Pranata Humas Muda Kementan Ungkapkan Pentingnya Beras bagi Kehidupan Masyarakat Indonesia
Beras merupakan komoditas yang istimewa, karena menyediakan mata pencaharian bagi sekitar 14 juta rumah tangga petani.
TRIBUNNEWS.COM - Beras merupakan salah satu komoditas pertanian terpenting di Indonesia. Selain merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, beras juga menyumbang lebih dari setengah kebutuhan kalori rata-rata makanan harian.
Beras merupakan komoditas yang istimewa, karena menyediakan mata pencaharian bagi sekitar 14 juta rumah tangga petani. Karena itu, produksi beras menjadi salah satu sumber penggerak roda perekonomian di Indonesia.
Pranata Humas Muda Kementerian Pertanian, Adinda Permatasari, menyebut bahwa ketika menelisik ke dalam sejarah beras, tanaman yang masuk dalam genus Oryza ini sudah menjadi makanan pokok bahkan sebelum nama Indonesia sendiri terbentuk.
Menurut hasil penelitian para arkeologi bidang pangan ditemukan dua peninggalan sejarah mengenai padi. Pertama ada ahli yang mengatakan bahwa padi adalah tanaman endemik Nusantara, kedua padi dibawa oleh orang China dan India. Bukti bahwa padi sudah dibudidayakan di Indonesia terpahat dalam relief Candi Borobudur di Magelang.
Makanan pokok masyarakat Indonesia sejak masa kerajaan kuno hingga kini adalah beras. Namun, ahli sejarah menuturkan bahwa beras yang masyarakat Indonesia makan saat ini berbeda dengan zaman Kerajaan Hindu-Buddha. Jenis beras yang sekarang dikonsumsi berasal dari padi yang dibawa orang China dan India. Sementara beras yang dimakan nenek moyang datang dari Afrika.
Saat ini, Indonesia merupakan produsen beras ke empat di dunia setelah Cina, India, dan Bangladesh. China menjadi negara penghasil beras nomor satu di dunia dengan produksi mencapai 148,99 juta metrik ton, sedangkan Indonesia yang berada pada nomor 4 memproduksi 35,4 juta metrik ton. (sumber: katadata per Feb 2021/2022)
Sebagai komoditas pangan pokok dan strategis, upaya mencapai dan mempertahankan pemenuhan kebutuhan beras dari produksi domestik (swasembada) secara berkelanjutan terus dilakukan. Hal ini mengingat ketersediaan dan keterjangkauan bahan pangan pokok dianggap sebagai salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan di banyak negara.
Berdasarkan pengalaman tiga tahun terakhir, khususnya selama pandemi Covid-19 (2020-2021) yang menunjukkan stabilitas harga beras berkontribusi positif terhadap stabilitas sosial, ekonomi, dan politik, di mana stabilitas harga beras mampu menjadi peredam pada saat terjadi gejolak harga pangan non-beras, maka berbagai upaya strategis terus dilakukan pemerintah untuk menjaga swasembada beras secara berkelanjutan melalui pendekatan dari aspek produksi dan konsumsi.
Berbagai pendekatan dan upaya strategis yang dilakukan untuk menggenjot produksi pangan terutama beras selama pandemi Covid, membuahkan hasil yang manis. Setelah lebih dari 3 dekade, Indonesia akhirnya menyandang swasembada beras.
Tepat di tanggal 14 Agustus lalu, Pemerintah Republik Indonesia menerima penghargaan dari Institut Penelitian Padi Inetrnasional (IRRI) karena telah memiliki sistem ketahanan pangan yang baik dan berhasil swasembada beras pada periode 2019-2021.
Penghargaan yang bertajuk “Acknowledgment for Achieving Agri-food System Resiliency and Rice Self-Sufficiency during 2019-2021 through the Application of Rice Innovation Technology” atau “Penghargaan Sistem Pertanian-Pangan Tangguh dan Swasembada Beras Tahun 2019-2021 melalui Penggunaan Teknologi Inovasi Padi” ini diserahkan oleh Direktur Jenderal IRRI Jean Balie kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta.
Penghargaan yang diiterima hampir bertepatan dengan peringatan HUT RI dianggap sebagai salah satu kado terindah bagi pemerintah Indonesia di Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-77.
Adinda berkata bahwa banyak orang yang belum memahami arti dari swasembada itu sendiri. Menurut FAO (1999) secara umum swasembada pangan adalah kemampuan suatu negara untuk memenuhi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri.
Tingkatan swasembada (Self Sufficiency Ratio=SSR, yaitu ratio antara produksi dalam negeri dengan jumlah kebutuhan) berbeda-beda menurut negara. Negara net importir sudah dikatakan swasembada pangan jika SSR mendekati 80 persen. Negara yang sudah surplus dan mengeskpor pangan, pada umumnya memiliki SSR lebih dari 120%.
Negara yang produksinya mendekati atau sama dengan kebutuhan dan ada juga sedikit diekspor, dikatakan swasembada dengan SSR berkisar 80% s.d. 120%. Dengan mengacu definisi swasembada dengan SSR = 90%, artinya swasembada sudah tercapai di Indonesia karena kebutuhan pangan bisa dipenuhi sebesar 90% dari produksi dalam negeri.