Selasa, 7 Oktober 2025

Polisi Tembak Polisi

Tiga Catatan PBHI Soal Tewasnya Brigadir J, Termasuk Polemik Kontestasi Politik Internal Polri

PBHI menyampaikan catatan setelah mencermati penanganan kasus kematian Yosua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo

Kolase Tribunnews.com/Istimewa
Brigadir J, Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dan Bharada E. PBHI menyampaikan catatan setelah mencermati penanganan kasus kematian Yosua Hutabarat alias Brigadir J di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo (FS). 

"Sebaliknya, mereka yang tidak mengetahui adanya rekayasa oleh Irjen FS, dan bahkan kena prank (dibohongi) tidak dapat dikenakan pidana Obstruction of Justice."

Ketiga, tragedi buruk institusi Polri melalui kematian Brigadir J harusnya jadi momentum pembebasan institusi Polri dari polemik Kontestasi Politik Internal Polri.

Menurut Julius, sistem promosi dan mutasi jabatan di Polri belum sepenuhnya berbasis merit system.

Kerapkali, adanya tragedi seperti ini, justru menjadi ajang kontestasi politik internal Polri yang ditunggangi segelintir pihak internal Polri.

Polri harus memastikan secara paralel dan simultan untuk menuntaskan Pro Justitia, lalu menyelesaikan Obstruction of Justice, serta mengevaluasi pihak-pihak yang bertujuan untuk kontestasi politik internal Polri.

Jangan sampai momentum pengungkapan kasus kematian Brigadir J terjebak dalam ruang politisasi dan kontestasi politik internal Polri.

Banyak yang hanya korban

Ketua Setara Institute, Hendardi memberikan tanggapannya terkait sejumlah anggota Polri yang saat ini dinyatakan melakukan pelanggaran etik dalam penanganan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang diotaki Irjen Ferdy Sambo.

Diketahui hingga saat ini ada 63 Polri yang berstatus sebagai terperiksa pelanggara etik penanganan kasus Brigadir J.

Dari jumlah tersebut 35 orang telah terbukti melanggar kode etik dan sisanya masih dalam proses pendalaman.

Menyikapi hal tersebut, Hendardi mengatakan secara umum penetapan status tersangka terhadap Irjen Ferdy Sambo serta beberapa personil lain dan pemeriksaan dugaan pelanggaran etik oleh tim khusus bentukan Kapolri bisa dikatakan telah mengesankan penegakan hukum yang lebih tegas dan tidak pandang bulu di dalam Polri.

"Namun penerapan status tersangka maupun dugaan pelanggaran kode etik terhadap puluhan personil baik dari Polres Jakarta Selatan, Polda Metro Jaya, maupun Mabes Polri mesti benar-benar fair, akuntabel, dan terbuka dalam prosesnya," kata Hendardi dalam keterangan yang diterima, Selasa (16/8/2022).

Menurut Hendardi, hal ini penting untuk memastikan tidak terjadi demoralisasi terhadap anggota Polri.

Baca juga: Tidak Ada Penyiksaan Kepada Brigadir J Berdasar CCTV, Komnas HAM Masih Tunggu Hasil Autopsi Kedua

Kemudian, untuk anggota yang diduga melanggar etik, menurut Hendardi tentu dapat dijerat pidana apabila dapat dibuktikan yang bersangkutan memang terkait langsung dengan peristiwa pidananya atau turut serta membantu tindak pidana.

"Namun, penetapan jerat pidana tersebut mesti dilakukan secara berhati-hati, dan bertanggung jawab serta harus cukup terbuka tentang tindak pidana apa yang dilakukan yang bersangkutan," katanya.

"Banyak dari anggota yang sebenarnya hanyalah korban skenario di awal kasus ini muncul," lanjut dia.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved