Polisi Terlibat Narkoba
Irjen Teddy Minahasa Seret Nama Dirnarkoba Bareskrim, Wadirnarkoba Polda Metro hingga Oknum Jaksa
Dalam pleidoinya, terdakwa Teddy Minahasa bongkar percakapan rahasia dengan Dirnarkoba Bareskrim dan Wadirnarkoba Polda Metro termasuk oknum jaksa.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Irjen Teddy Minahasa telah membacakan nota pembelaan atau pleidoinya dalam sidang lanjutan perkara peredaran narkoba.
Sidang pleidoi Irjen Teddy Minahasa ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Dalam pleidoinya, Irjen Teddy Minahasa banyak bernyanyi dan mengungkap sejumlah peristiwa yang sebelumnya tak terungkap di persidangan.
Di antaranya, jenderal bintang dua itu menyeret sejumlah nama sesama terdakwa yakni AKBP Dody Prawiranegara dan Mami Linda atau Anita.
Irjen Teddy Minahasa juga membongkar ada percakapan rahasia dengan Dirnarkoba Bareskrim dan Wadirnarkoba Polda Metro Jaya.
Termasuk juga percakapan dengan oknum jaksa yang diduga hendak mengintimidasinya.
Teddy Minahasa meyakini kasusnya itu adalah sebuah pesanan.
Bongkar Percakapan Rahasia dengan Dirnarkoba Bareskrim dan Wadirnarkoba Polda Metro
Terdakwa perkara peredaran narkoba, Irjen Pol Teddy Minahasa membeberkan pecakapan dirinya dengan Dirnarkoba Bareskrim Polri Kombes Mukti Juharsa dan Wadirnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Dony Alexander.
Kini Mukti Juharsa sudah mendapat kenaikan pangkat jadi Brigjen dan bertugas sebagai Dirnarkoba Bareskrim.
Percakapan rahasia itu terjadi saat dirinya ditangkap oleh tim penyidik Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya yaitu 24 Oktober 2022.
Kombes Mukti yang saat itu masih menjabat Dirnarkoba Polda Metro Jaya menyampaikan bahwa Teddy Minahasa akan dikenakan pasal penyertaan yaitu Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
"Saat saya dijemput oleh penyidik dari Polda Metro Jaya dalam rangka pemindahan tempat penahanan. Saya dibisikin oleh Wadir Resnarkoba Polda Metro Jaya Pak Dony Alexander sebagai berikut mohon maaf jenderal, jenderal seperti orang tua kami sendiri, mohon maaf kami hanya menjalankan perintah pimpinan, sengaja kami sertakan pasal 55 KUHP untuk memperingan jenderal," ujar Teddy saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023).

Pesanan Pimpinan
Kemudian percakapan juga terjadi pada 4 November 2022 saat Teddy Minahasa dipindah ke Rutan Polda Metro Jaya.
Kala itu, Teddy Minahasa dihampiri oleh Mukti Juharsa dan Dony Alexander sekaligus.
Dalam percakapan tersebut keduanya menyampaikan permohonan maaf kepada Teddy Minahasa karena hanya menuruti perintah pimpinan.
"Tanggal 4 November 2022 Dir dan Wadir Resnarkoba Polda Metro Jaya menghampiri kamar sel saya, dan mengatakan Mohon izin jenderal, kami semua tidak percaya jenderal melakukan ini. Tetapi kami mohon maaf, kami hanya melaksanakan perintah pimpinan saja," ujar Teddy.
Sayangnya, tak dijelaskan siapa pimpinan yang dimaksud.
Selain perintah pimpinan, Mukti pada saat itu menambahkan informasi rahasia kepada Teddy Minahasa.
Informasi rahasia itu berupa hasil pemeriksaan Teddy Minahasa yang dinyatakan positif dan kemudian diralat menjadi negatif.
"Izin jenderal sebenarnya ini rahasia, hasil uji laboratorium jenderal adalah negatif metafetamina. Tadinya kami berharap hasilnya positif agar dapat kami terapkan pasal 127 saja, sehingga Jenderal cukup direhabilitasi saja," kata Teddy, mengingat kembali perkataan Mukti kala itu.

Ada Intimidasi Oknum Jaksa, Suruh Ngaku agar Teddy Minahasa Tak Dituntut Mati
"Sudah, Pak Teddy suruh ngaku saja dan tidak eksepsi. Nanti tidak saya tuntut mati."
Kalimat itu terlontar dari oknum jaksa yang mengurus perkara terdakwa peredaran narkoba, Irjen Pol Teddy Minahasa sekira Bulan Oktober atau November 2022.
Pada rentang waktu itu, sang oknum menyampaikan permintaan tersebut kepada "Sahabat" Teddy Minahasa.
"Seorang sahabat saya silaturahmi dengan salah satu jaksa penuntut umum yang ada di ruangan ini. Mohon maaf saya tidak bisa menyebutkan namanya, Yang Mulia. Tetapi kalau saya hanya menyebutkan jaksa, nanti seluruh jaksa se-republik ini bisa marah pada saya," ujar Teddy Minahasa dalam sidang pembacaan pleiodi atau nota pembelaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023).
Kala itu, berkas perkara Teddy Minahasa belum dilimpahkan kepada jaksa penuntut umum, apalagi dinyatakan P21 atau lengkap.
Dari situ, dia menduga bahwa ada pesanan dalam kasusnya.
"Hal ini mengindikasikan bahwa sudah ada titipan atau pesanan untuk menuntut mati kepada saya," kata Teddy Minahasa.

Tak hanya itu, Teddy Minahasa juga berceloteh bahwa oknum jaksa menagih pengakuannya menjelang sidang pemeriksaan terdakwa.
Saat itu sahabatnya kembali ditemui oknum jaksa yang menangani perkaranya.
Namun, jaksa yang menemuinya pada saat itu berbeda dengan sebelumnya.
"Menjelang sidang pemeriksaan terdakwa, seorang jaksa penuntut umum yang lain, yang juga ada di ruangan ini namun saya tidak sebutkan namanya, juga menyampaikan kepada sahabat saya tadi agar saya mengaku, bila tidak mengaku, akan dituntut mati."
Selama proses persidangan, Teddy Minahasa memang tidak pernah mengakui perbuatannya.
Dia pun tetap mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum. Bahkan eksepsi dibacakan pada hari yang sama dengan pembacaan dakwaan.
Kemudian pada Kamis (30/3/2023) lalu, dia dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum dalam perkara peredaran narkoba ini.
Teddy Minahasa Merasa Dibidik untuk Dijatuhkan dan Dibinasakan di Kasus Narkoba
Mantan Kapolda Sumatra Barat, Irjen Teddy Minahasa mengaku dirinya sengaja dibidik untuk tidak hanya dijatuhkan, namun juga dibinasakan.
Pernyataan ini ia sampaikan saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang lanjutan kasus peredaran narkotikan jenis sabu yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023).
Ia pun merasa terdapat banyak pelanggaran yang terjadi dalam proses hukum yang dijalaninya.
Termasuk ketika dirinya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Padahal ia sangat sadar bahwa dirinya belum pernah menjalani pemeriksaan dengan status sebagai saksi, namun secara tiba-tiba statusnya ditetapkan sebagai tersangka.
Teddy pun meyakini bahwa dirinya memang sengaja ditargetkan.
"Hal ini mengesankan bahwa saya memang dibidik untuk dijatuhkan," kata Teddy, dalam sidang tersebut.
Dirinya pun menegaskan bahwa dugaannya itu kini terbukti, ia kini bukan hanya dijatuhkan, namun juga akan 'dibinasakan'.
"Dan sekarang terbukti, bukan hanya dijatuhkan, namun juga dibinasakan," tegas Teddy.

Irjen Teddy Minahasa Bacakan Pleidoi Bertajuk Sebuah Industri Hukum dan Konspirasi
Jenderal bintang dua, Irjen Pol Teddy Minahasa membacakan pleidoi atau nota pembelaan dalam perkara peredaran narkoba.
Pledoi itu dibacakannya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023).
Sang terdakwa memberi judul pleidonya "Sebuah Industri Hukum dan Konspirasi."
"Majelis Hakim Yang Mulia, nota pembelaan saya sebagai terdakwa ini saya beri judul Sebuah Industri Hukum dan Konspirasi," ujarnya.
Saat membaca pleidoi tersebut, Teddy Minahasa mengawalinya dengan menyampaikan hormat kepada jaksa penuntut umum, penasihat hukum, dan pengunjung sidang.
Kemudian dia juga mengawali pleidoinya dengan permohonan maaf kepada Majelis Hakim dan jaksa penuntut umum (JPU) karena sikap emosionalnya di persidangan.
Dengan intonasi tegas, dia menyampaikan alasannya bersikap emosional
"Hal tersebut terjadi secara alamiah karena selama hidup saya tidak pernah bermasalah dengan hukum, sehingga ada perasaan tidak terima dengan kenyataan," ujarnya.
Teddy Minahasa Dituntut Hukuman Mati
Sebagai informasi, jaksa penuntut umum (JPU) telah membacakan tuntutan mati bagi Teddy Minahasa dalam persidangan Kamis (30/3/2023) di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
"Menuntut menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Teddy Minahasa Putra dengan hukuman mati," ujar jaksa dalam persidangan.
Dalam tuntutannya, JPU meyakini Irjen Teddy Minahasa bersalah melakukan jual-beli narkotika jenis sabu.
JPU pun menyimpulkan bahwa Teddy Minahasa terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP
Oleh sebab itu, JPU meminta agar Majelis Hakim menyatakan Teddy Minahasa bersalah dalam putusan nanti.
"Menuntut, menyatakan terdakwa Teddy Minahasa Putra telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP sesuai dakwaan pertama kami," ujar jaksa.
Baca juga: Bantah Datangi Pabrik Sabu di Taiwan, Teddy Minahasa: Saya Pulang Bisa Tinggal Nama Saja
Dalam tuntutan mati bagi Teddy Minahasa, jaksa tak mempertimbangkan satu hal pun untuk meringankan.
"Hal-hal yang meringankan: tidak ada," ujar jaksa penuntut umum dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (30/3/2023).
Sementara yang memberatkan, jaksa mempertimbangkan delapan hal dalam tuntutan Teddy Minahasa.
Pertama, Teddy dianggap turut menikmati keuntungan hasil penjualan narkotika jenis sabu.
Kedua, Teddy mestinya menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran narkoba karena merupakan aparat penegak hukum.
"Namun terdakwa justru melibatkan dirinya dan anak buahnya dengan memanfaatkan jabatannya dalam peredaran gelap narkotika," kata jaksa penuntut umum.
Ketiga, perbuatan Teddy dianggap merusak kepercayaan publik kepada institusi penegak hukum, khususnya Polri.
Keempat, Teddy dianggap telah merusak nama baik Polri.
Baca juga: Pakar Bicara Perang Bintang di Kasus Teddy Minahasa: Mabes Harus Dalami Informasi yang Diungkap TM
Kelima, selama proses pemeriksaan, Teddy tidak mengakui perbuatannya.
Keenam, Teddy cenderung menyangkal dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.
Ketujuh, sebagai Kapolda, Teddy dianggap mengkhianati perintah presiden dalam menegakkan hukum dan pemberantasan narkoba.
Kedelapan, Teddy dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran narkotika. (tribun network/thf/Tribunnews.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.