Jumat, 3 Oktober 2025

Kasus di Mahkamah Agung

Komisi Yudisial Bakal Periksa Hakim yang Terlibat di Kasus Suap Perkara di Mahkamah Agung

Komisi Yudisial (KY) menyatakan bahwa pihaknya bakal memeriksa hakim yang terlibat di kasus suap kepengurusan perkara di Mahkamah Agung.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Wahyu Aji
Tribunnews.com/Igman Ibrahim
Ketua Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata di Kantor Komisi Yudisial, Jakarta, Jumat (23/9/2022). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) menyatakan bahwa pihaknya bakal memeriksa hakim yang terlibat di kasus suap kepengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).

Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 10 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA. Salah satu tersangkanya adalah Hakim Agung Sudrajad Dimyati.

"Komisi Yudisial akan melakukan pemeriksaan terhadap hakim dan pihak pihak yang terlibat dalam perkara ini sesuai tugas dan kewenangan Komisi Yudisial," kata Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata di Kantor Komisi Yudisial, Jakarta, Jumat (23/9/2022).

Mukti menuturkan bahwa Komisi Yudisial menaruh perhatian penuh pada kasus tersebut. Sebab, kasus tersebut menyangkut dugaan pencideraan terhadap kehormatan dan keluhuran martabat hakim

"Komisi Yudisial terbuka dan terus berkoordinasi dengan Mahkamah Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk pendalaman yang dibutuhkan demi kelancaran pengungkapan kasus ini," jelasnya.

Dalam kasus ini, Komisi Yudisial mendukung KPK bekerja untuk melakukan proses penegakan hukum setuntas-tuntasnya terhadap perkara tersebut.

Diketahui, KPK menetapkan 10 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).

Ke-10 orang itu dibagi menjadi dua kategori pertama enam tersangka penerima suap dan empat tersangka pemberi suap 

Penerima suap adalah Hakim Agung Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Yudisial atau panitera pengganti Elly Tri Pangestu (ETP), dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepeniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua ASN di MA, Redi (RD) dan Albasri (AB).

Selanjutnya, pemberi suap adalah pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES), Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS). 

Dari 10 tersangka tersebut, Sudrajad, Redi, Ivan, dan Heryanto hingga kini belum dilakukan ditahan.

Baca juga: MA Prihatin Hakim Agung Terjaring OTT, Siap Kooperatif dan Serahkan Mekanisme Proses Hukum ke KPK

Para penerima suap dijerat Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan penerima suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Kronologi OTT KPK

Proses hukum ini menindaklanjuti kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim KPK di Jakarta dan Semarang pada Rabu (21/9/2022). 

OTT dimaksud merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat yang diterima KPK. 

Pada Rabu (21/9/2022) sekira pukul 16.00 WIB, tim KPK mendapat informasi perihal penyerahan sejumlah uang tunai dari pengacara Eko Suparno kepada Desy Yustria selaku PNS pada Kepaniteraan MA di salah satu hotel di Bekasi. Desy merupakan representasi Sudrajad. 

Selang beberapa waktu, pada Kamis (22/9/2022) sekitar pukul 01.00 WIB dini hari, tim KPK kemudian bergerak dan mengamankan Desy di rumahnya beserta uang tunai sejumlah sekira 205.000 dolar Singapura.

Secara terpisah, tim KPK juga langsung mencari dan mengamankan Yosep Parera dan Eko Suparno yang berada di wilayah Semarang, Jawa Tengah, guna dilakukan permintaan keterangan. 

Para pihak yang diamankan beserta barang bukti kemudian dibawa ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih KPK. 

"Selain itu, AB (Albasri, PNS MA) juga hadir ke Gedung Merah Putih KPK dan menyerahkan uang tunai Rp50 juta," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Jumat (23/9/2022) pagi. 

"Adapun jumlah uang yang berhasil diamankan sebesar S205.000 dolar Singapura dan Rp50 juta," imbuhnya.

Perkara ini diawali dengan laporan pidana dan gugatan perdata terkait dengan aktivitas dari Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID) di Pengadilan Negeri Semarang yang diajukan Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana dengan diwakili kuasa hukumnya yakni Yosep dan Eko. 

Pada proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, Heryanto dan Eko belum puas dengan keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut sehingga melanjutkan upaya hukum kasasi pada MA. 

Pada 2022, dilakukan pengajuan kasasi oleh Heryanto dan Ivan Dwi dengan masih memercayakan Yosep dan Eko sebagai kuasa hukum. 

"Dalam pengurusan kasasi ini, diduga YP (Yosep Parera) dan ES (Eko Suparno) melakukan pertemuan dan komunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan MA yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan majelis hakim yang nantinya bisa mengondisikan putusan sesuai dengan keinginan YP dan ES," ujar Firli. 

Pegawai MA yang bersedia dan bersepakat dengan Yosep dan Eko yaitu Desy Yustria dengan pemberian sejumlah uang. 

Desy selanjutnya turut mengajak PNS pada Kepaniteraan MA Muhajir Habibie dan Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim

Desy dkk diduga sebagai representasi Sudrajad dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA. 

"Terkait sumber dana yang diberikan YP dan ES pada majelis hakim berasal dari HT (Heryanto Tanaka) dan IDKS (Ivan Dwi)," imbuh Firli. 

Jumlah uang yang diserahkan secara tunai oleh Yosep dan Eko pada Desy sekitar 202.000 dolar AS (ekuivalen Rp2,2 miliar). 

"Kemudian oleh DY (Desy Yustria) dibagi lagi dengan pembagian DY menerima sekitar sejumlah Rp250 juta, MH (Muhajir Habibie) menerima sekitar Rp850 juta, ETP (Elly Tri) menerima sekitar Rp100 juta dan SD (Sudrajad) menerima sekitar Rp800 juta yang penerimaannya melalui ETP," sebut Firli.

Baca juga: Suara Jubir Mahkamah Agung Soal Peluang Hakim Agung Sudrajad Dimyati Dipecat

Dengan penyerahan uang tersebut, putusan yang diharapkan Yosep dan Eko pastinya dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi yang sebelumnya menyatakan koperasi simpan pinjam Intidana pailit. 

"Ketika tim KPK melakukan tangkap tangan, dari DY ditemukan dan diamankan uang sejumlah sekitar 205.000 dolar Singapura dan adanya penyerahan uang dari AB (Albasri) sekitar Rp50 juta," kata Firli. 

"KPK menduga DY dkk juga menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang berperkara di Mahkamah Agung dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," ujarnya. 

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved