Pegiat Literasi Digital: Hargai Karya Cipta Orang Lain dengan Menyebutkan Sumber Asli di Dunia Maya
Masyarakat Indonesia harus meningkatkan kehati-hatian dalam mengunggah konten yang bukan miliknya di internet dan media sosial.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat Indonesia harus meningkatkan kehati-hatian dalam mengunggah konten yang bukan miliknya di internet dan media sosial.
Pasalnya, hasil karya yang beredar di dunia maya terkadang terlindungi hak ciptanya sehingga agar tetap bisa menjunjung etika serta sebagai bentuk perhargaan kepada pemilik konten, warganet harus meminta izin terlebih dahulu atau mencantumkan sumber asli apabila memanfaatkan hasil karya tersebut di dunia maya.
UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta juga telah mengatur karya apa saja yang dilindungi serta menyebutkan ancaman bagi pihak melanggar hak cipta seseorang baik di dunia nyata maupun di internet.
Hal ini mengemuka saat webinar yang mengangkat tema Pahami Hak Cipta Konten Digital belum lama ini.
Hadir sebagai pembicara Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Pancasila dan Anggota Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) Anna Agustina; Relawan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Kota Pontianak sekaligus Adytama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Madya Provinsi Kalimantan Barat Eko Akbar Setiawan M.Sos; serta Relawan TIK Provinsi Bali dan Dosen Universitas Bali Internasional Komang Tri Werthi SE MM.
Menurut Anna Agustina, terdapat tiga dimensi hak cipta yang harus dipahami ketika berinteraksi di dunia maya, masing-masing yaitu keberadaan pesan konten atau data, cara menyikapi pesan tersebut, dan kompetensi dalam pemanfaatannya.
Adapun pesan yang tampil di internet dan media sosial dapat berupa foto, suara, gambar, video, naskah, serta karya lainnya. Ia menjelaskan, perlindungan atas hak kekayaan intelektual akan pembuatan konten tersebut telah diatur dalam UU Nomor 28/2014 tentang Hak Cipta.
Di sana dijelaskan, hak cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata.
“Sehingga, dalam berinteraksi di internet jika kita ingin mengambil materi atau pesan dari orang lain harus berhati-hati. Dalam UU Hak Cipta Pasal 58 hingga Pasal 60, terdapat hak cipta yang tanpa batas waktu dan dipegang oleh lembaga tertentu seperti budaya Indonesia," katanya.
Baca juga: Pakar Ingatkan Dampak Buruk Pelecehan Seksual di Ruang Digital
Kemudian ada juga hak cipta seumur hidup penciptanya ditambah 70 tahun, 50 tahun, atau 25 tahun. Misalnya yang paling sering terjadi di internet, ketika mengunduh dan mengolah gambar, foto, atau lagu harus disebutkan dari mana kita mengambilnya,” jelas dia.
Eko Akbar Setiawan mengatakan, hak atas kekayaan intelektual (HAKI) secara prinsip terbagi menjadi dua yaitu hak cipta dan hak kekayaan industri.
Hak cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi sedangkan hak kekayaan industri meliputi hak paten, hak merek, hak rahasia dagang, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, dan perlindungan varietas baru tanaman.
"Dalam beraktivitas di internet dan media sosial, warganet harus dapat menghindari sikap plagiarisme atau penggunaan hasil karya orang lain tanpa menyebut sumber aslinya dan menjadikannya sebagai karya sendir," katanya.
Oleh karena itu, semestinya media sosial dapat digunakan untuk berpikir positif dan bertindak secara bijak.
"Tindakan yang dilakukan di dunia maya harus sesuai dengan nilai norma dan aturan yang berlaku. Mari jadikan media sosial sebagai alat pemersatu bangsa sekaligus menjadi pangsa pasar yang luas untuk peningkatan pasar ekonomi,” pesan dia.
Komang Tri Werthi menambahkan, masyarakat Indonesia harus mampu menyiapkan kemampuan diri dengan perkembangan teknologi digital atau era industri 4.0.
Sejumlah pekerjaan atau aktivitas berkarya di internet di antaranya, membuat aplikasi, membangun situs atau website, digital marketing, copywriting, desain grafis, serta UI and UX design.
Selain keahlian dalam penggunaan perangkat digital, sekarang ini warganet juga dituntut untuk memiliki soft skill seperti berpikir kritis, kreativitas, manajemen manusia, berkoordinasi dengan orang lain, kecerdasan emosional, negosiasi, serta pengambilan keputusan dengan tepat.
Baca juga: Warga Desa 3T Kini Bisa Akses Internet 4G, Caranya Tinggal Ajukan Usul kepada Bakti Kominfo
“Di era digital ini kita diharapkan bisa terus belajar teknologi dan pemanfaatan aplikasi, sehingga dapat memudahkan dalam proses pembelajaran sekolah. Misalnya pemanfaatan aplikasi Canva untuk pembuatan materi, tugas pekerjaan rumah ataupun tugas ekstra kurikuler,” jelasnya.