiden, Dianggap KKN dan Bahayakan Demokrasi
Muhaimin Iskandar alias Cak Imin hingga Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memberikan kritikan tentang RUU DKJ diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR RI
Sebanyak 8 fraksi setuju RUU itu untuk menjadi usul inisiatif DPR.
Sementara itu, hanya fraksi PKS,Hermanto, yang menolak draf RUU DKJ itu disahkan menjadi beleid inisiatif DPR.
Dalam Pasal 10 ayat (2) RUU DKJ gubernur dan wakil gubernur yang dipilih hingga diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui Pilkada.
Selain itu, RUU DKJ turut mengatur jabatan gubernur dan wakil gubernur adalah lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.
Gubernur dan wakil gubernur juga dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Namun, ketentuan mengenai penunjukan hingga pemberhentian gubernur dan wakil gubernur itu diatur lewat aturan pelaksanaan, Peraturan Pemerintah (PP).
Sementara di Pasal 13 ayat RUU DKJ, gubernur memiliki kewenangan penuh dalam mengangkat hingga memberhentikan wali kota dan bupati.
"Walikota/Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh gubernur," demikian bunyi Pasal 13 ayat (3).
Padahal menurut Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 29 Tahunn 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibu Kota NKRI, tertulis bahwa wali kota/bupati diangkat oleh gubernur dengan pertimbangan DPRD provinsi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
Baca juga: Cak Imin Sebut RUU DKJ soal Gubernur Ditunjuk Presiden Berpotensi Bahayakan Demokrasi
PKS Menolak
Penolakan juga disampaikan oleh PKS terkait dengan RUU DKJ ini.
Juru bicara PKS Muhammad Iqbal menilai, penunjukan gubernur dan wakil gubernur oleh presiden berpotensi menjadi ajang kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
Menurutnya, usulan itu tentu saja menjadi sebuah kemunduran bagi demokrasi.
Iqbal menyebut, jumlah penduduk Jakarta yang mencapai 12 juta jiwa dengan APBD hampir Rp 80 triliun harus dipimpin orang berkompeten dan memiliki legitimasi rakyat.
“Bisa saja suatu saat presiden atau partai pemenang menunjuk keluarga, kerabat atau orang yang tidak memiliki kompetensi memimpin dan ini adalah sebuah celah terjadinya KKN yang melawan amanat reformasi," kata Iqbal, Rabu (6/12/2023).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.