Polisi Tembak Polisi
Debat Jaksa dan Pengacara Arif Rahman Soal Bentuk CCTV di sekitar Rumah Ferdy Sambo
Dalam kesaksiannya, Aryanto memberikan keterangan mengenai DVR CCTV yang diberikan Arif Rachman pda Sabtu (9/8/2022).
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang obstruction of justice atau perintangan penyidikan dalam kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J kembali digelar pada hari ini, Kamis (8/12/2022).
Sidang pada hari ini menghadirkan Mantan Wakaden B Biro Paminal Propam Polri, Arif Rachman Arifin sebagai terdakwa dan Pekerja Harian Lepas (PHL) Propam Polri, Aryanto sebagai saksi.
Dalam kesaksiannya, Aryanto memberikan keterangan mengenai DVR CCTV yang diberikan Arif Rachman pda Sabtu (9/8/2022).
Saat itu, Aryanto diberikan Arif Rachman sebuah bungkusan plastik hitam.
Bungkusan itu mesti dia antar kepada staf pribadi Ferdy Sambo, Chuck Putranto.
Aryanto mengaku tidak mengetahui apapun mengenai isi bungkusan itu. Termasuk, apakah DVR CCTV tersebut merupakan baru atau yang lama.
"Saya tidak tahu. Intinya saya disuruh mengambil CCTV. Setelah saya terima, langsung saya serahkan ke Pak Chuck," katanya di dalam persidangan pada Kamis (8/12/2022).
Baca juga: CCTV Rumah Duren Tiga Rusak, Ferdy Sambo Akui Jadi Peluang Rancang Skenario Tembak Menembak
Jaksa penuntut umum (JPU) pun sempat hendak menunjukkan bentuk DVR CCTV yang dimaksud. Namun tim penasehat Arif Rachman menyatakan keberatan.
"Keberatan, Yang Mulia. Saudara saksi tidak pernah melihat DVR," ujar penasehat hukum Arif.
Jaksa pun menjelaskan bahwa Aryanto belum pernah menjawab pernah melihat DVR atau belum.
"Belum dijawab kok."
Tim pensehat hukum Arif pun membantah pernyataan tersebut.
"Sudah dijawab berkali-kali. Lebih dari tiga kali disampaikan, saksi hanya menerima kantong plastik," katanya.
Melihat perdebatan itu, Majelis Hakim pun langsung melerai.
Jaksa pun ditanya mengenai relevansi memperlihatkan barang bukti jika saksi tidak mengetahui.
"Sudah cukup. Begini saja, tadi saksi ini sudah menjelaskan bahwa dia hanya melihat kantong plastik. Kemudian dia tidak tahu proses pergantiannya, sekarang yang mau diperlihatkan apa?" tanya Hakim Ketua, Ahmad Suhel di dalam persidangan.
"Kami mau memastikan apakah saksi ingat bentuknya," jawab jaksa.
Penasehat hukum Arif kemudian mengajukan keberatn lagi.
"Tidak relevan, Yang Mulia karna saudara saksi hanya mengatakan melihat kantong plastik."
"Dengar dulu. Hanya sebatas melihat. Ini kan di dalam plastik. Plastiknya saja itu diperlihatkan. Silakan. Enggak usah dibongkar," kata Hakim Ketua, Suhel.
Sayangnya, tim JPU tidak membawa barang bkti DVR CCTV dalam bentuk bungkusan kantong plastik.
Namun pertanyaan kembali dilontarkan kepada Aryanto yang masih duduk di kursi saksi.
"Kami hanya ingin tau apakah yg di dalam bentuknya kotakan atau bagaimana?"
"Saya tidak tahu karena di dalam plastik," ujar Aryanto.
Dia pun memperagakan cara dia memegang kantong plastik tersebut.
Masker hitam yang dibawanya pun digunakan untuk peragaan, seolah-olah kantong plastik
"Saya praktekin saja deh. Jadi ini plastik hitam dobel, dilakban pakai lakban putih," ujarnya sembari menenteng masker hitamnya.
Majelis Hakim lantas menanyakan bentuk dari benda yang ada di dalam plastik tersebut.
"Yang di dalam plastik bentuknya kotakan atau gimana?"
"Kotakan," jawab Aryanto.
Sebagai informasi, perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J telah menyeret lima terdakwa. Dua di antaranya ialah Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo dan isterinya, Putri Candrawathi.
Mereka menjadi terdakwa bersama tiga orang lainnya, yaitu Bripka Ricky Rizal, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, dan Kuwat Maruf.
Kelimanya telah didakwa pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Selain itu, ada pula terdakwa obstruction of justice atau perintangan perkara. Mereka ialah Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa obstruction of justice telah didakwa Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.