Julianto Eka Putra dan Kasus Seksual
Julianto Eka Segera Jalani Sidang Tuntutan, Komnas PA: Predator Kejahatan Seksual Harus Dihukum
Kasus pelecehan seksual dengan terdakwa Julianto Eka Putra hingga saat ini masih bergulir di Pengadilan Negeri Malang.
JE diduga melakukan perbuatan tidak terpuji itu bukan hanya kepada siswa yang masih bersekolah.
Namun, hal itu juga dilakukan kepada para alumni yang sudah lulus sekolah.
"Ini menyedihkan, sekolah yang dibanggakan Kota Batu dan Jatim ternyata menyimpan kejahatan yang mencederai dan menghambat anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik," ucap Arist.
Berdasarkan keterangan para korban, kata Arist, kekerasan seksual yang dilakukan oleh JE sering kali terjadi atau dilakukan di sekolah.
"Ini dilakukan di lokasi di mana anak itu dididik yang seyogyanya menjadi entrepreneur dan berkarakter, tetapi karena perilaku si pengelola ini mengakibatkan si anak berada dalam situasi yang sangat menyedihkan," ujar Arist.
Bahkan, kekerasan seksual ini juga diduga dilakukan oleh JE ketika ia dan murid-muridnya sedang kunjungan ke luar negeri.
Sekolah tersebut memang banyak memiliki program kunjungan lantaran salah satu keunggulannya adalah pendidikan kewirausahaan.
Bantahan
Sementara itu pihak SMA Selamat Pagi Indonesia membantah tudingan tersebut.
Kuasa hukum JE dari Kantor Hukum Recky Bernadus and Partners, Recky Bernadus Surupandy meminta, pihak kepolisian untuk membuktikan laporan itu.
Menurutnya, laporan yang dilayangkan ke Polda Jawa Timur oleh korban yang didampingi oleh Komnas PA belum memiliki bukti yang cukup sesuai dengan KUHAP.
"Pelaporan tersebut harus dilengkapi dengan alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam pasal 184 ayat 1 KUHAP," katanya melalui rilis yang diterima Kompas.com, Senin (31/5/2021).
"Maka dengan ini kami selaku kuasa hukum menyatakan bahwa laporan tersebut belum terbukti dan akan mengikuti seluruh proses hukum yang ada sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," jelasnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Kepala SMA Selamat Pagi Indonesia, Risna Amalia.
Ia mengatakan sejak berdiri tahun 2007, ia tak pernah menerima laporan kekerasan seksual di sekolah.