Perppu Cipta Kerja
Jokowi Teken Perppu Cipta Kerja, Buruh: Pemerintah Dipermalukan
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengkritisi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengkritisi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Said Iqbal mengatakan Perppu yang diteken Presiden Joko Widodo atau Jokowi tersebut justru membuat pemerintah dipermalukan.
Ia menyoroti aturan libur pekerja 2 hari dalam seminggu dihapus dalam pasal 79 ayat 2 huruf b Perppu tersebut.
Said menegaskan adanya kontradiktif antara pasal yang mengatur jam kerja dengan pasal terkait waktu istirahat alias cuti.
"Kecerobohan pembuat Perppu inilah yang membuat pemerintah dipermalukan karena kontradiktif pasal sebelumnya yang mengatur jam kerja dan pasal selanjutnya yang mengatur waktu istirahat atau yang kita kenal cuti dalam satu tahun," kata Said dalam konferensi pers secara virtual, Senin (2/1/2023).
Baca juga: Said Iqbal Duga Penyusunan Perppu Tak Libatkan Kemenaker
Said Iqbal menyebut dalam Perppu Nomor 2 tahun 2022 maupun UU Cipta Kerja terkait jam kerja diatur bahwa dalam seminggu 40 jam.
"Di situ dibilang hanya satu ayat saja, libur dalam sepekan satu hari untuk 6 hari kerja. Pada pasal sebelumnya sudah disebut ada dua model, kalau dia 5 hari kerja dalam seminggu maka libur dua hari. Kalau 6 hari kerja dalam satu minggu, libur satu hari," ujarnya.
Ia menjelaskan seharusnya dalam ketentuan terkait cuti diatur bahwa bagi yang bekerja 5 hari dalam seminggu, maka liburnya dua hari.
Baca juga: Polemik Perppu Cipta Kerja, Wakil Ketua Umum Partai Garuda Sebut Hak dan Kewenangan Presiden
"Harusnya di Pasal tentang cuti ditulis bagi yang kerjanya 5 hari, liburnya dua hari. Yang kerjanya 6 hari dalam seminggu, liburnya satu hari," ucap Said.
Karenanya, Said menuding pembuat Perppu Cipta Kerja tak memahami masalah buruh dan terkesan buru-buru.
"Ini menunjukkan bahwa pembuat Perppu tidak memahami masalah terburu-buru dan hanya asal bapak senang (ABS)," imbuhnya.
Berikut bunyi ketentuan dua pasal tersebut yang dirangkum Tribunnews.com pada Senin (2/1/2023):
Pasal 77
(1) Setiap Pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
(2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Berikut bunyi ketentuan pasal 79 ayat (2) huruf b.
Pasal 79
(1) Pengusaha wajib memberi:
a. waktu istirahat; dan
b. cuti.
(2) Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada Pekerja/Buruh
paling sedikit meliputi:
a. istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Baca juga: Pengamat: Penerbitan Perppu 2/2022 Cipta Kerja Abaikan Asas Demokrasi Deliberatif
Sebelumnya, Presiden Jokowi menerbitkan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja.
Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan bahwa penerbitan Perppu 2 tahun 2022 tersebut murni karena alasan mendesak sebagaimana putusan MK Nomor 138/PUU/VII/2009.
“Karena ada kebutuhan yang mendesak ya kegentingan memaksa untuk bisa menyelesaikan masalah hukum secara cepat,” kata Mahfud di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat, (30/12/2022).
Mahfud mengatakan terdapat 3 alasan penerbitan Perppu dalam putusan tersebut, yakni mendesak, ada kekosongan hukum maupun upaya memberikan kepastian hukum. Tiga alasan tersebut dinilai cukup untuk menerbitkan Perppu nomor 2 tahun 2022.
"Oleh sebab itu pemerintah memandang ada cukup alasan untuk menyatakan bahwa diundangkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini didasarkan pada alasan mendesak seperti tadi disampaikan oleh Bapak Menko Perekonomian yaitu misalnya dampak perang Ukraina ya yang secara global maupun nasional mempengaruhi negara-negara lain termasuk Indonesia," Kata Mahfud.
Menurut Mahfud pemerintah perlu mengambil langkah cepat dan strategis untuk mengantisipasi potensi ancaman inflasi, ancaman stagflasi, krisis multisektor, masalah suku bunga, kondisi geopolitik serta krisis pangan.
Langkah strategis tersebut tidak bisa menunggu perbaikan UU Cipta Kerja sebagaimana yang diperintahkan MK 25 November lalu.
"Oleh sebab itu langkah strategis diperlukan dan untuk memenuhi syarat langkah strategis bisa dilakukan maka Perpu ini harus dikeluarkan lebih dulu Itulah sebabnya kemudian hari ini tanggal 30 Desember Tahun 2022 presiden Sudah menandatangani Perpu nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta kerja," pungkas Mahfud.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.