Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan
Pernyataan Polri Soal Gas Air Mata Maksudnya Baik, Tapi Momentumnya Kurang Tepat
Pernyataan Polri soal gas air mata yang digunakan Brimob dalam Tragedi Kanjuruhan menuai pro dan kontra.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Polri soal gas air mata yang digunakan Brimob dalam Tragedi Kanjuruhan menuai pro dan kontra.
Korps Bhayangkara pun menuai banyak kritik dari masyarakat setelah menjelaskan gas air mata yang digunakan tidak mematikan.
Menanggapi hal itu, Koordinator Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) Romadhon Jasn menilai sejatinya pernyataan Polri soal gas air mata memiliki tujuan baik.
Namun, momentum waktu yang disampaikan kurang tepat.
"Maksudnya baik, tapi konteksnya saja yang kurang tepat alias tidak mendukung. Dalam situasi seperti ini, korban Kanjuruhan masih belum mampu bangkit dari trauma," kata Romadhon kepada wartawan, Selasa (11/10/2022).
Ia menuturkan bahwa para korban masih butuh pendampingan psikologis.
Karena itu, pernyataan Polri dikhawatirkan kembali membuat polemik di masyarakat.
"Mereka saat ini butuh pendampingan psikologis dan dukungan dari banyak pihak. Mereka tidak ingin disajikan dengan informasi soal apa yang memicu tragedi," jelasnya.
Di sisi lain, Romadhon menyatakan bahwa pernyataan Polri soal gas air mata perlu dilihat dari konteks yang lebih luas.
Hal ini untuk mencegah kesalahpahaman di masyarakat.
Baca juga: Nama Ade Armando Kembali Trending di Twitter, Sudah Beri Klarifikasi soal Tragedi Kanjuruhan
Dalam kasus Kanjuruhan, kata dia, gas air mata yang digunakan personel Polri kala mengendalikan massa suporter jelas keliru.
Adanya tembakan gas air mata telah memicu kepanikan massa dan fatalitas.
"Imbas dari tembakan itu kemudian menciptakan penumpukan massa pada sejumlah titik. Mereka berdesak-desakan, kekurangan oksigen, dan akhirnya sebagian dari mereka tewas terinjak-injak," imbuhnya.
Romadhon melanjutkan, pernyataan Polri soal gas air mata itu ditujukan untuk meluruskan persepsi masyarakat bahwa gas air mata itu sendiri tidak mematikan.
Baca juga: TGIPF Tragedi Kanjuruhan akan Serahkan Hasil Investigasi ke Presiden Jokowi 14 Oktober
"Penggunaan gas air mata oleh Polisi di banyak negara terbukti efektif untuk memecah konsentrasi dan mengendalikan anarkisme massa," kata Romadhon.
"Menurut pakar toksikologi, sifat dari gas air mata hanya untuk melumpuhkan target sementara atau jangka pendek. Jadi tidak mematikan. Hal ini yang ingin disampaikan Pak Dedi," tambahnya.
Romadhon mengungkapkan bahwa pernyataan itu perlu diungkapkan ke publik agar penggunaan gas air mata bukan sesuatu yang ilegal.
"Ada aturan yang melatari penggunaan gas air mata. Kalau tidak salah merujuk pada Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Polri membantah ratusan penonton yang meninggal dunia dalam tragedi Kanjuruhan karena terdampak gas air mata.
Korps Bhayangkara mengklaim mereka meninggal dunia karena kekurangan oksigen.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyatakan bahwa keyakinan tersebut disampaikan seusai mendapatkan keterangan dari para ahli hingga dokter spesialis dalam, paru, mata hingga THT.
"Tidak satu pun (ahli dan dokter) yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen," kata Dedi di Kantornya, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).
Baca juga: TGIPF Tragedi Kanjuruhan Juga Akan Minta Keterangan Masyarakat Sipil
Dedi menuturkan bahwa ratusan korban tewas dalam tragedi Kanjuruhan disebut karena terinjak hingga berdesak-desakan yang mengakibatkan kekurangan oksigen.
Dengan kata lain, bukan karena terdampak gas air mata polisi.
"Karena apa? Terjadi berdesak-desakan terinjak-injak, bertumpuk-tumpukan mengakibatkan kekurangan oksigen di pada pintu 13, pintu 11, pintu 14, dan pintu 3. Ini yang jadi korbannya cukup banyak," ungkapnya.
Lebih lanjut, Dedi menuturkan bahwa para ahli dan dokter spesialis menyatakan bahwa dampak gas air mata hanya menyebabkan iritasi mata, kulit hingga pernafasan.
"Dokter spesialis mata menyebutkan ketika kena gas air mata pada mata khususnya memang terjadi iritasi, sama halnya seperti kita kena air sabun. Terjadi perih tapi pada beberapa waktu bisa langsung sembuh dan tidak mengakibatkan kerusakan yang fatal."
"Sama halnya gas air mata juga kalau terjadi iritasi pada pernafasan pun sampai saat ini belum ada jurnal ilmiah yang menyebutkan ada fatalitas gas air mata yang mengakibatkan orang meninggal dunia," jelasnya.
Dedi menambahkan gas air mata tak memiliki racun yang dapat mengakibatkan kematian seseorang.
Hal itu pun sesuai dengan jurnal ilmiah hingga keterangan para ahli.
"Di dalam gas air mata tidak ada toksin atau racun yang mengakibatkan matinya seseorang. Tentunya ini masih butuh pendalaman-pendalaman lebih lanjut. Apabila ada jurnal ilmiah baru, temuan yang baru tentu akan menjadi acuan juga bagi tim investigasi bentukan bapak Kapolri masih terus bekerja," pungkasnya.