Pemilu 2024
Denny Indrayana soal Jokowi Cawe-cawe Pilpres 2024: Harusnya Presiden Jadi Wasit
Denny mengkritik sikap Jokowi yang mengakui cawe-cawe terkait Pilpres 2024. Menurutnya Jokowi harus menjadi wasit.
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Wakil Kementeran Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana, mengkritik sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pengakuan melakukan cawe-cawe soal Pilpres 2024.
Denny menilai Jokowi harusnya menjadi 'wasit' dalam kontestasi Pilpres 2024.
Menurutnya, Jokowi tidak boleh condong untuk mendukung salah satu capres dan mendiskualifikasi capres lain.
"Presiden Jokowi seharusnya tidak berpihak. Dalam Pilpres 2024, peran beliau adalah wasit."
"Kompetisi harus dibiarkan berjalan adil buat semua kesebelasan. Tidak boleh wasit mendukung tim Prabowo-Pranowo, sambil berusaha mendiskualifikasi tim Anies Baswedan," katanya dalam siaran pers yang diunggah di akun Twitter pribadinya, @dennyindrayana, Rabu (31/5/2/2023).
Denny mengatakan jika Jokowi tidak netral dalam Pilpres 2024, maka telah melanggar konstitusi.
"Presiden yang tidak netral, melanggar amanat konstitusi untuk menjaga pemilu yang jujur dan adil," katanya.
Baca juga: Denny Indrayana Pastikan Tak Ada Pembocoran Rahasia Negara, Informannya Bukan Orang MK
Menurutnya, cawe-cawe Jokowi semakin tampak ketika membiarkan Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, terkait kisruh dengan Partai Demokrat.
Denny pun memakai kata 'mencopet' terkait kisruh tersebut dengan meminjam frasa dari Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Romahurmuziy.
"Saya berpendapat, Jokowi seharusnya tidak membiarkan Partai Demokrat dikuyo-kuyo (dizalimi) Kepala Stafnya sendiri. Tak bisa dikatakan Jokowi tidak tahu. Tak bisa dikatakan Jokowi tidak setuju."
"Kalau ada anak buah mencopet, Presiden bukan hanya harus marah, tetapi wajar memecat Moeldoko," jelasnya.
Di sisi lain, Denny mengungkapkan adanya informasi Peninjauan Kembali (PK) Moeldoko terkait kepengurusan Partai Demokrat yang sah sudah diatur.
Bahkan, ia menyebut ada advokat yang telah dihubungi para tersangka mafia kasus di MA yang dijanjikan dibantu jika memenangkan PK Moeldoko.
"Apalagi ada informasi, konon, PK Moeldoko sudah diatur siasat menangnya. Ada sobat advokat yang dihubungi para tersangka korupsi yang sedang berkasus di KPK."
"Para terduga mafia kasus di MA tersebut mengatakan, mereka dijanjikan dibantu kasusnya dengan syarat, memenangkan PK Moeldoko di MA," kata Denny.
Denny pun menyebut, berdasarkan pernyataan mantan penyidik KPK, Novel Baswedan, alasan tersangka kasus suap penanganan kasus perkara di Mahkamah Agung (MA), Hasbi Hasan, tidak ditahan menjadi indikasi adanya tukar guling dengan pemenangan PK Moeldoko.
Baca juga: Pakar Soal Cawe-Cawe Jokowi: Peran Presiden di Pemilu Wasit, Jika Tak Netral Langgar Konstitusi
Berdasarkan hal ini, Denny pun menilai perlunya pemecatan atau impeachment terhadap Jokowi berkaca dari kasus Watergate yang menyeret mantan Presiden AS, Richard Nixon.
"Jokowi bukan hanya memasang alat sadap, tetapi melalui Moeldoko, berusaha 'mencopet' Partai Demokrat. Bayangkan, demi mengagalkan pencalonan Anies Baswedan, Presiden Jokowi sampai tega membajak partainya Presiden ke-6 SBY," tegasnya.
Jokowi Cawe-cawe Pilpres 2024 demi Kepentingan Negara

Sebelumnya, Jokowi menyinggung soal cawe-cawe dirinya pada Pilpres 2024 saat menggelar pertemuan dengan para pimpinan media nasional di Istana Kepresidenan, Jakarta pada Senin (29/5/2023).
Kepada GM News and Current Affairs Kompas TV, Yogi Nugraha, Jokowi mengungkapkan cawe-cawe tersebut disebut untuk kepentingan negara.
"Ya cuma cawe-cawe sih. Ada lebih dari 7 kali Pak Presiden mengatakan cawe cawe,” kata Yogi Nugraha menyampaikan pernyataan Jokowi.
Yogi mengatakan dalam pertemuan tersebut Jokowi menekankan ikut cawe-cawe karena menyangkut kepentingan nasional.
Baca juga: NasDem: Presiden Jokowi Jangan Cawe-cawe Hanya untuk Kepentingan Politik Pribadi
Awalnya, Jokowi membicarakan soal momentun penting dalam 13 tahun ke depan.
Negara-negara yang memiliki momentum 13 tahun tersebut yang akan naik atau tumbuh.
“Kemudian dikaitkan lah dengan soal Capres. Tadi (Jokowi) mengatakan begini "pemimpin di tahun 2024, 2029 dan 2034 itu sangat krusial untuk mewujudkan 13 tahun",” katanya.
"Ya saya untuk hal ini, (momentum 13 tahun), saya (Jokowi) harus cawe cawe. Karena untuk kepentingan negara" imbuh Yogi menirukan Jokowi.
Menurut Yogi, dalam pertemuan tersebut Jokowi menegaskan cawe-cawe bukan berarti abuse of power menggunakan perangkat negara mencampuri urusan Pilpres.
Jokowi akan menggunakan cara yang baik dan elegan dalam cawe cawe politiknya.
“Bahwa saya punya cara cawe-cawe dan saya tahu persis bagaimana cara berpolitik yang baik,” kata Yogi menirukan pernyataan Jokowi.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Fersianus Waku)
Artikel lain terkait Pilpres 2024
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.