Bahaya Galon BPA Tak Terbantahkan Ada, Para Ahli Minta Regulasi Pelabelan Segera Disahkan
Kalangan ahli menilai, pengesahan rancangan kebijakan pelabelan BPA pada galon guna ulang merupakan langkah tepat yang harus segera direalisasikan.
TRIBUNNEWS.COM – Kekhawatiran kalangan ahli akan potensi bahaya Bisfenol A (BPA)–bahan kimia penyusun plastik yang dapat menyebabkan kanker dan kemandulan–pada galon polikarbonat kian meningkat.
Hasil penelitian dan riset mutakhir di berbagai negara “semakin menguatkan bukti-bukti ilmiah tentang ancaman BPA” pada wadah minuman dan makanan, termasuk produk air minum dalam kemasan (AMDK).
Kalangan ahli menilai, pengesahan rancangan kebijakan pelabelan BPA pada galon guna ulang merupakan langkah tepat yang harus segera direalisasikan. Hal ini merupakan bentuk komitmen bersama dalam menjaga kesehatan publik dan mengedukasi masyarakat.
Baca juga: Cleo Minta Pengusaha AMDK Kreatif dan Inovatif dalam Hadapi Rencana Pelabelan BPA
Ahli epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, risiko BPA pada kesehatan publik luas memerlukan kolaborasi kompak antara pemerintah dan ilmuwan dalam mengedukasi masyarakat.
Pandu Riono mengimbau pelaku industri untuk memilih wadah yang lebih aman demi kesehatan dan keamanan masyarakat.
“Keselamatan publik seharusnya menjadi prioritas semua pihak. Karena itu, industri sebaiknya memilih wadah yang lebih aman," ujar Pandu dalam sebuah sarasehan di Jakarta, Selasa (7/6/2022) lalu.
Sependapat dengan Pandu, Guru Besar Bidang Pemrosesan Pangan Departemen Teknik Kimia Universitas Diponegoro, Prof. Andri Cahyo Kumoro berpendapat bahwa pelabelan BPA pada kemasan galon guna ulang adalah pilihan tepat untuk mendidik masyarakat, mengingat masih banyak yang belum mengetahui bahaya paparan BPA.
Terlebih, Andri mengungkapkan, di Indonesia produsen juga kerap mengangkut air galon dengan seenaknya; galon kerap terpapar sinar matahari langsung, terguncang-guncang, yang menyebabkan BPA terlepas dengan cepat.
"Ini sangat berpotensi menjadikan BPA terlepas dengan cepat. Saran saya produsen beralih ke kemasan yang lebih aman, yang bebas BPA," katanya menyoroti produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang abai menjaga mutu dan kualitas air kemasan hingga sampai ke tangan konsumen.
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Prof. Junaidi Khotib juga turut mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan kebijakan pelabelan BPA agar masyarakat tidak terus-menerus terpapar potensi bahayanya.
"BPOM bisa memperkecil peluang paparan risiko BPA melalui pemberian label pada kemasan makanan dan minuman. Itu bagian dari edukasi publik sekaligus bentuk perlindungan untuk masa depan anak-anak Indonesia," jelasnya.
Dukungan industri dan asosiasi
Selain dari kalangan ahli, dukungan terhadap rencana regulasi BPA yang dicanangkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga datang dari sejumlah pelaku industri dan asosiasi.
Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin), Sofyan S. Panjaitan, berpendapat semua pihak perlu mendukung BPOM dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai otoritas keamanan pangan tertinggi di Indonesia.
"Terkait rencana BPOM merevisi Peraturan BPOM tentang Label Pangan Olahan yang tujuannya adalah perbaikan, maka semua pihak perlu mendukung dan mendorongnya," katanya dalam sebuah pernyataan.
Ketua Bidang Program Keberlanjutan dan Dampak Kontribusi Sosial Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi), Arief Susanto, pun menyatakan organisasinya ikut memberi masukan pada BPOM terkait regulasi pelabelan BPA.
Baca juga: Peneliti UGM Ungkap Bahaya BPA pada Galon Guna Ulang
"Prinsipnya, kami percaya pemerintah dalam menentukan kebijakan selalu mempertimbangkan berbagai hal, termasuk memberikan perlindungan bagi daya saing dan pertumbuhan industri dan sekaligus memberi perlindungan pada konsumen terkait keamanan pangan," pungkasnya.
Sementara itu, dari kalangan industri yaitu Direktur Operasional PT Sariguna Primatirta Tbk produsen air kemasan brand Cleo, Nio Eko Susilo, menyatakan pihaknya turut memberikan dukungan dan mengapresiasi komitmen BPOM dalam menggulirkan regulasi pelabelan BPA.
"Intinya, kami menerima kebijakan BPOM tersebut karena sudah berdasarkan kajian dan penelitian panjang yang melibatkan para akademisi juga. Toh kebijakan ini tentunya semata untuk perlindungan konsumen,” ungkap Nio Eko.
Masih dari kalangan industri, Public Relations Manager PT Tirta Fresindo Jaya produsen air kemasan brand Le Minerale Yuna Kristina, dalam sebuah pernyataan di Jakarta, Senin (13/6/2022) turut mengamini hal yang sama.
"Le Minerale mendukung langkah BPOM, sebagai otoritas keamanan pangan tertinggi di Indonesia, dalam menjaga dan memastikan keamanan dan mutu produk pangan olahan yang beredar luas di masyarakat, termasuk dalam soal pelabelan risiko BPA," ujarnya.
Menurut BPOM, penelitian dan riset mutakhir di berbagai negara, termasuk Indonesia, menunjukkan BPA bisa memicu perubahan sistem hormon tubuh dan memunculkan gangguan kesehatan termasuk kemandulan, penurunan jumlah dan kualitas sperma, feminisasi pada janin laki-laki, gangguan libido dan sulit ejakulasi.
Paparan BPA juga disebutkan bisa memicu gangguan penyakit tidak menular, seperti diabetes dan obesitas, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan ginjal kronis, kanker prostat dan kanker payudara. Sementara pada anak-anak, paparan BPA dapat memunculkan gangguan perkembangan kesehatan mental dan autisme.