Kejagung Ungkap Perkiraan Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi Garuda Indonesia Capai Rp 8,8 Triliun
Kerugian negara dalam kasus tindak pidana korupsi dalam pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2011-2021 mencapai Rp 8,8 triliun
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung RI menyampaikan kerugian negara dalam kasus tindak pidana korupsi dalam pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2011-2021 mencapai Rp8,8 triliun.
"Menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar USD 609.814.504 atau nilai ekuivalen Rp. 8.819.747.171.352," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana kepada wartawan, Rabu (22/6/2022).
Ia menuturkan bahwa kerugian negara tersebut akibat proses pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR72-600 yang dilakukan tidak sesuai dengan PPA.
"Selain itu tidak sesuai prinsip-prinsip pengadaan BUMN dan prinsip business judgment rule, mengakibatkan performance pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan," ujarnya.
Baca juga: Fraksi PAN Beri Sejumlah Catatan untuk Skema Penyelamatan Garuda Indonesia
Sebagai informasi, Kejaksaan Agung RI telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi dalam pengadaan pesawat di PT Garuda Indonesia (persero) Tbk tahun 2011-2021 pada Kamis (24/2/2022).
Adapun ketiga tersangka itu adalah SA selaku Vice President Strategic Management Office Garuda periode 2011-2012, AW selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery Garuda tahun 2009-2014 dan AB selaku Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (persero) Tbk. Tahun 2005-2012.
Modus Korupsi
Kejaksaan Agung RI membeberkan modus dugaan kasus tindak pidana korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Ternyata, kasus korupsi tersebut berkaitan dengan penggelembungan (mark up) dana.
Adapun Kejagung RI telah menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan dengan Nomor: Print-25/F.2/Fd.1/11/2021 tanggal 15 November 2021.
Proses pengadaan di perusahaan pelat merah itu merugikan keuangan negara.
Baca juga: Kejagung Kembali Tetapkan Tersangka dalam Kasus Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda Indonesia
Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer mengatakan kerugian negara dalam pengadaan pesawat Garuda tersebut berlangsung sejak 2013 hingga saat ini.
"Mengakibatkan kerugian keuangan negara dengan waktu perjanjian tahun 2013 sampai dengan saat ini dan manipulasi data dalam laporan penggunaan bahan bakar pesawat," kata Leonard dalam keterangannya, Selasa (11/1/2022).
Dijelaskan Leonard, dugaan kasus korupsi itu berawal dari Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) tahun 2009 hingga 2014 yang merencanakan pengadaan armada pesawat sebanyak 64 unit.
Ia menuturkan proses itu semula dilakukan oleh Garuda Indonesia memakai skema pembelian (financial lease) dan penyewaan (operation lease buy back) melalui pihak lessor.
Baca juga: Kejagung Kembali Tetapkan Tersangka dalam Kasus Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda Indonesia
"Sumber dana yang digunakan dalam rencana penambahan jumlah armada tersebut menggunakan Lessor Agreement. Dimana pihak ketiga akan menyediakan dana dan PT. Garuda Indonesia kemudian akan membayar kepada pihak lessor dengan cara pembayaran secara bertahap dengan memperhitungkan waktu pengiriman terhadap inflasi," jelas dia.
Ia menuturkan Garuda Indonesia juga membentuk tim pengadaan yang melibatkan personel dari beberapa Direktorat dalam bisnis pengadaan pesawat tersebut.
Tim tersebut seharusnya melakukan pengkajian terkait pengadaan yang dilakukan.
Menurut Leonard, naskah yang disusun nantinya akan mengacu pada bisnis plan yang telah dibahas.
Anggaran tersebut harus seirama dengan perencanaan armada.
"Dengan alasan feasibility/riset/kajian/tren pasar/habit penumpang yang dapat dipertanggungjawabkan," jelas dia.
Leonard menjelaskan bahwa RJPP juga telah merealisasikan beberapa jenis pesawat dalam pengadaan, yakni 50 unit pesawat ATR 72-600. Adapun lima diantaranya merupakan pesawat yang dibeli.
Kemudian, 18 unit pesawat lain berjenis CRJ 1000. Dimana, enam diantara pesawat tersebut dibeli dan 12 lainnya disewa.
Menurutnya, dana untuk proyek tersebut semula disediakan oleh pihak ketiga. Kemudian, PT Garuda Indonesia akan membayar kepada pihak lessor.
"Dengan cara pembayaran secara bertahap dan memperhitungkan waktu pengiriman terhadap inflasi," kata Leonard.
Adapun proses pengadaan pesawat Garuda tersebut diduga terjadi peristiwa pidana yang menimbulkan kerugian keuangan negara.
Kejagung menduga pengadaan pesawat Garuda tersebut menguntungkan pihak Lessor.